Mendung kelabu yang disaksikan oleh Laura saat ia berjalan keluar dari pintu rumahnya membuat dadanya berdebar. Arak-arakannya seolah sedang memintanya kembali masuk ke dalam rumah tetapi tak mungkin Laura melakukan itu karena pagi hari ini ada yang harus ia lakukan. “Maaf menunggu, Sayang,” kata Jake dari belakangnya, yang membuat Laura menoleh dan membalas senyum prianya itu. “Tidak, Jake, aku juga baru keluar,” balas Laura seraya membantu Jake mengancingkan kemeja di pergelangan tangan kanannya. “Kamu tidak perlu ikut jika—” “Aku ingin bertemu Mama,” potong Laura sebelum Jake selesai bicara. Jake mengangguk seraya menepuk puncak kepalanya, belaiannya di pipi Laura yang mengalami pertambahan berat badan terasa lembut dan hangat saat ia mengucap, “Baiklah ... kamu tahu aku tidak mungkin menolak permintaanmu, ‘kan?” Jake mengarahkan tangannya ke depan, sebagai tempat Laura berpegangan saat mereka menuruni undakan tangga teras yang mengantar mereka memasuki mobil yang pintunya di
Setelah palu hakim diketuk, Laura melihat ibu mertuanya itu terpejam kedua matanya. Ia tertunduk dalam tangis sebelum bersalaman pada hakim yang kemudian pergi meninggalkan ruang sidang.Alina terlihat berbicara dengan pengacaranya dan beberapa petugas yang ada di sana.Ia berjalan mengayunkan langkah kakinya pada keluarganya yang duduk di belakang pembatas antara pelaku sidang dan pengunjung sebagai hadirin.Barack lebih dulu memeluknya, samar di telinga Laura ayah mertuanya itu mengatakan bahwa ini adalah waktunya untuk membuktikan ia benar-benar menyesali perbuatannya dan memperbaiki dirinya.Alina lalu mendekat pada Jake, memeluk anak lelakinya itu dan menatapnya dengan mata yang berair, “Mama akan kangen kamu, Jake,” katanya. “Apakah kamu masih mau mengunjungi Mama setelah ini?”“Aku akan mengunjungi Mama,” jawabnya. “Dengan Laura.”Alina tak bisa membendung senyumnya saat ia mengalihkan pandangannya pada Laura. “Kamu tahu kalau jawabanmu yang menentukan apakah Mama akan mendapa
“Pantas saja dia tidak membalas pesanku dari kemarin, Jake.” Laura mengatakan itu setelah Farren menghentikan mobilnya di halaman rumah dan membuka payung untuk mereka berdua. Jake yang mendengarnya memandang Laura dengan tatapan cemas, “Zafran juga tidak mengatakan apapun padaku soal itu,” sahutnya. “Mungkin Tuan Zafran merasa tidak enak jika harus membicarakan masalah rumah tangganya pada Anda, Tuan Jake,” sambung Farren yang berdiri di sebelah kanannya. “Apa mungkin itu ada kaitannya dengan wanita bernama Xandara itu?” tanya Jake, yang tak akan tahu bahwa Zafran dan Elsa tengah berseteru jika bukan dari Farren—yang itu pun juga diberitahu oleh Andy. “Benar,” jawab pemuda itu seraya mengangguk. “Meski Andy juga tidak tahu bagaimana persisnya, tapi Tuan Zafran mengatakan padanya bahwa Nona Elsa salah paham.” “Wanita itu pasti membuat skenario seolah dia dekat dengan Zafran,” imbuh Laura. “Melihat dari bagaimana kecewanya Elsa, itu pasti sangat menyakitinya.” Jake dan Farren mend
Laura bisa melihat wajah kusut Zafran saat mereka bertemu di rumah sore hari ini.Jake yang mengundangnya untuk datang.Agar bisa sedikit menghibur hatinya yang gundah sekaligus mengajaknya bertukar pikiran, Zafran datang dan menyapa mereka dengan senyum yang terlihat sangat jelas ia paksakan."Kamu tidak punya setrika di rumah? Kenapa wajahmu kusut begitu?" tanya Jake yang berdiri di samping kanan Laura, menyambut kedatangannya di dekat ruang tamu.Laura yang mendengarnya dengan cepat menyenggol siku Jake, mengisyaratkan barangkali menggoda Zafran dengan candaan terdengar kurang tepat di saat seperti ini.Yang ditanya hanya mendorong napasnya dengan berat, "Wajah kusutku ini tidak bisa dirapikan dengan setrika," tanggapnya. "Tapi hanya dengan kedatangan Elsa.""Pak Zafran silakan duduklah dulu," pinta Laura mempersilakan.Saat mereka sudah duduk di sofa ruang tamu, Jake memulai percakapan dengan bertanya, "Masih belum ada kabar darinya sama sekali?"Zafran menggeleng, "Aku berusaha m
Seorang wanita tengah memandang wajahnya yang terpantul di cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Ia tersenyum saat membubuhkan lipstik berwarna merah di bibirnya sehingga wajah cantiknya menjadi semakin sempurna. "Cantik sekali, Nona Xandara," puji sebuah suara yang membuatnya menoleh ke belakang. Xandara, wanita yang tengah bersolek di depan cermin itu adalah Xandara. Memoles bibirnya agar berwarna merah telah menjadi kebiasaannya setiap pagi. Ia mengangguk pada wanita paruh baya yang memandanginya seraya menjawab, "Aku memilih ini dan berpikir cocok, terima kasih atas pujiannya." “Sama-sama, Nona.” Wanita tersebut kemudian menunduk undur diri meninggalkan kamar seraya membawa keranjang pakaian kotor. Suara pintu yang tertutup dari luar membuat Xandara menunduk dan tertawa lirih, benaknya tentu saja senang dan membenarkan pujian dari salah satu pelayannya itu. "Aku pasti cantik bagi semua orang, kecuali di mata Zafran yang buta," gumamnya. "Dia hanya bisa melihat si Elsa
Kemarin, Zafran mengatakan pada Andy bahwa ia akan pergi keluar kota untuk menyusul Elsa.Tadinya, Andy ingin mengantar Zafran. Tapi mengingat ada beberapa pertemuan yang tak bisa dibatalkan, maka Zafran mendelegasikan pekerjaan itu pada Andy, dan tuannya itu pergi bersama dengan sopirnya. Tak Andy sangka, ia yang baru saja tiba di RY Holdings justru bertemu dengan Kim serta anak perempuannya, Xandara. Wanita penyebab kekacauan dalam rumah tangga Zafran itu berada di depannya sekarang ini.Saat Kim mengatakan bahwa pria paruh baya itu ingin bertemu dengan Zafran, Andy menyebut bahwa Zafran sedang bersama dengan Elsa untuk mengambil foto post wedding.Ia tak tahu ada niatan apa dua orang itu datang ke sini, tapi menjaga kerahasian perihal yang terjadi pada Elsa dan Zafran telah menjadi keputusannya.Raut terkejut bisa ia lihat pada wajah Xandara yang pias.Wanita itu terlihat meremas tas yang ia bawa di tangan kanannya erat-erat saat senyum yang terlukis di bibirnya mengiringi tanya,
Memasuki rumahnya, Xandara melempar tas yang ia bawa ke lantai dengan kasar. Suaranya menggema mengisi kekosongan penjuru ruang tamu. Benda-benda yang ada di dalamnya berhamburan saat matanya yang berair memandangnya dengan marah. Bukan hanya karena omongan para staf milik Zafran yang kurang ajar, ia juga sangat marah pada kalimat Andy yang mengatakan bahwa pria itu sedang tidak ada di Jakarta, melainkan di luar kota—yang tak jelas di mananya—untuk mengambil foto postwedding. “Bukannya Anya bilang kalau mereka bertengkar?” gumam Xandara, menata napasnya yang tak beraturan. Mengingat pesan yang ia dapat tadi agi dari managernya—Anya—yang mengatakan bahwa wanita itu tak ada di rumah karena bertengkar dengan Zafran. Tapi rupanya itu salah! Ia tak ada di rumah karena ia pergi dengan Zafran. ‘Sialan ....’ umpatan lolos dari benaknya. “Dia pasti akan datang menemui Papa dan memohon agar kerja sama itu tidak dibatalkan, Xandara. Jangan khawatir ....” ucap Kim yang datang dari belakang
“Lepas!” kata Elsa, memberontak melepaskan diri dari Zafran yang baru saja membisikkan, ‘Aku merindukanmu, Elsa ....’“Lepas, Zaf!” tegasnya sekali lagi.Ia menarik dirinya dari Zafran yang lebih memilih untuk mengalah daripada memperkeruh pertengkaran mereka menjadi semakin buruk.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Elsa, memalingkan wajahnya, menghindari Zafran yang justru tak berpaling darinya sama sekali.“Menyusul istriku,” jawabnya. “Aku mencarinya karena dia menghilang saat kesalahpahaman di antara kami belum teruraikan.”“Siapa yang memberitahumu aku di sini?”“Apakah itu penting sekarang?” tanya Zafran balik.Ia mendorong napasnya, menimbulkan asap tipis yang keluar dari bibirnya akibat dari dinginnya udara di sekitar ia berdiri.“Apakah jauh lebih penting mengetahui siapa yang memberi tahuku kamu disini daripada harus membicarakan apa yang membuat kita terpisah begini, Elsa?”“Apa yang mau kamu katakan, Zaf?” tanya Elsa setelah keheningan terjadi beberapa lama. Tak ada
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau