⚠️⚠️ TRIGGER WARNING ⚠️⚠️ Bab memuat konten yang mengandung kekerasan dan dapat memicu rasa tidak nyaman. Harap bijak dalam membaca. ———— Elsa ditarik untuk bangun, entah berapa kali tangan besar pria itu melayang mengenai rahang kecilnya. Membuat gigi dan lidahnya bertabrakan hingga menimbulkan darah yang mengalir pada sudut bibirnya. Ia tak bisa membayangkan selama menikah neraka macam apa yang harus diterima oleh kliennya yang bernama Risa itu untuk sudah hidup dengan suami ringan tangan yang diketahuinya bernama Louis ini. Pria itu tertawa saat Elsa terengah-engah bersimpuh menopang berat tubuhnya di atas aspal, di tepi jalan yang hampir—atau tak ada—satu orang pun yang melintas di sana. Napasnya yang berbau alkohol berembus di depan wajah Elsa yang mendengarnya berbisik, “Kamu pastinya sangat tahu bahwa pekerjaanmu ini memiliki resiko yang besar,” tuturnya, berlutut di depan Elsa dan meraih kasar dagunya yang sudah basah oleh darah. “Jadi mungkin seperti inilah salah satu
Elsa melihat pria yang tadinya telah duduk di kursi kemudi bersama dengan Louis itu turun dengan segera. Di dalam sini hanya ada dirinya yang merasakan setiap ruas di tubuhnya seolah remuk.Dengan tangan yang gemetar dan kebas, Elsa meraih pintu mobil dan membukanya. Ia tertatih keluar, mencoba berdiri tegak atau lari namun tidak bisa sehingga ia duduk merosot di dekat jeep dengan mata yang ia tajamkan untuk mengidentifikasi siapa pria yang ada di seberang sana.Siapa itu yang rahangnya menegang tajam seolah akan membunuh apapun yang dijumpainya?Matanya yang cokelat gelap dikenali oleh Elsa sebagai, “Zafran?” gumamnya lemah.Elsa melihatnya menerjang Louis dengan menggunakan kakinya hingga terpelanting. Louis jatuh ke tepi jalan dengan suara punggung yang membentur aspal hitam.“Beraninya ….” desisnya tak memberi ampun.Zafran membuat pria itu bertekuk lutut saat tangannya yang terkepal erat melayang menghantam rahang Louis.Ia tak datang sendirian, ada satu pria lain bersama dengan
Elsa membuka matanya saat mendengar suara pintu yang tertutup. Matanya mengamati sekitar, langit-langit yang asing yang tak pernah ia jumpai sebelumnya. Tubuhnya terasa dingin dan menggigil saat mengingat semalam ia hampir saja menjadi korban .... "Akh ...." rintihnya saat ia bangun dan duduk, merasakan ngilu di sekujur badannya. Wajahnya terasa nyeri, rahangnya sakit. Matanya berair saat ia memandang kakinya yang tertutup oleh selimut yang lembut dan hangat. ‘Rumah sakit,’ batinnya. ‘Tapi bagaimana caranya—‘ Ia berhenti berangan. Ingatannya menemukan bagaimana caranya ia bisa sampai di sini, berbaring di atas ranjang rumah sakit yang nyaman, lengkap dengan tangannya yang tergantung selang infus. Zafran yang membawanya ke sini. Pria itu ia jumpai berada di dekat pintu, memandangnya dengan penuh rasa syukur sebelum mengayunkan kakinya untuk mendekat seraya berujar, “Kamu sudah sadar?” Elsa mengangguk samar, menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya saat memori di kepalany
Laura berjalan dengan gegas bersama dengan Jake di sisi kanannya yang menggenggam erat jemari Laura, mengaitkannya sehingga tindakan itu mencegahnya untuk tidak berlari. Mereka sedang berada di lorong rumah sakit pagi menuju siang hari ini, untuk menjenguk Elsa.Tadi malam, Jake mendapat pesan dari Zafran yang memberinya kabar perihal Elsa yang menjadi korban kekerasan dan ia bawa ke rumah sakit.Jake ingin memberitahukannya pada Laura tetapi karena istrinya itu telah terlelap maka Jake mengurungkannya dan baru mengatakan tadi pagi setelah ia datang dari ruang olahraga dan menemui Laura yang ada di kamar mandi.“Di sini?” tanya Laura, memastikan pada Jake saat mereka tiba di depan sebuah pintu berdaun dua di barisan ruangan presidential suite.“Iya, Sayang.”Laura mengetuk pintunya, tidak terlalu keras, mengantisipasi jika di dalam Elsa masih belum bangun. Pintunya terbuka, mereka menjumpai Zafran yang muncul lebih dulu kemudian mempersilahkan mereka masuk.“Elsa,” panggil Laura, me
Seperginya Laura serta Jake, Zafran kembali memandang Elsa yang wajahnya membiru. “Istirahatlah ….” pintanya. “Aku akan membangunkanmu saat jam makan siang dan minum obat nanti.” Elsa mengangguk. Jemarinya yang terasa nyeri meremas selimut yang menutupi lebih dari separuh tubuhnya. “Apakah kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Zafran memastikan. “Tidak.” “Baiklah, jika begitu aku akan membiarkanmu istirahat.” Senyumnya yang manis terlihat sebelum Zafran memutar tubuhnya untuk beranjak. Elsa memandangi punggung bidangnya yang terbalut dalam kemeja hitam. Saat pria itu mengambil langkah pertamanya, Elsa mencegahnya berlalu begitu saja. “Zaf,” panggilnya yang seketika membuat pria itu kembali menatapnya. “Iya?” “Kamu bilang—“ Elsa tampak ragu. Ia mempertimbangkan apakah ia harus menanyakan ini ataukah tidak. “Apa, Elsa?” tanya Zafran. Pria itu memutuskan untuk tidak pergi dan duduk di kursi yang ada di dekat tempat tidur. “Apa yang ingin kamu katakan?” “Tadi kamu bilang kalau ...
Fidel memeluk tubuhnya sendiri, menggigil sewaktu mendengar jatuhnya suara ikat pinggang yang bergema di lantai.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Erick yang berdiri beberapa jarak di samping kiri Fidel. Pria itu berdiri di sana sebelum tinggi tubuhnya terpangkas drastis saat ia berlutut dan meraih kedua tangan Fidel agar ia bangkit.“Jangan duduk di lantai ….” pintanya lembut. Fidel mengangkat wajahnya untuk menemukan manik hazel Erick yang terlihat berbinar. “Di luar sedang hujan dan lantainya dingin ….”‘Sebaiknya kita membuatnya menjadi panas, Sayangku.’ Fidel sudah berpikir Erick akan mengatakan hal itu, tetapi ... dugaannya salah!Tak seperti biasanya, pria itu justru menyunggingkan senyumnya yang merekah. “Duduklah di atas atau di tempat yang hangat, nanti kamu sakit kalau kamu duduk di lantai,” lanjutnya.Fidel sejenak tertegun. Ia memandangi Erick dengan matanya yang cekung hingga pria itu terus menariknya dan membawanya keluar dari kamar.“Apakah kamu menungguku pulang?
Laura dan Jake baru saja pergi dari rumah sakit tempat Elsa dirawat. Orang tua Elsa sudah kembali dari luar kota sejak kemarin sehingga mereka sempat bertemu ayah dan ibunya saat menjenguk tadi. Laura tersenyum saat mengingat wajah Elsa yang tak sesendu saat mereka berkunjung sebelumnya. Senyumnya itu bisa dilihat oleh Jake yang dengan penasaran bertanya, “Ada apa, Sayang?” tanyanya, memandang Laura yang berjalan di samping kirinya. “Aku hanya senang melihat Elsa yang tidak sedih seperti sebelumnya, Jake,” jawabnya. “Sepertinya … dia dan Zafran sudah menyelesaikan sengketa perasaan mereka itu.” Jake mengangguk, menyetujuinya. “Benar, sepertinya benang kusut itu sudah bisa mereka uraikan.” Keduanya tertawa sebelum memasuki pintu utama sebuah restoran untuk makan malam sebelum kembali ke rumah petang ini. “Laura!” sapa sebuah suara wanita yang datang dari belakang mereka. Saat Laura menoleh, ia menjumpai wajah tak asing yang cukup lama tak ditemuinya secara langsung. “Samantha,”
“Malam sebelum acara, model mendapat ancaman jika mereka sampai datang ke sana maka mereka tidak akan selamat,” kata Samantha. “Dan mereka tidak perlu datang karena perancangnya seorang desainer yang tidak terkenal.”Mendengar penjelasan yang selama ini baru ia dapatkan sekarang itu membuat Laura tercenung. Sendok dan garpu terlepas dari tangannya saat bibirnya terbuka tanpa bisa bertutur kata.Sepasang matanya menghangat saat ia mencoba meneguhkan dirinya ketika bertanya, “Sam … apakah temanmu itu juga mengatakan siapa yang membayar para model?”Samantha menggeleng dengan cepat, “Tidak, Laura …” jawabnya. “Dia hanya cerita soal itu, Dan aku terkejut karena ternyata itu adalah peragaan busanamu?”Seketika rahang tegas Jake menggertak, ia meraih gelas minuman dan meneguknya hingga tandas.“Apakah mungkin itu pesaingmu, Laura?” tanya Kevin setelah turut menghabiskan minumannya juga. “Mungkin orang itu tidak ingin kamu mengadakan acara dan membawa gaun yang bagus?”“Atau—“ Jake menyahut
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau