Nara sudah duduk tepat di depan Dean. Mereka berdua sedang berada di sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari kediaman Jaden Luther dan Nara di sana sedang menceritakan semuanya, kenapa dirinya bisa menjadi pelayan pria lumpuh bernama Jaden Luther itu."Nara, ini semua salahku, kenapa aku malah menghilang meratapi semua yang sedang terjadi pada keluargaku, sedangkan kamu dan keponakanku sedang dalam keadaan yang sedang membutuhkan aku," ucap Dean dengan tertunduk sedih."Kak, Kak Dean jangan menyalahkan diri sendiri karena semua ini sudah takdir yang harus aku jalani. Mas Abi juga menginginkan aku dan putra menyembunyikan identitas kita karena dia tidak mau aku dan Nio disakiti oleh orang yang dulu mengincarnya," terang Nara merasa sedih teringat tentang pesan terakhir mendiang suaminya."Jadi, sekarang Nio ada di London dengan ibumu? Dia sedang menjalani perawatan karena penyakit kankernya? Kasihan sekali keponakanku itu. Nara, aku akan menemui dia di sana. Aku kangen ingin meli
Nara mengetuk pintu ruang kerja Jaden dan suara pria itu pun menyuruhnya masuk. "Tuan JL, aku ke sini mau membawakan susu coklat hangat untukmu."Nara pun melangkah masuk dengan tidak melepas pandangannya pada pria yang sedang duduk dan menatapnya dengan dingin."Jangan terlalu malam nanti tidurnya. Tidur terlalu malam juga tidak baik untuk kesehatan," oceh Nara sembari meletakan gelasnya."Tidak perlu sok perduli padaku, Nara," ucap Jaden ketus."Bukan sok perduli, tapi aku memang peduli padamu, Tuan JL. Kamu itu kenapa marah-marah terus? Cemburu dengan Kakak Dean. Dia itu adalah—.""Kekasih kamu!" Potong Jaden dengan cepat. "Dia alasan kamu tidak mau menikah denganku? Aku bersyukur tidak jadi menikah dengan wanita pengkhianatan seperti kamu, Nara!" Jaden pun masih menatap tajam wanita di depannya.Nara sudah menduga jika si adik tiri jahat bernama Andrew itu pasti sudah mengirimkan foto dan bicara yang tidak-tidak pada Jaden. "Maksud Tuan JL apa?""Jangan mencoba membohongiku. Kamu
Acara pesta ulang tahun tuan muda Andrew pun hari dilaksanakan. Sore itu di rumah utama, nenek dan Reno sudah siap akan berangkat menuju ke hotel mewah di mana acara ulang tahun akan diselenggarakan. Pria lumpuh yang terlihat sangat mempesona dengan kemeja hitam dan dasi berwarna merahnya itu tampak sedang menunggu Nara di ruang tengah. "Nek, apa saya panggilkan Nara? Dia kenapa belum keluar dari kamarnya?" tanya Reno yang juga sudah menunggu bersama nenek Miranti dan Jaden. "Iya, coba kamu jemput dia, Ren, aku hubungi ponselnya juga tidak aktif," ucap nenek Miranti. "Reno, tunggu!" seru Jaden dan seketika langkah kaki Reno pun terhenti. "Biar aku yang memanggil Nara. Aku juga mau bicara sebentar dengannya." "Oh ya sudah, Tuan JL." Jaden pun mendorong kursi rodanya berjalan menuju ke kamar Nara. Saat sampai di depan pintu, pria itu mengetuk beberapa kali pintu kamar Nara. "Nara ... Nara!" panggilnya. Tak lama pintu dibuka dan terlihat kepala Nara yang menyembul dari ba
Nara sedang bersama dengan Jaden menikmati suasana pesta ulang tahun Andrew, sampai pada akhirnya Alexa mengajak pergi Jaden karena dirinya ingin memperkenalkan Jaden pada teman-teman bisnis Alexa.Nenek pun di sana tengah sibuk dengan rekan bisnis lainnya yang juga turut hadir di acara pesta itu. Reno yang terlihat mengambil minuman pun akhirnya menghampiri Nara."Nara, ini untuk kamu." Reno pun memberikan orange jus pada Nara."Terima kasih, Reno. Acara pesta ulang tahunnya mewah sekali ya, Ren, aku baru pertama kali melihat acara ulang tahun semewah ini." Nara pun masih tidak percaya jika ini adalah acara ulang tahun."Tiap tahun selalu begini, Nara. Tuan muda Andrew dan mamanya setiap tahun selalu mengadakan pesta ulang tahun dengen sangat mewah karena mereka memang suka dengan pesta," terang Reno yang memang mengetahui kebiasaan Andrew dan mamanya."Kalau buatku sayang sekali uang harus dihabiskan stiap tahun hanya untuk acara pesta ulang tahun. Sekali saja tidak masalah, tapi ka
Nara memilih untuk menguping pembicaraan dua pria yang jujur saja sangat membuat Nara penasaran. Ada hubungan apa antara Devon dengan pria yang beberapa tahun lalu pernah mendatanginya untuk menawarkan suatu pekerjaan yang sudah membuat hidupnya dihantui rasa bersalah sampai saat ini? "Tuan Devon, saya mau memberitahu jika wanita itu dan kekuarganya tidak bisa saya temukan." "Bodoh! Kenapa kamu tidak bisa menemukan mereka? Aku takut jika suatu hari wanita itu akan datang menemui Jaden dan mengatakan semuanya." Kedua rahang Devon pun terlihat mengeras menahan amarah. "Saya yakin jika dia tidak akan melakukan hal itu karena dia adalah orang yang bisa dipercaya dan profesional dengan pekerjaannya." "Bagaimana kamu bisa yakin? Bisa saja dia pergi ke Jaden.dan akan memberitahu segala dengan imbalan uang. Bukannya dia sedang membutuhkan banyak uang untuk pengobatan.anaknya yang sakit, dan uang dariku bisa saja sudah habis dan dia membutuhkan lagi, kecuali jika dia menemuiku." Sorot mat
Nenek Miranti mengajak Jaden serta Nara untuk pulang lebih dulu dari acara pesta itu karena wanita tua itu tidak tega melihat keadaan cucunya yang sekali lagi merasakan kesedihan yang teramat akibat hinaan dan tawa menghina para tamu di acara pesta."Sukses dengan baik." Tawa kebahagiaan terlihat jelas di wajah Kalista yang ada di sana. "Rencana kamu berhasil dengan baik, Kalista, meskipun kakakku yang lumpuh itu juga mendapat malu akibat rencana kamu," ucap Andrew dengan wajah sedih."Kamu tidak perlu sedih, Andrew karena setelah ini hubungan mereka juga akan berakhir. Kamu bilang jika kamu tidak suka melihat pelayan itu menjadi kekasih kakak kamu.""Iya memang benar, tapi aku juga kasihan melihat Kakakku ditertawakan semua orang di sana. Kamu tau, kan, kalau aku itu sangat menyayangi kakak tiriku itu, tapi aku tidak rela dia malah menjalin hubungan dengan pelayannya.""Kamu tenang saja karena sebentar lagi Jaden yang merasa tidak bisa melindungi pelayannya itu akan memutuskan hubun
Tak lama pintu ruangan Devon pun diketuk oleh seseorang dan tak lama seseorang masuk ke dalam sana. Pria yang waktu itu dilihat oleh Nara sekarang ada di dalam ruangan Devon. "Ada apa lagi, Bimo?" tanya Devon dengan nada marah.Pria yang bernama Bimo itu pun melihat pada Andrew. Dia seolah tidak enak jika menyampaikan informasi yang didapatnya di depan Andrew."Kamu katakan saja ada apa? Andrew itu teman baikku dan dia pun mengetahui semua apa yang aku lakukan," lanjut Devon."Tuan Devon, saya sudah mengetahui di mana wanita itu.""Di mana dia? Apa sudah kamu bereskan?" "Belum, Tuan," ucapnya sembari menundukkan kepala. "Bodoh! Kenapa tidak kamu lakukan?" bentak Devon marah."Saya belum bisa mendekati dia karena dia sekarang berada di rumah kediaman keluarga Luther.""Apa?" Devon sampai berdiri dari kursinya karena terkejut mendengar apa yang baru saja anak buahnya itu katakan."Siapa wanita yang kalian bicarakan dan yang ada di rumahku, Devon?" tanya Andrew yang juga penasaran."W
Semua orang di sana tampak sangat bahagia mendengar berita tentang rencana pernikahan Jaden dan Nara. Semua pun memberi selamat pada Nara.Nenek Miranti terlihat menangis saat memeluk calon cucu menantunya itu. "Terima kasih, Nara, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan lagi padamu untuk semua yang sudah kamu lakukan pada cucuku." "Tidak ada yang perlu Nenek katakan lagi dan jangan mengucapkan terima kasih terus padaku karena aku melakukan semua ini karena memang hatiku yang ingin melakukannya. Aku sangat mencintai tuan JL dan aku tidak ingin jauh darinya." Nara pun kembali memeluk wanita tua yang sudah dia anggap seperti neneknya sendiri.Alexa yang berada di sana sama sekali tidak menunjukan wajah bahagianya mendengar kabar itu. Dia benar-benar membenci suasana kebahagiaan yang sedang dirasakan semua orang di rumah utama. "Ada apa ini?" suara Andrew tiba-tiba terdengar di sana."Sayang, kamu darimana?" Alexa segera berdiri dari tempatnya dan memeluk lengan putranya."Ada apa in
"Kak Dean, aku minta maaf jika beberapa hari ini, aku tidak masuk kerja. Aku masih mau menjaga Nenek Miranti di sini. Kak Dean tau sendiri kalau aku merasa sangat bersalah setelah menceritakan hal itu pada Nenek Miranti." Wajah Nara pun tampak pias. "Iya, aku tau." Tangan Dean pun mengusap lembut kepala Nara."Nanti kalau Nenek sudah benar-benar sehat, aku akan kembali bekerja. Aku juga kangen ingin membuat kue lagi di dapur cafe milik Kak Dean." Terlukis senyum kecil pada sudut bibir Nara.Dean pun mengangguk. "Nara, bulan depan rencananya aku mau mengajak kamu pergi menemui Nio dan ibumu. Aku kangen dengan keponakanku itu." "Aku mau, Kak. Kemarin, aku juga sudah menghubungi putra kecilku itu dan juga ibuku. Perkembangan kesehatan Nio juga semakin membaik. Dia terlihat sangat ceria, Kak." Ekspresi wajah Nara pun tampak bahagia saat sedang menceritakan tentang keadaan putranya."Ya sudah, kalau begitu bulan depan kita akan pergi ke sana. Aku pulang dulu dan jangan lupa makan makanan
Nara mendekatkan dirinya pada kaca besar di sana. Dia seolah sedang menyapa wanita tua yang sudah membuka kedua matanya dan melihat ke arahnya. Nara benar-benar merasa senang karena dia bisa melihat Nenek Miranti membuka keduanya. Wanita tua yang masih terpasang begitu banyak alat medis yang menancap pada tubuhnya tampak tersenyum tipis."Reno! Nenek sudah sadar!" seru Nara yang memeluk Reno di sana. Reno pun tak lupa membalas pelukan Nara karena dia pun merasa sangat senang."Iya, Nenek sudah sadar dan aku sebaiknya segera memberitahukan ini pada Tuan Jaden."Nara pun melepaskan pelukannya. "Iya, Ren, beritahu dia jika Nenek sudah sadar. Tuan JL pasti akan sangat senang mengetahui hal ini." Reno pun segera pergi dari sana. Nara masih memperhatikan Nenek Miranti. Nara seolah sedang mengajak Nenek Miranti untuk berbicara menggunakan bahasa isyarat. Wanita tua itu pun hanya menanggapi dengan mengangguk perlahan. Ada suatu kelegaan di hati Nara melihat Nenek Miranti sudah sadar.Tak lam
Pria dengan kursi rodanya itu mengerjapkan kedua matanya. Dirinya tidak sadar jika semalam dia malah ketiduran di depan ruang ICCU, di mana neneknya sedang dirawat. "Selimut?" ujarnya heran melihat ada selimut berwarna biru menutupi tubuhnya yang tidur dia atas kursi rodanya.Tak lama kedua matanya menangkap sosok yang sebenarnya tidak ingin dia lihat, tapi hati kecilnya rindukan. Nara sedang berdiri tepat di depan jendela kaca besar dengan tirai ruangan yang masih tertutup. Tangannya pun menampak pada kaca besar itu, serta terlihat guratan kesedihan pada wajahnya. "Nek, aku mohon nenek bisa bertahan dan sembuh. Aku ingin melihat nenek kembali." Air mata Nara pun perlahan menetes.Sekarang Jaden tahu siapa yang sudah menyelimuti tubuhnya. Dia mengambil selimut itu dan melemparnya dengan kasar. Rasa bencinya pada Nara seketika muncul mengingat apa yang sudah wanita itu lakukan."Untuk apa kamu ke sini? Pergi dari sini! Nenekku tidak membutuhkan dirimu, Pelayan!" bentak Jaden marah.N
"Kenapa wanita tua itu tidak mati saja, sih?" geram Kalista marah. Kedua matanya kini menatap dengan kesal pada sosok pria yang sedang duduk di atas ranjangnya dengan bagian tubuh atas yang tampak polos, sedangkan bagian bawahnya tertutup selimut tebal. Pria dengan wajah datarnya itu tampak sedang memikirkan sesuatu."Malam ini juga aku dan Jaden harusnya pergi makan malam, tapi ternyata wanita tua itu membuat drama," ucapnya masih terdengar kesal.Sekarang kedua mata wanita cantik itu mengalihkan pada pria yang ada di atas ranjangnya. "Devon, kamu sedang memikirkan apa sih? Aku ini sedang bicara sama kamu." Kalista yang hanya mengenakan selimut untuk menutup tubuh polosnya berdiri tepat di depan tempat tidurnya.Devon pun membalas melihat dengan datar pada wanita cantik yang baru saja menemani tidurnya. "Aku masih mencari tau tentang siapa orang yang sudah membebaskan Nara saat aku culik, semua orangku pun tidak ada yang tau sosok itu." Sekarang ekspresi Devon lebih ke penasaran.Ka
Ekspresi kecemasan itu belum hilang dari wajah Nara. Dia menunggu dengan tidak tenang di depan pintu ruangan di mana Nenek Miranti sedang ditangani oleh petugas medis."Nara, aku baru saja menghubungi Tuan Jaden dan dia akan segera ke sini," ujar Reno yang juga tak kalah cemas."Iya, kita juga harus memberitahunya. Reno, aku benar-benar takut terjadi hal yang serius pada Nenek Miranti, kenapa juga dokter dari tadi tidak keluar dari ruangannya. Setidaknya mereka memberitahu bagaimana keadaan nenek saat ini." Nara mengigiti jarinya untuk menghilangkan kecemasannya."Kita tunggu saja semoga Nenek Miranti tidak kenapa-napa. Aku juga sebenarnya takut sekali kalau sampai terjadi hal yang fatal, tapi kita tetap harus berpikiran positif, Nara.""Ini semua salahku, Ren, aku tidak seharusnya mengatakan hal itu pada nenek. Hal yang aku takutkan pun akhirnya terjadi, aku benar-benar bodoh." Nara duduk sembari menjambak rambutnya sendiri karena dia merasa sudah berbuat hal yang sangat bodoh. And
Setelah beberapa hari Nara dirawat di rumah sakit, akhirnya dia diperbolehkan untuk pulang. Kali ini dia pulang ke rumah barunya yang sudah disiapkan oleh Nenek Miranti. Nara awalnya sangat terkejut karena tiba-tiba Nenek Miranti membelikan rumah untuknya. Reno yang sudah memberitahu padanya tentang rumah baru yang nanti saat pulang Nara akan langsung tinggal di sana."Nek, kenapa Nenek membelikan aku rumah ini? Aku bisa tinggal di cafe milik Kak Dean."Nara yang kala itu sedang duduk di ruang tamu bersama dengan Nenek Miranti dan ada Reno di sana. Dean? Dean tidak ikut karena dia pagi ini harus keluar kota untuk proyek cafe satunya. Rumah yang diberikan oleh Nenek Miranti tidak begitu besar, tapi terlihat sangat nyaman. Rumah itu juga sudah lengkap dengan perabotannya."Kamu baru saja keluar dari rumah sakit dan tidak baik jika kamu tinggal di dalam cafe itu. Nara, aku minta maaf karena belum bisa menjenguk kamu waktu di rumah sakit dan kita baru bisa bertemu di sini. Acara pertunan
Setelah mematikan panggilannya. Pria itu tersenyum dengan sangat puas, tangannya pun menarik perut seseorang mendekat ke arahnya. Kedua orang itu pun saling menautkan bibirnya dalam."Sayang, aku ingin menyiksa wanita itu dulu," ucap sang wanita setelah tautan bibirnya terlepas. "Untuk apa? Kamu tidak perlu membuat dirimu capek hanya untuk menyiksanya." Telunjuk pria itu mengusap lembut bibir sang wanita."Ayolah! Aku ingin melihat wanita itu menderita, kenapa kamu malah menyuruh orang suruhanmu membuang ponselnya? Bagaimana kamu menghubunginya nanti dan katakan jangan membuatnya mati dulu." Wajah cantik wanita itu terlihat kesal.Sekali lagi tangan pria itu membelai setiap inci wajah wanita di depannya. "Aku sudah biasa bermain kotor seperti ini dan aku tau bagaimana mengatasinya." Pria itu pun menghubungi seseorang."Kamu menghubungi siapa?" tanyanya tidak sabar.Pria yang adalah kekasihnya itu tidak menjawab. Dia masih menyelesaikan bicaranya dengan seseorang ditelepon. Setelah bi
Nara masih berusaha melepaskan dirinya dari beberapa orang yang sedang memegangi tangannya. Orang-orang itu terlihat ingin berbuat buruk padanya."Lepaskan aku! Kalian mau apa?" pekik Nara dengan tetap berusaha memberontak."Kalian jangan macam-macam dengan Nara!" Reno pun ikut berteriak."Kami akan membawamu untuk dihabisi," ucap salah satu pria di sana sembari tersenyum miring."Apa?" Kedua mata Nara pun mendelik kaget.Reno pun terlihat khawatir jika orang-orang itu melukai Nara. Dia berusaha melawan dua pria yang sedang memegangi tangannya.Bruk!Reno pun dipukul sampai tersungkur. Reno jelas saja kalah, dia kalah jumlah dengan delapan pria berbaju serba hitam di sana.Nara pun yang mencoba mengigit salah satu pria itu, akhirnya tangan satunya terlepas. Dia pun mencoba menendang kaki pria satunya, tapi sayang dua pria lainnya segera memukul perut Nara sampai Nara pun tersungkur. "Hei!" pekik Reno yang ingin menolong Nara, tapi tangannya langsung dicekal oleh dia orang lagi."Le
Pyar!Sebuah pecahan gelas terdengar menggema di ruangan itu. Tampak seorang wanita menahan amarah yang dari tadi ingin dia luapkan."Kamu kenapa, Sayang, bukannya kamu baru saja keluar dengan si lumpuh itu?" tanya Devon yang tengah duduk santai di sofa kecil miliknya."Kamu harus segera menyingkirkan si pelayan tidak tau diri itu, Devon!" Kalista menggeram marah mengingat tadi dia bertemu dengan Nara."Aku sebenarnya punya rencana ingin menyingkirkannya saat bagiku dia berbahaya jika sampai mengatakan semuanya, tapi ternyata dia tidak mengetahui siapa yang menyuruh sebenarnya." Devon kembali menikmati winenya.Kalista berjalan dengan menggoda ke arah pria yang sedang menatapnya dengan pandangan menginginkan. "Kamu benar-benar jahat, Sayang." Kedua tangan wanita itu melingkar pada leher pria yang masih saja terus menatapnya."Aku melakukan semua itu karena aku ingin mendapatkan kamu, Sayang, dan akhirnya aku pun mendapatkan kamu." Devon pun mengecup pipi Kalista dengan lembut."Jujur