Laura dan Jake baru saja pergi dari rumah sakit tempat Elsa dirawat. Orang tua Elsa sudah kembali dari luar kota sejak kemarin sehingga mereka sempat bertemu ayah dan ibunya saat menjenguk tadi. Laura tersenyum saat mengingat wajah Elsa yang tak sesendu saat mereka berkunjung sebelumnya. Senyumnya itu bisa dilihat oleh Jake yang dengan penasaran bertanya, “Ada apa, Sayang?” tanyanya, memandang Laura yang berjalan di samping kirinya. “Aku hanya senang melihat Elsa yang tidak sedih seperti sebelumnya, Jake,” jawabnya. “Sepertinya … dia dan Zafran sudah menyelesaikan sengketa perasaan mereka itu.” Jake mengangguk, menyetujuinya. “Benar, sepertinya benang kusut itu sudah bisa mereka uraikan.” Keduanya tertawa sebelum memasuki pintu utama sebuah restoran untuk makan malam sebelum kembali ke rumah petang ini. “Laura!” sapa sebuah suara wanita yang datang dari belakang mereka. Saat Laura menoleh, ia menjumpai wajah tak asing yang cukup lama tak ditemuinya secara langsung. “Samantha,”
“Malam sebelum acara, model mendapat ancaman jika mereka sampai datang ke sana maka mereka tidak akan selamat,” kata Samantha. “Dan mereka tidak perlu datang karena perancangnya seorang desainer yang tidak terkenal.”Mendengar penjelasan yang selama ini baru ia dapatkan sekarang itu membuat Laura tercenung. Sendok dan garpu terlepas dari tangannya saat bibirnya terbuka tanpa bisa bertutur kata.Sepasang matanya menghangat saat ia mencoba meneguhkan dirinya ketika bertanya, “Sam … apakah temanmu itu juga mengatakan siapa yang membayar para model?”Samantha menggeleng dengan cepat, “Tidak, Laura …” jawabnya. “Dia hanya cerita soal itu, Dan aku terkejut karena ternyata itu adalah peragaan busanamu?”Seketika rahang tegas Jake menggertak, ia meraih gelas minuman dan meneguknya hingga tandas.“Apakah mungkin itu pesaingmu, Laura?” tanya Kevin setelah turut menghabiskan minumannya juga. “Mungkin orang itu tidak ingin kamu mengadakan acara dan membawa gaun yang bagus?”“Atau—“ Jake menyahut
Rencana untuk membuat pria yang mereka duga sebagai perpanjangan tangan Fidel itu berhasil. Di sinilah ia sekarang. Varo, yang kembali bekerja di kantor utama dan sepertinya tak meletakkan kecurigaan pada Jake ataupun Farren. Jake yang baru saja membalas sapaan Varo menyenggol lengan Farren, isyarat matanya mengatakan agar pemuda itu juga melakukan hal yang sama—membalas sapaannya. “Pagi juga,” ucap Farren akhirnya. “Terima kasih karena sudah diberi kesempatan untuk kembali ke sini, Tuan Jake, Pak Farren,” katanya. “Bekerjalah dengan baik dan jangan membuat ulah!” ingatkan Farren yang disambut oleh anggukan darinya. “Siap, akan saya ingat dengan baik.” Ia kembali menunduk sebelum berjalan meninggalkan Jake serta Farren. Dari tempat mereka berdiri, pria itu terlihat menyapa beberapa teman lamanya. Pintu lift terbuka yang membuat Jake masuk lebih dulu ke sana diikuti oleh Farren yang mengekor di belakangnya. “Wajahmu tadi sangat kelihaan kalau kamu tidak suka dengan kedatangann
Farida yang melihat Laura sangat terkejut, ia bangun dari kursi kecil tempat ia duduk dan bibirnya gemetar saat menyebut, “N-Nona Laura?”Laura mengangguk, merekahkan senyum saat sekilas menunduk dan menjawab, “Iya, Bu. Saya Laura,” katanya. “Saya mencari Bu Farida ke rumah lama tapi orang yang di sana bilang bu Farida sudah pindah.”“Nona datang ke sana?” ulang Farida memastikan.“Iya, saya mencari Bu Farida selama ini.”“Saya memang pindah, Non,” kata Farida. “Saya tidak sanggup kalau harus membayar uang kontrak yang diminta sekali bayar di muka, jadi saya pindah dan memilih kos di tempat lain,” jelasnya.“Apakah Bu Farida sakit?” tanya Laura, memindai Farida dan pakaiannya yang terlihat lusuh.“Tidak,” jawabnya. “Hanya … sedang tidak enak badan saja.”Dan Laura tahu bahwa itu adalah sebuah kebohongan.Ia pasti tidak ingin mengumbar kesedihan atau betapa sengsaranya ia di depan Laura.“Bagaimana jika Bu Farida ikut dengan saya?” tawar Laura, menjaga nada bicaranya agar Farida tidak
“Ah—“ Laura terperanjat saat sebuah kecupan tiba di leher sebelah kanannya. Saat ia menoleh ke belakang, kini giliran bibirnya yang bertemu dengan bibir menawan milik—siapa lagi jika bukan—Jake. “Kamu mengejutkanku!” protes Laura yang membuat Jake tak bisa menahan senyumnya. Sudah sejak pagi Laura menghilang dari kamar. Ia bangun lebih awal dan melakukan sedikit kesibukan di dapur. Bersama dengan Rani, mereka telah membuat beberapa menu sarapan sederhana yang pernah dijanjikan oleh Laura yang tak pandai memasak itu untuk Jake. Dan Laura cukup terkejut karena saat ia mencuci buah Jake datang tanpa ia sadari, memeluk dan menciumnya dari belakang. Tidak … sekarang bahkan lebih dari itu karena prianya itu menjatuhkan dagunya ke bahu Laura yang sibuk dengan buah di wastafel. “Oh? Bukankah itu ukurannya sebesar milik kamu—“ Jake berhenti bicara saat Laura menoleh padanya dengan mata yang menyipit kesal. Kedua bahunya jatuh saat ia tahu betul apa yang ingin dikatakan oleh Jake saat ia m
Varo tak serta-merta menjawabnya, ia tampak bingung. Raut wajahnya menunjukkan betapa ia ingin segera pergi dari ruangan itu tetapi tidak bisa.“Kamu tidak mendengar Nona bertanya padamu?” tanya Farren, dengus napasnya terdengar berat saat alisnya yang lebat berkerut memandang pemuda itu. “Siapa yang menyuruhmu?”Varo menelan ludahnya dengan kasar, pupil matanya bergerak tidak stabil ke kiri serta ke kanan. Kegugupan melandanya dengan amat hebat.“Kemarikan ponselmu!” pinta Farren, tangan kanannya mengarah ke depan.“Untuk apa?”“Ada sesuatu yang harus aku pastikan.”“Tidak bisa,” tolak Varo. “Memeriksa ponsel orang lain sama dengan—““Pelanggaran privasi?” potong Farren tak peduli. “Iya,” jawab pemuda itu dengan yakin.“Apakah kamu lupa kalau kamu juga sudah pernah melakukan hal yang sama buruknya?” cecar Farren. “Jangan lupakan bagaimana kamu menyebarkan foto Tuan Jake dan itu mengakibatkan skandal tak berdasar sampai seisi gedung ini menganggap itu sebagai sebuah bentuk perselingk
“Sebegitu setianya kamu pada Fidel?” lanjut Laura, bertanya seraya membantu Farida untuk bangun, begitu juga dengan Jake agar wanita itu duduk di tempat yang lebih nyaman, bukan di lantai yang dingin seperti ini. “Aku merasa sangat bodoh karena tidak memeriksa latar belakang hubunganmu dengan Fidel,” gumam Farren. “Jadi apa yang sudah kamu temukan, Ren?” tanya Jake, berdiri di samping Laura yang baru saja mengambilkan Farida minuman. “Dia adalah anak sopirnya Johan, Tuan Jake,” jawab Farren. “Anak sopirnya ayah Fidel?” ulang Jake memperjelas. “Iya. Makanya dia sangat menurut pada Fidel karena merasa harus balas budi setelah keluarga Magali menyekolahkannya dulu.” Laura yang mendengar itu mendengus tak habis pikir. ‘Fidel benar-benar memanfaatkan semua orang agar dia tidak melakukan kejahatannya seorang diri,’ batinnya masih sangat marah. “Artinya dia suka bersikap adil?” tanya Jake yang mendapat sambutan dari Farren dengan anggukan, “Harusnya begitu.” “Kalau begitu balas juga
“Brengsek!” umpat Jake setelah ia mendorong Varo memasuki lift dan membawanya untuk turun ke lantai bawah. Jake tertawa sinis saat mengatakan, “Aku tidak habis pikir bahwa ada orang yang mengkhianatiku padahal dia juga hidup dengan bekerja di tempatku seperti ini.” Varo berdiri di sudut lift, memandang Jake sementara tangannya mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya. Sakit sekali! Pukulan Jake pada kepalanya dibumbui oleh amarah yang hebat sehingga dorongannya membuat rahangnya seolah-olah akan patah. “Sebelumnya Fidel yang sangat pintar menipuku,” gumamnya, memindai Varo yang tak berani bergerak satu inci pun dari tempat ia berdiri. Jake membuatnya terjebak dalam ruangan sempit yang tak memungkinkan baginya untuk lari. “Dan sekarang aku mendapati manusia yang sama menjijikkannya seperti Fidel.” “Maafkan saya, Tuan Jake,” jawab Varo setelah lift turun melewati lantai tujuh. “Jika kamu ada di posisiku, apa kira-kira kamu akan memberi maaf?” tanyanya. “Saya—“ “Istriku