Keesokan paginya, Jake duduk di atas kursi roda yang baru saja disiapkan oleh Farren. Setelah memastikan pada dokter bahwa ia bisa meninggalkan ranjang rawatnya, pria itu bergegas membantunya untuk bersiap pergi melihat Laura.Sebenarnya … Jake lebih memilih untuk berjalan, tapi dokter tidak memperbolehkannya. Gelang kuning yang terpasang di lengan kirinya itu mengatakan bahwa ia adalah pasien rawan jatuh, yang artinya ia masih tidak boleh sembarangan melakukan hal sesuka hatinya.“Aku akan mengantar Anda, Tuan,” kata Farren, dari belakang Jake.Perlahan ia bergerak meninggalkan ruang rawatnya, Farren mendorong kursi rodanya untuk keluar dari sana, menyusuri koridor yang mulai sibuk, lalu-lalang orang ia jumpai tanpa henti.Tidak berapa lama, Jake bisa melihat seorang wanita yang berdiri di depan sebuah ruangan yang ia kenal sebagai Elsa.Ia tak sendiri, melainkan bersama dengan seorang pria tinggi menjulang yang postur tubuhnya tampak mencolok sedang berbincang dengannya.Zafran.‘S
“Obat anestesi hewan,” tegas Elsa sekali lagi karena tampaknya Jake tak percaya padanya begitu saja. “Anestesi … hewan?” ulang Jake, sepasang matanya benar-benar panas. Jika tak ingat ada Laura yang terbaring tak berdaya di sana, Jake mungkin saja sudah berteriak. “Iya,” jawab Elsa. Matanya lurus menatap Jake saat alisnya sedikit berkerut. “Bagaimana bisa dia meminum obat itu, Sa?” Elsa menjelaskan bahwa itu berawal dari saat Laura keguguran. Dokter mengatakan bahwa hasil tes darahnya menyebutkan ada kandungan anestesi yang cukup besar di dalamnya, dan saat Dokter memeriksa obat yang diminum Laura, ada satu obat asing yang beberapa hari kemudian dikabarkan pada Laura sebagai obat anestesi hewan. Jake membeku mendengar itu. ‘Jadi—‘ pikirnya dalam hati, ‘Jadi infeksi yang dikatakan oleh dokter itu adalah infeksi karena obat itu?’ Ia tidak bisa mengatakan apapun selama beberapa saat hingga suara Elsa kembali terdengar. “Tolong Pak Jake jawab dengan jujur,” kata Elsa. “Apakah Anda y
Setelah pergi meninggalkan ruang rawat Laura karena Farren mengingatkan Jake bahwa ia juga harus beristirahat, Jake duduk diam di atas ranjang rawatnya sekarang.Ia terus saja memutar apa yang dikatakan oleh Elsa, membenarkan bahwa semua ini bisa saja lebih dari sekadar kebetulan.Jake terjaga saat melihat kedatangan Farren dari luar yang membawa satu paper bag berukuran besar. Pemuda itu mengatakan ia akan membelikan makanan untuk Jake karena ia melihat tuannya itu benar-benar tidak nafsu makan selama berada di sini. Barangkali ia lebih berhasrat dengan makanan yang ia bawa dari luar, setidaknya pasti begitu yang ia pikirkan.“Aku belikan makanan dari luar,” kata Farren.Ia hampir berbicara tetapi sepertinya Jake lebih ingin membahas hal yang lainnya.“Ren,” panggilnya.“Iya?”“Kamu sudah mendengar apa yang aku dan Elsa bicarakan di dalam ruang rawat Laura,” ujarnya. “Bagaimana menurutmu soal itu?”Pemuda itu sekilas memiringkan kepalanya ke kiri sebelum menjawab Jake, “Aku pikir …
Zafran tahu bahwa sebenarnya kalimat Jake itu menyiratkan ia ingin mengatakan agar sebaiknya Zafran berhenti peduli pada Laura secara berlebihan.Karena bagaimanapun … status mereka masihlah suami dan istri yang sah.Tak ingin membuat Jake menunggu terlalu lama akan jawabannya, Zafran mengangguk, seulas senyumnya kembali terbit sebelum ia mengatakan, “Iya, aku tahu itu, Jake.”“Kenapa kamu terus saja ada datang ke sini?” tanya Jake, masih menatap Zafran tanpa henti.“Aku tidak memiliki niatan selain menjenguk Laura saja,” jawab Zafran. “Aku pikir tadi tidak ada yang menjaganya karena orang tuanya tidak bersedia untuk datang ke sini. Elsa semalam bilang padaku kalau dia sedang ada pekerjaan di luar, dan kamu juga sedang tahap pemulihan. Kebetulan aku sedang libur … jadi aku berinisiatif untuk datang. Tapi ternyata ada Hani di dalam, jadi aku memutuskan untuk pulang,” jelasnya panjang.Jake pun tahu bahwa Zafran sedang berusaha menjawab semua keingintahuannya, agar tak menimbulkan kesal
Seperginya Zafran, Jake masuk ke dalam kamar rawat Laura. Seorang perempuan yang tadi disebut sebagai ‘Hani’ oleh Zafran itu bangun dari duduknya yang tak jauh dari ranjang di mana Laura berbaring, saat melihat Jake. “Selamat pagi,” sapa Hani sembari menundukkan kepalanya. “Pagi. Laura ... masih belum bangun?” “Belum, Tuan Jake.” Dengan langkahnya yang tertatih Jake melangkah mendekat, ia mengamati mata terpejam Laura yang masih sama seperti pada hari sebelumnya. “Bu Laura ….” Hani membuka suaranya dengan ragu, membuat Jake menoleh kepadanya dan menunggu apa yang ingin ia katakan. “Sebenarnya Bu Laura sudah menunjukkan tanda dia sakit keras,” ucapnya. “Saya beberapa kali melihat Bu Laura tampak kesakitan dan bahkan jatuh pingsan.” Mendengar itu membuat Jake tercenung. Ia sempat berpikir bahwa Laura tampak sangat bahagia saat datang ke sana tanpa sepengetahuannya hari itu. Tapi ternyata diam-diam Laura menyimpan luka, atau betapa rapuhnya dia dan tak bisa menyembunyikan ko
Di tempat lain, Fidel dengan langkah yang terasa gamang menyusuri koridor rumah sakit. Sepasang netranya terasa panas saat ia melihat sendiri bagaimana Jake mencium Laura. Apa yang dilakukan oleh pria itu hari ini, selaras dengan apa yang pernah ia sampaikan, bahwa Jake mencintainya. Niat hati ingin menjenguknya dan meminta maaf barangkali pria itu akan terkesan, perawat justru mengatakan bahwa Jake tengah berada di ruang rawat Laura. Kemudian saat Fidel menyusul ke sana ... hal itulah yang ia lihat. Saat kakinya berdiri terpancang di luar, di dalam sana seseorang sedang dihujani cinta yang besar dari pria yang seharusnya menjadi miliknya. “Kamu benar-benar jatuh cinta pada Laura, Jake,” kata Fidel, pada dirinya sendiri sesaat sebelum ia masuk ke dalam mobilnya yang ada di parkiran lalu mengemudikannya keluar dari sekitaran rumah sakit, menerjang derasnya hujan. Matanya menghangat, kebencian tertuang begitu besar di sana, mencengkeram dadanya dan tak membiarkannya bernapas. ‘Ak
Dari yang gelap pekat, samar cahaya terlihat menyelinap saat Laura perlahan membuka matanya. Dari ketakutan karena ia seolah tak bisa melihat apapun, ia sedikit lebih tenang saat menjumpai bukan hanya dirinya satu-satunya yang ada di sini.Ia mencoba mengingat apa yang terjadi padanya, kenangannya berhenti pada saat ia limbung di ruang gawat darurat setelah ikut membawa Jake yang kala itu bersimbah darah ke rumah sakit. Selebihnya ia tak ingat lagi.Langit-langit kamar yang asing, bau obat-obatan yang seolah akan menusuk hidungnya, dan seorang pria yang menangis sembari menggenggam tangannya adalah pemandangan pertama yang ia jumpai.Jake.Pria yang menunduk di sebelah kanannya itu adalah Jake. Laura bisa mengenalinya dengan hanya melihat rambut hitamnya saja. Laura ingin memanggilnya, tetapi tidak bisa. Ada benda yang menutupi lebih dari separuh wajahnya yang ia yakini sebagai alat bantu pernapasan. Ia bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Jake, dan tanpa sadar itu membuat air ma
“Aku sudah tahu siapa yang mendonorkan darahku hari itu. Bukan Fidel, tapi kamu,” lanjutnya yang membuat Laura meremas tangannya yang ada di atas paha. Laura tersenyum kemudian saat ia mengangkat wajahnya, “Iya, benar,” jawab Laura singkat dan masih terdengar cukup lemah di telinga Jake. “Dan sudah sangat terlambat bagiku untuk mengetahui bagaimana kamu menderita selama ini tapi hanya memendamnya seorang diri,” kata Jake. “Karena sikapku itu, kamu merahasiakan semuanya. Kondisimu yang hampir lumpuh, sulitnya promil yang kamu jalani, dan obat yang selama ini menyiksamu, aku tahu semua itu, Laura,” lanjutnya panjang. Laura bisa menjumpai sesal yang hebat dari setiap kata yang ia ucap. Pria itu menggertakkan rahangnya untuk meredam suaranya yang gemetar. Laura tidak perlu menanyakan lagi dari mana Jake tahu itu semua, Elsa pasti mengatakannya pada Jake selama ia koma. “Seandainya waktu bisa diputar kembali, aku pasti akan memperbaiki semua itu,” ujarnya serak. “Sayangnya ... tidak b