Setelah mengadakan meeting kecil dengan para stafnya—sebelum ia benar-benar pergi untuk berobat—Laura mentraktir mereka semua makanan dan minuman di kafe yang ada di seberang jalan setelah butik mereka tutup lebih awal petang hari ini. Bukan hanya Laura dan para stafnya saja, tapi juga bersama dengan Elsa. “Jika ada kesulitan di sini, kalian bisa menghubungiku nanti,” ujar Elsa, menyapukan pandang pada staf milik Laura yang duduk dengannya melingkari satu meja yang sama. “Siapa tahu nanti aku bisa membantu,” lanjutnya. “Baik, Bu Elsa.” Setelah melewati beberapa percakapan dan saling bercanda, mereka berpamitan untuk pulang. Keluar dari kafe, mereka membubarkan diri setelah saling melambaikan tangan. “Mau pulang sekarang?” tanya Elsa, menoleh pada Laura yang mengangguk menjawabnya. Mereka baru saja melewati pintu gerbang kafe saat Elsa tiba-tiba berhenti dan itu membuat Laura kebingungan. Apalagi saat temannya itu memasang badan dari yang semula berada di sampingnya kini ada di
Setidaknya ... Jake ingin melakukan satu hal saja yang membuat Laura percaya bahwa hatinya telah menyerah untuk terus bersikap denial. Ia mencintainya, rasa yang terlambat ia sadari kala Laura telah pergi dari sisinya dan terasa sangat jauh seumpama matahari yang tak bisa ia gapai.Saat melihat Laura pergi dari hadapannya dan berjalan tertatih di bawah derasnya hujan, Jake menyadari tak ada lagi harapan baginya untuk mendapatkan kesempatan kedua. Dan jika benar hal itu terjadi, maka hidupnya sudah tak sama lagi. Renungan perihal kelamnya masa depan itu terhenti saat Jake melihat cahaya dari lampu mobil yang membelah petang berkabut, Laura yang berjalan untuk menyeberang jelas tidak akan bisa menghindarinya apalagi laju mobil itu semakin kencang seolah memang pengemudinya tak ingin berhenti."LAURA! AWAS—"Panggilan Elsa sepertinya tak begitu didengar oleh Laura sehingga Jake memutuskan untuk berlari dan mendekapnya. Sayangnya ... mobil itu sudah terlalu dekat sehingga ia mengumpank
Tangan Alina menunjuk pada Fidel, gadis itu berdiri tak jauh dari ranjang dan tertunduk meremas tas yang ada di tangannya. Jake tak ingin berbicara dengan orang-orang ini sementara waktu. Ia ingin ketenangan setelah ia berpikir hampir mati petang itu. “Tolong kalian semua pergilah ....” pintanya seraya menyapukan pandang pada tiga orang tersebut. “Jake—“ “Aku tidak ingin bertemu dengan kalian!” potong Jake tak mau tahu atas protes yang akan dilayangkan oleh Alina. “Pergi!” usirnya dengan suara yang lemah tetapi tak mengurangi betapa ingin meledaknya ia sekarang ini. Alina mendengus kasar, tangan ibunya itu menggandeng Fidel dan menariknya untuk meninggalkan Jake. “Ayo, Sayang!” ajak Alina pada Fidel. Jake menyaksikan gadis itu menatapnya dengan sepasang matanya yang sayu sebelum mengikuti Alina untuk keluar dari ruang rawatnya. Barack—ayahnya Jake—menepuk bahunya pelan dan mengatakan, “Cepatlah pulih!” “Tolong minta Farren untuk masuk ke dalam ruangan, Pa!” pesannya pada Ba
Jake tidak bisa mengatakan apapun selama beberapa detik. Tak pernah ada di dalam benaknya ia akan mendengar kabar seperti ini sejak ia bangun pasca operasi dan sangat ingin bertemu dengan Laura.Ia menatap Farren seraya bertanya, “Kenapa Laura koma, Ren?” “Maaf, aku tidak tahu, Tuan Jake,” jawab Farren. “Dokter tidak mengatakan kondisi pasien selain pada keluarganya, ‘kan?”“Jadi dokter mengatakannya pada orang tuanya Laura?”“Mereka tidak mau datang saat dihubungi,” jawabnya.Duri tumbuh di dalam hati Jake saat ia menyadari bahwa hingga saat-saat kritisnya bahkan tak ada yang peduli pada Laura. Istrinya itu tak ubahnya pembawa sial yang harus dibuang dan dihindari sejauh mungkin.“Mereka hanya bilang melalui telepon agar dokter melakukan yang terbaik, itu saja,” jawabnya. “Dugaan saya, dokter mengatakan alasan kenapa Nona Laura koma itu pada pengacaranya, dan pada Tuan saat sudah bangun.”Penjelasan Farren dapat dipahami oleh Jake yang memang membutuhkan penjelasan.“Jika begitu,
‘Selalu ada kemungkinan dari kata ‘tidak’.’ Jake ingat kalimat itu pernah dikatakan oleh Farren saat pemuda tersebut menyebut jika Laura bisa saja yang menjadi pendonornya, dan Jake menjawab ‘tidak mungkin’ karena golongan darahnya adalah golongan darah yang langka. Tetapi … sekarang itu telah terbukti benar. “Saat Tuan Jake ada di gawat darurat kemarin itu, aku ditanya oleh salah seorang perawat,” kata Farren, kembali membuka suaranya meski Jake tampak sepenuhnya belum siap dengan apa yang akan ia katakan selanjutnya. “Perawat bilang bisa saja mereka kekurangan stok darah saat melakukan operasi pada Tuan mengingat golongan darah Anda terbilang langka,” lanjutnya. “Aku bilang kalau golongan darah kita tidak sama, jadi aku memancing perawat dengan bertanya dulu siapa yang mendonorkan darah untuk Anda pada saat kecelakaan dua tahun lalu itu terjadi, barangkali aku bisa menghubunginya untuk meminta tolong.” Farren menghela dalam napasnya, anggukan samarnya mengiringi kalimat yan
“K-kenapa kamu mengatakan hal yang tidak masuk akal itu, Jake?” tanya Fidel tergagap. “Sudah jelas aku yang menjadi pendonormu, apakah kamu t-tidak percaya padaku?”“Aku melihat surat kesehatan milikmu yang dikirim oleh Mamaku ke kantor dalam usahanya mendesakku untuk menikahimu,” jawab Jake. “Dan di sana tertulis dengan jelas golongan darahmu berbeda denganku, Fidella Magali,” pungkas Jake dengan napas yang memburu tuannya sendiri.Bibir Fidel terbuka tanpa bisa mengatakan sesuatu, ia hanya menyuguhkan kediaman selama beberapa detik sebelum suaranya terdengar.“G-golongan darah lain bisa menjadi pendonor asalkan sesuai, ‘kan?” tanyanya berkilah.Jake tak serta merta menjawabnya, selain hanya menghela dalam napasnya dengan tak percaya pada saat ia menyadari bahwa gadis ini pandai dalam akrobatik diksi.“Golongan darah kalian tidak mungkin menjadi pendonor atau resipien bagi satu sama lain,” kata Farren karena tampaknya Jake kehilangan hasrat untuk menjelaskan hal ini pada Fidel yang t
Dengan langkah kaki yang gegas, Fidel meninggalkan ruang rawat Jake. Punggungnya yang terbalut dalam dress berwarna merah itu menghilang di balik pintu.Sedangkan Alina yang berdiri di dekat Jake dibawa duduk oleh sang suami—Barack—yang memintanya untuk tenang karena sepertinya ia juga sedang shock setelah mendengar satu demi satu penuturan Jake yang membongkar bahwa gadis itu tak sebaik yang mereka kira.“Silahkan,” ucap Farren menyodorkan satu botol minuman pada Alina karena bibirnya terlihat pucat.“Mungkin Fidel benar, Jake,” kata Alina, masih berusaha membela Fidel. “Mungkin Fidel benar saat mengatakan bahwa dia tidak ingin kehilanganmu dan melihatmu hidup dengan tidak dicintai oleh Laura,” lanjutnya.“Aku sudah menjawabnya, Mam,” kata Jake. “Aku tahu Laura mencintaiku sejak lama makanya dia bisa melakukan hal-hal yang wanita lain tidak bisa melakukannya,” lanjutnya. “Dia merahasiakan soal donor darah itu agar aku tidak terbebani dengan hutang nyawa. Dia bertahan dalam pernikahan
Keesokan paginya, Jake duduk di atas kursi roda yang baru saja disiapkan oleh Farren. Setelah memastikan pada dokter bahwa ia bisa meninggalkan ranjang rawatnya, pria itu bergegas membantunya untuk bersiap pergi melihat Laura.Sebenarnya … Jake lebih memilih untuk berjalan, tapi dokter tidak memperbolehkannya. Gelang kuning yang terpasang di lengan kirinya itu mengatakan bahwa ia adalah pasien rawan jatuh, yang artinya ia masih tidak boleh sembarangan melakukan hal sesuka hatinya.“Aku akan mengantar Anda, Tuan,” kata Farren, dari belakang Jake.Perlahan ia bergerak meninggalkan ruang rawatnya, Farren mendorong kursi rodanya untuk keluar dari sana, menyusuri koridor yang mulai sibuk, lalu-lalang orang ia jumpai tanpa henti.Tidak berapa lama, Jake bisa melihat seorang wanita yang berdiri di depan sebuah ruangan yang ia kenal sebagai Elsa.Ia tak sendiri, melainkan bersama dengan seorang pria tinggi menjulang yang postur tubuhnya tampak mencolok sedang berbincang dengannya.Zafran.‘S