“Bagaimana bisa dia menjadi perpanjangan tangannya Fidel, Sayang?” tanya Jake setelah ia meletakkan gelas kopinya. “Mau mengingat sesuatu?” ajak Laura yang diiyakan oleh dua pria di sebelahnya ini. “Kamu bilang kalau tersebarnya foto skandal itu dilakukan oleh Varo,” terang Laura pertama-tama. “Lalu orang asing yang kita duga sebagai donatur yang datang ke rumah Bu Farida itu adalah seorang pria. Serta orang yang menjual mobil yang dipakai untuk menabrak kamu ke penadah mobil bekas itu juga seorang pria, Jake,” jelasnya. “Bagaimana jika mereka sebenarnya adalah pria yang sama?” Ketegangan mengambil alih atmosfer di sekitar mereka kala gelap di luar berubah menjadi semakin pekat. Samar terdengar suara guyuran gerimis yang rintik kecilnya menerpa atap dan mengubah tanaman yang sejauh jangkauan pandang mereka menjadi basah oleh airnya. Melihat keheningan yang disuguhkan oleh Jake serta Farren membuat Laura yakin bahwa mereka memahami maksud kalimatnya. Tiga kejadian, dengan satu kes
Beberapa waktu berlalu … pernikahan Farren dan Hani dilaksanakan. Malam yang cukup cerah untuk sebuah resepsi yang indah dan hangat. Di dalam ballroom salah satu hotel HZ Empire yang disarankan oleh Jake untuk Farren, harum bunga semerbak menyambut tamu undangan. Tidak begitu glamour, kesan lembutnya seperti bertujuan untuk mempererat orang-orang yang hadir pada malam bahagia itu.Ayahnya Hani yang pernah mereka pikir tak akan merestui hubungan ini pada kenyataannya menjadi orang yang senyumnya paling bahagia. Apalagi saat beliau mengantar anak perempuannya menuju pada Farren yang menunggunya di ujung permadani.Malam yang menjadi saksi betapa arus kehidupan teah membuat seorang Farren yang semula tak ingin menikah telah berputar arah dengan akan lebih dulu menjadi seorang ayah.“Kita temui mereka,” bisik Jake pada Laura yang semula duduk di kursi undangan.“Iya, ayo ….”Laura melingkarkan tangannya pada lengan Jake yang terbalut dalam jas hitam kala mereka melangkah menuju pada Farr
Melalui pintu keluar sebuah kafe, Elsa tampak melambaikan tangannya pada seorang pria dalam kemeja warna putih yang berjalan berlawanan arah dengannya. “Thank you, Elsa,” ucap si pria dengan senyum yang terkembang. “Anytime, Rey,” balas Elsa sebelum mereka benar-benar berpisah saat pria itu menghilang di balik pintu mobilnya yang parkir lebih dekat dengan bangunan utama kafe. Seperginya dari pesta pernikahan Farren dan Hani, Elsa memang datang ke kafe ini untuk bertemu degan pria yang ia panggil sebagai ‘Rey’ itu karena— “Zafran?” sebut Elsa saat ia melihat Zafran yang berdiri tak jauh dari mobilnya. Membuatnya berhenti berpikir sekaligus berhenti dari langkahnya. Zafran yang tadinya menunduk pada paving halaman dengan gegas mengangkat wajahnya begitu namanya disebut. Ia melemparkan seulas senyumnya pada Elsa yang menengok ke kanan dan ke kiri dengan bingung. Arti tatapannya selaras dengan kalimat yang keluar dari bibirnya saat ia bertanya, “Ap-apa yang kamu lakukan di sini?” “M
Rambut hitam Elsa yang lebih panjang dari bahu ringkihnya itu menjadi pemandangan terakhir Zafran sebelum ia membawa langkah kakinya untuk menyingkir. Sedan hitamnya meninggalkan parkiran sekaligus meninggalkan Zafran yang matanya terpejam tanpa daya. ‘Berantakan …’ gumamnya dalam hati kemudian gegas mengayunkan kakinya memasuki mobilnya yang terparkir tak jauh dari mobil Elsa berada sebelumnya. Kedua bahunya jatuh saat ia melihat sebuket bunga mawar merah yang cantik yang rencananya akan ia berikan pada Elsa, tapi itu gagal karena Zafran melihatnya bersama dengan pria itu—yang ia salahpahami sebagai kekasih Elsa, padahal bukan! Padahal ia sudah berencana meminta maaf karena membuatnya bingung akhir-akhir ini, ia ingin mengatakan ia ingin hubungan mereka yang hangat seperti sebelumnya, bukan tatap mata atau cara bicara yang dingin seperti palung Mariana. ‘Apa yang harus aku lakukan sekarang?’ batin Zafran, mengemudikan mobilnya di jalan raya yang tak lagi menunjukkan tanda-t
⚠️⚠️ TRIGGER WARNING ⚠️⚠️ Bab memuat konten yang mengandung kekerasan dan dapat memicu rasa tidak nyaman. Harap bijak dalam membaca. ———— Elsa ditarik untuk bangun, entah berapa kali tangan besar pria itu melayang mengenai rahang kecilnya. Membuat gigi dan lidahnya bertabrakan hingga menimbulkan darah yang mengalir pada sudut bibirnya. Ia tak bisa membayangkan selama menikah neraka macam apa yang harus diterima oleh kliennya yang bernama Risa itu untuk sudah hidup dengan suami ringan tangan yang diketahuinya bernama Louis ini. Pria itu tertawa saat Elsa terengah-engah bersimpuh menopang berat tubuhnya di atas aspal, di tepi jalan yang hampir—atau tak ada—satu orang pun yang melintas di sana. Napasnya yang berbau alkohol berembus di depan wajah Elsa yang mendengarnya berbisik, “Kamu pastinya sangat tahu bahwa pekerjaanmu ini memiliki resiko yang besar,” tuturnya, berlutut di depan Elsa dan meraih kasar dagunya yang sudah basah oleh darah. “Jadi mungkin seperti inilah salah satu
Elsa melihat pria yang tadinya telah duduk di kursi kemudi bersama dengan Louis itu turun dengan segera. Di dalam sini hanya ada dirinya yang merasakan setiap ruas di tubuhnya seolah remuk.Dengan tangan yang gemetar dan kebas, Elsa meraih pintu mobil dan membukanya. Ia tertatih keluar, mencoba berdiri tegak atau lari namun tidak bisa sehingga ia duduk merosot di dekat jeep dengan mata yang ia tajamkan untuk mengidentifikasi siapa pria yang ada di seberang sana.Siapa itu yang rahangnya menegang tajam seolah akan membunuh apapun yang dijumpainya?Matanya yang cokelat gelap dikenali oleh Elsa sebagai, “Zafran?” gumamnya lemah.Elsa melihatnya menerjang Louis dengan menggunakan kakinya hingga terpelanting. Louis jatuh ke tepi jalan dengan suara punggung yang membentur aspal hitam.“Beraninya ….” desisnya tak memberi ampun.Zafran membuat pria itu bertekuk lutut saat tangannya yang terkepal erat melayang menghantam rahang Louis.Ia tak datang sendirian, ada satu pria lain bersama dengan
Elsa membuka matanya saat mendengar suara pintu yang tertutup. Matanya mengamati sekitar, langit-langit yang asing yang tak pernah ia jumpai sebelumnya. Tubuhnya terasa dingin dan menggigil saat mengingat semalam ia hampir saja menjadi korban .... "Akh ...." rintihnya saat ia bangun dan duduk, merasakan ngilu di sekujur badannya. Wajahnya terasa nyeri, rahangnya sakit. Matanya berair saat ia memandang kakinya yang tertutup oleh selimut yang lembut dan hangat. ‘Rumah sakit,’ batinnya. ‘Tapi bagaimana caranya—‘ Ia berhenti berangan. Ingatannya menemukan bagaimana caranya ia bisa sampai di sini, berbaring di atas ranjang rumah sakit yang nyaman, lengkap dengan tangannya yang tergantung selang infus. Zafran yang membawanya ke sini. Pria itu ia jumpai berada di dekat pintu, memandangnya dengan penuh rasa syukur sebelum mengayunkan kakinya untuk mendekat seraya berujar, “Kamu sudah sadar?” Elsa mengangguk samar, menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya saat memori di kepalany
Laura berjalan dengan gegas bersama dengan Jake di sisi kanannya yang menggenggam erat jemari Laura, mengaitkannya sehingga tindakan itu mencegahnya untuk tidak berlari. Mereka sedang berada di lorong rumah sakit pagi menuju siang hari ini, untuk menjenguk Elsa.Tadi malam, Jake mendapat pesan dari Zafran yang memberinya kabar perihal Elsa yang menjadi korban kekerasan dan ia bawa ke rumah sakit.Jake ingin memberitahukannya pada Laura tetapi karena istrinya itu telah terlelap maka Jake mengurungkannya dan baru mengatakan tadi pagi setelah ia datang dari ruang olahraga dan menemui Laura yang ada di kamar mandi.“Di sini?” tanya Laura, memastikan pada Jake saat mereka tiba di depan sebuah pintu berdaun dua di barisan ruangan presidential suite.“Iya, Sayang.”Laura mengetuk pintunya, tidak terlalu keras, mengantisipasi jika di dalam Elsa masih belum bangun. Pintunya terbuka, mereka menjumpai Zafran yang muncul lebih dulu kemudian mempersilahkan mereka masuk.“Elsa,” panggil Laura, me