"Pelayan! Bawakan aku minuman dan makanan!"
Bariton yang berteriak itu milik tuanku. Sepertinya dia baru saja pulang berburu kijang. Aku pun segera membuatkan minuman dan mengambilkan beberapa makanan untuk Tuan Mahawira. Jika tidak, dia pasti akan terus-menerus berteriak hingga membuat pecah gendang telinga siapa pun di istana ini."Pelayan! Bawakan aku—"Aku datang ke tempat singgasana Tuan Mahawira dengan membawa nampan berisikan segelas minuman, beberapa makanan kering, serta buah-buahan."Silakan, Tuan. Maaf, tadi aku tidak dengar suara Tuan," ucapku sambil meletakkan nampan di atas sebuah meja kecil di samping tempat duduk Tuan Mahawira."Apa kau tuli?! Aku berteriak puluhan kali, kau bilang tidak mendengarku?!" Tuan Mahawira menatap begitu tajam ke arahku.Aku tertunduk sebagai respons rasa bersalah. "Maafkan aku, Tuan.""Sudah! Angkat kepalamu!"Setelah mengangkat kepala, aku berniat kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaanku yang belum selesai. Akan tetapi, Tuan Mahawira kembali berteriak."Kau mau ke mana?! Aku tidak memintamu pergi dari sini!"Aku pun mengembuskan napas panjang, lalu membalik badan. "Maaf, Tuan. Habisnya, aku masih ada pekerjaan di—""DIAM! Temani aku di sini. Sudah jadi tugasmu untuk menemaniku, bukan?""Iya, Tuan. Aku akan tinggal di sini."Aku pun duduk bersimpuh di hadapan Tuan Mahawira. Tidak ada yang harus dilakukan, malah aku hanya melihat pria itu melahap buah-buahan dan makanan yang kubawakan untuknya."Cuaca hari ini sangat panas. Aku butuh kipas."Segera aku berdiri mengambil kipas yang diletakkan di sudut ruangan. Kukibaskan kipas besar itu demi membuat tuanku yang dingin itu sejuk.Setelah beberapa menit, Tuan Mahawira selesai menikmati makanannya, ia merebahkan punggung sambil memejamkan mata.Aku pikir Tuan Mahawira sudah tidur, maka aku berhenti mengibaskan kipas untuknya. Namun, setelah menaruh kembali kipas pada tempat semula, Tuan Mahawira menatapku dengan tajam.Aku sudah tentu salah. Tuan Mahawira akan memarahiku lagi."Aku tidak pernah memintamu berhenti!" katanya dengan nada tegas."Baik, Tuan. Aku akan—""Kemari!"Aku menelan ludah karena merasa gugup. Apa yang akan dilakukan Tuan Mahawira padaku?Hatiku terus bertanya, tapi tak juga menemukan jawabannya.Setelah cukup dekat, aku terdiam sambil menundukkan kepala. "M-maaf, Tuan."Tuan Mahawira belum merespons permintaan maafku, ia malah terus menatap dengan lekat. Sebenarnya apa arti dari tatapan Tuan Mahawira? Aku sungguh tidak mengerti, bahkan tidak sanggup bola mata ini membalasnya."Kau ... kembalilah," ucapnya kemudian.Apa? Hanya itu?Uh, aku tidak percaya setelah dia menatapku dengan tajam, Tuan Mahawira hanya memintaku meninggalkan ruangannya.Aku mengangguk pelan, lalu melangkah ke dapur untuk melanjutkan pekerjaan.-II-Malamnya, aku merasa sangat lelah karena seharian bekerja, membuat makanan serta menyambut pangeran-pangeran dari beberapa kerajaan di negeri ini. Setiap akhir pekan, Tuan Mahawira memang selalu mengadakan acara pesta dan mengundang semua bangsawan datang ke kerajaan Rosalia.Aku merebahkan tubuh, lalu membuat rambutku tergerai begitu saja. Saat sedikit lagi akan terlelap, aku mendengar suara gemerincing dari luar kamar. Mataku kembali terbuka karenanya."Siapa?" tanyaku dengan suara pelan.Tidak ada yang menjawab. Aku pun tambah penasaran sehingga beranjak bangkit. Akan tetapi, ketika akan berdiri, seseorang membuka pintu kamarku. Sehelai kain berwarna merah yang sangat kukenal.Di kegelapan itu, berdiri sesosok pria bertubuh tinggi dan besar. Tapi ... di bagian atas tubuhnya tidak tertutupi kain.Aku berwaspada, kemudian merapikan pakaianku yang tadinya sedikit terbuka dan berantakan."S-siapa?" tanyaku lagi dengan suara tertahan. Mataku tidak lepas dari memandangi sosok itu."Ini aku," balasnya sambil bergerak maju selangkah.Akhirnya, wajah itu diterangi oleh cahaya rembulan yang masuk melalui jendela kamarku yang tidak ditutup sama sekali. Tuan Mahawira, tuanku yang sangat dingin dan pemarah."T-Tuan ...," kataku lirih.Aku benar-benar bingung kenapa Tuan Mahawira datang ke kamarku. Ini pertama kali dia melakukan hal itu. Apalagi di saat aku akan tidur."A-ada apa, Tuan?" tanyaku.Tanpa pernah kusangka sebelumnya, Tuan Mahawira mendekat sambil menatap bola mataku dengan amat serius. Aku tidak kuat membalas tatapan tuanku itu sehingga mengalihkan pandangan ke sebelah kanan.Tuan Mahawira semakin berani mendekatkan dirinya padaku, lalu mencondongkan kepalanya hingga begitu dekat di sebelah telinga."Aku tidak bisa tidur," bisiknya.Sangat jelas terdengar di telinga. Namun, yang membuat aku tidak kuasa menahan degup jantung adalah karena ini pertama kalinya lelaki berbadan besar itu sangat dekat denganku.Aku sampai tidak bisa menahan deru napas karena detak jantung semakin cepat berdegup."A-ada yang b-bisa aku bantu, Tuan?" tanyaku terbata-bata."Ada."Aku mengangguk sebagai tanda bersedia membantu Tuan Mahawira. "Katakan saja, Tuan. Aku akan membantu Tuan sebisa mungkin—""Temani aku tidur malam ini."Aku tidak salah dengar, kan? Tuan Mahawira baru saja memintaku untuk menemaninya tidur?Suara Tuan Mahawira seolah-olah seperti petir, menyambar-nyambar di telinga. Apa yang harus aku lakukan? Atau bagaimana aku harus menjawab? Hanya dua pertanyaan itu yang terlintas di kepala. Aku sungguh tidak bisa bergerak. Tatapan Tuan Mahawira seolah-olah membuat sekeliling menggelap.Yang ada sekarang hanyalah matanya sebagai satu-satu cahaya yang bisa aku lihat."M-maksud Tuan apa? M-maksud dari menemani—""Ya. Aku dan kau tidur bersama."Bukankah dari awal sudah jelas? Itulah maksud Tuan Mahawira. Aku dan dia tidur bersama, di tempat yang sama tanpa dipisahkan oleh apa pun. Tapi ... aku belum sepenuhnya percaya. Apakah ini hanya mimpi?Untuk kesekian kalinya, lidahku terasa kelu. Bahkan untuk menelan ludah pun rasanya aku tidak mampu. Siapa saja, tolong datanglah dan keluarkan aku dari situasi ini!Cukup lama aku terdiam, Tuan Mahawira tertawa pelan."Tentu saja kau tidak akan mau, kan? Sudah kuduga."Perlahan, Tuan Mahawira menjauh dariku, bahkan matanya tidak lagi memandangku."Maaf sudah mengatakan yang tidak-tidak. Kau ... kembalilah tidur.""T-Tuan, memangnya kenapa Tuan tiba-tiba—""Tidak perlu kau pikirkan. Aku hanya sedang stress akhir-akhir ini."Tuan Mahawira berdiri, kemudian melangkah hingga pintu. "Maaf sudah mengganggu waktu istirahatmu. Sekarang, kau bisa tidur kembali."Lalu ditutupnya pintu kamarku.Tetap saja aku penasaran mengapa Tuan Mahawira tiba-tiba meminta sesuatu yang kemungkinan tidak bisa aku penuhi? Bukan tidak mungkin, tepatnya ada kemungkinan, hanya saja tidak pada saat itu juga."M-maaf, Tuanku," kataku dalam hati, lalu kembali memejamkan mata.-II-Musik dari gendang-gendang yang dipukul bergema, irama yang dihasilkan membuat orang-orang menari gembira. Aku sungguh tidak tahu siapa yang mengadakan pertunjukkan itu di luar istana. Tiba-tiba saja pagi ini aku terbangun oleh suara riuh itu."Ada apa, ya?" tanyaku seorang diri.Aku menyelinap di keramaian untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kusibak kerumunan itu hingga berhasil tiba di posisi paling depan.Jadi, begitu, ya?Setelah melihat apa yang ada di hadapan, aku mengerti mengapa Tuan Mahawira memintaku untuk tidur bersamanya. Mengapa aku bisa sampai lupa? Kenapa? Kenapa? Kenapa?Aku menatap Tuan Mahawira yang sama sekali tidak menampakkan senyum. Dengan mahkota yang bertengger di atas kepala, seorang perempuan duduk di dekat pria tampan itu.Mereka dikelilingi oleh para pengawal, lengkap dengan tombak dan tameng, berderet seolah tidak ada yang bisa mendekat pada keduanya."Tuan Mahawira ...," lirihku.Percuma saja, Tuan Mahawira tidak akan mendengar suaraku. Riuhnya musik yang bermelodi bahagia tidak membuat hati tuanku gembira.Kenapa aku baru ingat kalau Tuan Mahawira menolak perjodohannya dengan putri dari Kerajaan Simaseba?Aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Entahlah. Tiba-tiba saja aku berpikir hidup sepertinya akan berakhir mulai hari ini. Tiba-tiba aku merasa tidak akan ada yang bisa membuatku bersemangat lagi.Musik terhenti tiba-tiba, tapi aku tak juga mengangkat kepala karena kesedihan hati yang terus melanda. Apakah aku sudah jatuh cinta dengan Tuan Mahawira? Secepat itu? Atau ... sejak kapan?Tak berselang lama, kurasakan tanganku digenggam erat oleh seseorang. Namun, belum sempat aku menghadapkan pandangan ke depan, tubuhku ditarik paksa. Sepasang kaki kulihat berlari, dan aku hanya bisa mengikuti jejak seseorang yang menarik tanganku itu.Setelah menghadapkan wajah, memeriksa siapa orang yang berani menarik dan membawaku itu, ternyata dia ... Tuan Mahawira.Pria itu tersenyum padaku untuk pertama kalinya."Tuan ....""Ayo, lari! Selamatkanlah aku!" katanya dengan menambah erat genggaman tanganku.Para pengawal lari berbondong-bondong mengejar kami."Hei! Tuan Muda! Kau mau ke mana?!" teriak mereka.-II-"Kenapa kita lari, Tuan? Dan ... kenapa Tuan mengajakku?" tanyaku ketika kami berhenti di tengah-tengah hutan.Napasku masih terasa berat, begitu juga dengan Tuan Mahawira. Pria itu tersengal, lalu mengambil napas untuk menenangkan diri."Jangan banyak tanya! Atau kau mau aku menikah dengan putri yang tidak aku cintai?!"Tuan Mahawira mengatakan hal itu seolah-olah aku menahannya untuk menyetujui pernikahan itu. Tapi ... memang benar aku tidak begitu setuju dia menikah dengan si putri congkak. Bukan karena hal yang istimewa, tapi karena aku tidak mau putri sombong itu menjadi majikanku.Bahkan, ketika ia sering kali bermain ke kerajaan Rosalia saja, dia selalu memerintahku semena-mena. Seolah-olah dia punya hak penuh atas diriku."Tuan ... yakin para pengawal tidak akan menemukan kita di sini? Kalau sampai kita tertangkap, aku pasti akan dipenjara dan dituduh membawa Tuan lari.""Aku sudah bilang padamu, jangan banyak
"Kenapa kau berteriak?"Aku menjauh dari Tuan Mahawira, tak mampu diriku untuk menatap pria itu.Apa yang sebenarnya kulakukan? Sekarang pasti pipiku memerah."Ap-apa yang Tuan lakukan padaku?"Kuarahkan bola mata pada wajah Tuan Mahawira. Dahinya mengerut dan senyumnya miring."Apa yang aku lakukan? Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Apa yang kau lakukan padaku?" Pria itu beranjak bangkit, lalu mengenakan mantelnya."Aku ... aku ... tidak tahu, Tuan.""Aku tahu. Kau mungkin mengira aku ini bantal sehingga memelukku dengan erat.""J-jangan katakan itu lagi, Tuan," lirihku sambil menolak tatapan Tuan Mahawira.Aku malu sekali. Malu sekali! Mengapa bisa aku melakukan hal memalukan seperti memeluk tuanku sendiri? Kalau hal ini terjadi di istana, aku pasti sudah dihukum karena dianggap wanita penggoda.Dasar! Bodohnya aku.Tanpa berkata-kata, aku langsun
Karena kimono milikku sobek di beberapa bagian, Tuan Mahawira dengan rela memberikan mantelnya untuk kugunakan, sementara ia hanya mengenakan kain tipis berwarna putih sebagai pakaian. Aku merasa tidak enak dengannya."Tuan ... yakin memberikan mantel ini untukku?""Hanya kuberi pinjam. Dan itu tidak gratis. Kau harus melakukan sesuatu untukku.""Hah?! M-melakukan apa, Tuan?""Sudahlah, sekarang lebih baik kita lanjutkan perjalanan. Negeri Angin sudah dekat dari sini. Jika kita berhasil melewati satu perbukitan terakhir, Negeri Angin akan terlihat."Aku mengangguk-anggukkan kepala sebagai respons."Tuan, bagaimana kalau ada yang mengenali Tuan? Bukankah Tuan orang yang terkenal di seluruh negeri aliansi dan—""Tidak satu pun kerajaan di Negeri Angin itu aliansi Kerajaan Rosalia. Ah, sudahlah. Kau tidak akan mengerti jika berbicara tentang kerajaan. Kau sebaiknya cukup ikuti saja aku."Aku m
Aku tahu siapa pria yang sedang mencoba ke arahku itu. Namanya Kalandra, Pangeran Kalandra yang dulu selalu mengejekku di istana. Tapi, kenapa bisa dia ada di sini? Apakah dia bertujuan menangkap Tuan Mahawira?Tidak mungkin Pangeran Kalandra punya tujuan seperti itu. Setahuku, pria itu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah Tuan Mahawira. Lagi pula, sudah lama tuanku tidak bicara dengan Pangeran Kalandra.Kuakui dia memang tampan, tapi sikapnya membuatku muak. Mau bagaimanapun juga, aku tetaplah harus bersikap lembut di hadapannya."Apa yang sedang kau lakukan, Gadis Cantik?" tanya Pangeran Kalandra.Apakah dia tidak mengingatku sama sekali? Dasar pikun!Oh, ya. Benar sekali. Pria itu mungkin tidak mengenaliku. Pasalnya, ketika sering bertemu dengannya, aku hanyalah gadis hitam yang dekil, buruk rupa, dan tak seorang pun yang menginginkan keberadaanku.Dan sekarang ketika aku telah menjadi sedewasa sekarang ini, ia
"Berani-beraninya kau sentuh dia! Akan kucincang kau! Hiyat!"Kulihat wajah Tuan Mahawira begitu marah dengan perlakuan Pangeran Kalandra padaku. Aku jadi begitu malu dan percaya diri sekali. Apakah aku seberharga itu bagi Tuan Mahawira?Ya, ampun. Aku mengkhayal lagi!Kulihat dua pria itu berkutat dengan pertarungan mereka. Pangeran Kalandra menggunakan pedangnya untuk menebas Tuan Mahawira. Sedangkan tuanku itu melawan sang pangeran begitu mudah hanya dengan tangan kosong.Entah mengapa aku sangat senang melihat pertarungan kedua pria itu. Mereka seperti memperebutkan diriku.Aduh, lagi-lagi aku terlalu percaya diri!"Hei! Sudah, hentikan! Tuan Mahawira! Hentikan!" teriakku, tetapi mereka tentu saja tidak mau berhenti.Kulihat Tuan Mahawira mengambil pisau miliknya yang tergeletak di tanah, lalu saling menggigit dengan pedang Pangeran Kalandra."Berani-beraninya kau, Mahawira! Ada apa kau datan
Birendra Prakarsa Candrakumara, seorang pangeran yang juga salah satu dari saudara Pangeran Kalandra yang dulu selalu mengejekku saat mereka berkunjung ke kerajaan Rosalia. Aku ingat ialah seseorang yang lebih dulu meminta maaf atas perlakuannya kepadaku setelah Tuan Mahawira memberinya pelajaran."Maafkan aku, Cornelia. A-aku sangat menyesal dengan apa yang aku lakukan. Sebagai permintaan maaf, aku akan melakukan apa pun untukmu," ucapnya di luar kamarku. Entah, aku tidak tahu ekspresi yang ia tunjukkan saat itu. Namun, dari nada bicaranya, ia sangat menyesal.Meski begitu, hal yang ia dan saudara-saudaranya lakukan cukup membuatku sedih dan trauma keluar dari kamar.Aku merengkuh diri di atas tempat tidur. Rasanya aku ingin mati saja. Aku benci wajahku yang buruk, sangat benci dengan kulit hitamku.Diri ini bertanya, kenapa aku dilahirkan buruk rupa? Mungkinkah karena itu aku dibuang oleh orang tua kandungku? Karena aku buruk rupa? Entah
Aku benar-benar tidak habis pikir kenapa orang-orang itu menangkapku. Padahal, aku baru saja sampai di negeri ini. Memangnya aku pernah berbuat apa dengan mereka?Aku dimasukkan ke dalam kereta bersama dengan wanita-wanita lain yang diriku tak tahu mereka siapa. Aku pikir kereta itu isinya para petinggi, tetapi dugaanku ternyata salah besar.Jangan-jangan aku akan dijual?Tidak, tidak, tidak. Jangan sampai hal itu terjadi. Semoga saja Tuan Mahawira datang dan menyelamatkanku.Beberapa waktu yang lalu, Tuan Birendra tak dapat melakukan apa-apa karena para pengawal rombongan ini cukup banyak. Mungkin Tuan Birendra tidaklah takut, tetapi hanya tidak ingin membuat masalah di negeri ini. Tapi ... baiklah. Setelah itu, aku mencoba berkomunikasi dengan para perempuan yang bersamaku di dalam kereta."Maaf, bolehkah aku bertanya? Sebenarnya kita akan dibawa ke mana?"Satu pun tak ada yang menanggapi pertanyaanku. Kulihat merek
"Minggir kau, Kalandra! Jangan halangi jalanku!""Seenaknya saja kau menggendong Rosalina seperti itu--""Apa katamu? Rosalina?! Kau camkan kata-kataku. Dia Cornelia! Bukan Rosalina seperti yang kau katakan!"Tuan Mahawira melanjutkan langkah. Sedangkan aku begitu nyaman ada di punggung bidang pria itu. Rasanya aku mau seperti ini selamanya dan tak mau beranjak sedetik pun."Jangan ikuti kami, Kalandra tengik!""Memangnya apa hakmu melarangku?""Kau ingat pernah menjelek-jelekkan Cornelia? Itulah kenapa kau tidak berhak mengikuti ke mana aku dan Cornelia pergi!""Baiklah, aku m-minta maaf.""Aku tidak peduli permintaan maafmu. Segeralah enyah dari pandanganku.""Bodoh! Aku tidak minta maaf denganmu, Mahawira! C-Cornelia ... m-maafkan aku."Aku langsung menoleh ke arah Tuan Kalandra yang berjalan di sebelah kanan Tuan Mahawira."Hmm, iya. Hamba--""Seben
Ini adalah sebuah cerita tentang pertemuan, perjuangan, pengorbanan, cinta yang sejati, dan ikatan kemanusiaan. Di sebuah kerajaan bernama Rosalia, pada abad pertengahan (1063 M) di belahan bumi selatan—Balmatra—hidup seorang raja dengan satu putra pangeran bernama Mahawira.Pangeran Mahawira dijodohkan dengan seorang putri dari kerajaan aliansi, yaitu Kerajaan Simaseba. Namun, Mahawira tidak menerima perjodohan yang diatur untuk kepentingan politik. Ia menolak keras permintaan sang ayah, lalu memilih seorang pelayan yang hidup sebatang kara dan selalu menemaninya sejak berusia 8 tahun.Mahawira mengajak pelayan bernama Cornelia melarikan diri dan dikejar-kejar prajurit istana saat hari pernikahannya dengan Camelia dari Istana Simaseba. Pelarian itu akhirnya membawa Cornelia dan Mahawira pada sebuah fakta yang tak terelakkan. Seiring berlalunya waktu dalam perjalanan menuju Negeri Angin, Mahawira jatuh cinta dengan Cornelia sehingga memutuskan untuk
Setelah mendapatkan serangan tak terduga dari musuh, aku memuntahkan darah yang cukup banyak. Saat terbaring lemah, terdengar pekikan dari Tuan Mahawira dan apa yang kulihat menjadi hitam pekat.Selama ini, aku tak pernah mendapatkan pukulan sekeras ini sampai-sampai membuatku memuntahkan darah. Pria mana yang tega menyakiti seorang perempuan sepertiku, tak berbelas kasihan bahkan tidak menahan kekuatan untuk dikeluarkan.Aku paham kami adalah musuh bagi mereka yang masing-masing punya alasan untuk bertarung."Cornelia! Cornelia! Bertahanlah! Cornelia!"Itu suara tuanku yang tampan. Di mana dia? Aku tak dapat melihat apa pun. Hanya gelap yang menyelimuti di sekeliling."T-Tuan ...." Napasku terasa berat. Degup jantung tak beraturan. Ini menandakan aku sudah menyentuh batas kemampuan. Aku tak akan bisa lagi untuk berdiri, lalu bertarung dan membantu teman-teman.Aku tak tahu bagaimana posisiku saat ini, yang jelas aku
"Akhirnya, kita tiba di desa pertama setelah melewati hutan," ujar Aksa saat kami berhasil keluar dari hutan."Bukankah perkataanmu sangat aneh, Aksa. Benarkah ini sebuah desa?" tanyaku sambil mengernyit."Benar. Ini sebuah desa yang bernama Desa Kaswari. Namun, sayangnya pihak kerajaan sudah merenggut semuanya sehingga desa yang dulunya ramai ini menjadi desa yang sangat sepi."Mata kami mengedar ke sekeliling melihat keadaan desa yang porak-poranda."Putri Camelia sudah merenggut segalanya dari rakyat. Tempat tinggal kami, sumber daya kami, semuanya." Aksa tiba-tiba berwajah sedih."Mungkin kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang. Aku ingat yang kau bilang, Aksa. Semua wilayah di tanah ini sudah menjadi milik kerajaan, artinya prajurit kerajaan mengawasi setiap desa dan lahan-lahan bercocok tanam.""Ya, benar. Kita harus berhati-hati.""Ada yang datang!" ujar Pangeran Kalandra.Untung saja
Dadaku berdentum-dentum tak keruan melihat dua pria saling tatap dengan Tuan Mahawira. Ketiganya adalah pria yang sama-sama aku hormati, juga sama-sama berjasa dalam hidupku. Aku tidak ingin melihat mereka saling menyakiti. Meski begitu, mereka telah memutuskan untuk menyelesaikan konflik dengan tradisi pertarungan sampai mati.Pertarungan sampai mati merupakan tradisi yang biasa digunakan di sebuah kerajaan untuk memutus konflik antara dua orang atau lebih jika pembicaraan tidak menemukan solusi yang tepat. Sayangnya, hari ini salah satu dari mereka harus mati dalam pertarungan ini.Tatapan Tuan Mahawira tajam seperti biasa kala memandang musuh-musuh yang tak bisa diremehkan kemampuannya. Tentu saja, Tuan Birendra maupun Pangeran Kalandra juga berapi-api."Hiyaaaaattt!"Ketiga pria itu berteriak. Tuan Mahawira tak menunggu serangan dua pangeran, tetapi ia yang menjemput serangan mereka. Namun, perbedaan kekuatan telah terjadi.
Pedang milik Tuan Mahawira patah oleh tebasan pedang pria bertopeng yang baru saja datang entah dari mana. Kami bertiga membelalak, bahkan aku tidak bisa membayangkan bagaimana bisa pedang yang sudah ditunjang oleh energi artefak naga itu bisa patah.Tuan Mahawira segera menjauh dari dua pria bertopeng. Aku melihat kekesalan yang memuncak di wajah sang pangeran."Keparat."Waktunya sudah tiba. Aura di sekeliling tiba-tiba berubah drastis. Suhu udara yang semula dingin seketika menjadi panas. Ini adalah tanda-tanda saat kekuatan Tuan Mahawira akan mulai hilang kendali.Tak lama kemudian, api mengelilingi tubuh Tuan Mahawira. Tangannya mengepal keras. Tatapannya menajam tersirat sebuah makna ada dendam yang harus dibalas.Dua pria bertopeng menyadari suhu di sekeliling tiba-tiba panas. Mereka meningkatkan kewaspadaan dengan bersiap kembali menyerang.Akan tetapi, sebelum mereka mulai bergerak, Tuan Mahawira secepat kila
"Sudah kuputuskan. Aku akan ikut dengan kalian dan menyelamatkan Hana," kata Aksa dengan semangat membara sembari mengepal tangan kanan."Kau serius?!" tanyaku memastikan."Iya, aku sangat serius. Terima kasih karena sudah mengajariku arti penting dari sebuah pengorbanan."Tuan Mahawira kulihat menyunggingkan senyum. "Bagus. Begitulah seharusnya. Mari, kita berangkat."Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju Istana Simaseba. Tentu saja, kali ini bertambah satu orang yang ikut dengan kami. Aksa, pria yang bertujuan menyelamatkan kekasihnya dari perbudakan."Aku tidak percaya kalian adalah rakyat biasa." Aksa tiba-tiba membuka percakapan sambil terus berjalan."Kenapa kau tak percaya? Apa penampilan kami tidak seperti rakyat biasa?" Tuan Mahawira menanggapi."Tidak hanya itu, tapi tak ada rakyat biasa yang sangat hebat dan berani seperti kalian. Aku merasa sangat lemah di antara kalian berdua."
"Kampung kami dirampas oleh Kerajaan Simaseba dan dijadikan sebagai wilayah untuk memperluas istana. Para rakyat ditangkap, lalu dipekerjakan tanpa imbalan untuk sebuah pembangunan. Anak-anak dijual, dijadikan bisnis dan budak. Sedangkan para lelaki yang masih remaja dipaksa untuk bekerja sebagai prajurit yang mengabdi kepada istana."Aksa seorang pria yang beberapa waktu lalu menyerang kami ternyata ialah warga dari sebuah desa yang dirampas oleh Kerajaan Simaseba. Jadi, itulah alasannya menggunakan lahan di samping sungai ini sebagai tempat peristirahatan."Maaf, sebenarnya aku tidak bermaksud untuk menyerang kalian. Aku hanya berwaspada. Aku pun berpikir kalau kalian adalah orang jahat dari Simaseba," ucapnya dengan wajah sendu dan tertunduk.Aku dan Tuan Mahawira fokus mendengarkan cerita dari Aksa. Bagiku sendiri, apa yang dilakukan oleh Putri Camelia dan para menterinya adalah hal yang tidak berprikemanusiaan. Bagaimana bisa ia melakukan hal sa
Perjalanan menuju Kerajaan Simaseba tidak akan mudah. Ki Cakra berkata bahwa di perjalanan nanti kami akan menemui musuh-musuh yang tentunya merupakan utusan Putri Camelia. Ki Cakra juga memberikan sebuah kalung permata berwarna hijau yang berfungsi untuk memanggilnya jika saja Tuan Mahawira kehilangan kendali sewaktu-waktu.Masih ada potensi pria itu kehilangan kendali karena proses penyatuan energinya di dalam tabir jiwanya dengan artefak naga.Aku membawa perbekalan secukupnya dari istana. Sisanya, jika kekurangan nanti, aku kami bisa berburu di hutan. Apa gunanya kemampuan Tuan Mahawira yang ahli dalam memanah jika tidak digunakan? Tentu, aku sudah membawa busur dan puluhan anak panah milik Tuan Mahawira yang selalu ia gunakan saat berburu.Sudah cukup lama berjalan, kami berhenti sejenak untuk mengembalikan energi di tepi sebuah sungai."Wah, airnya jernih dan segar," kata Tuan Mahawira yang sedang mencuci wajahnya di sungai itu. "Cor
"Hah?! Apa yang terjadi?"Saat terbangun dari tidur, yang pertama kali kulihat ialah Tuan Mahawira. Aku membelalak seolah-olah lupa apa yang sebenarnya telah aku lakukan dengannya."Hmm ... Cornelia ... aku ingin menikmatimu sekali lagi ... hmm ...."Tuan Mahawira sepertinya sedang mengigau. Jangan-jangan aku sudah melakukan hal yang senonoh dengannya.Oh, tidak! Ya, Tuhan! Aku tidak p-p-perawan lagi."Tidak!"Tuan Mahawira langsung terbangun karena teriakanku yang kencang. Pria itu mengusap-usap kedua matanya dengan tangan. Rambutnya kacau sehabis bangun tidur."Kau kenapa, Cornelia?" tanyanya seolah tidak tahu apa-apa."Apa yang kau lakukan padaku, Tuan?!" tanyaku dengan nada tinggi sambil melotot tajam.Tak lama kemudian, Tuan Mahawira menampilkan ekspresi licik, ia menyeringai."Sudahlah, Cornelia. Semalam kau sudah memberikan aku kenikmatan yang tiada tara. Terima kasih