“Lalu, apa yang dikatakan oleh Tania, Jake?” tanya Laura. “Roy masih belum tahu kelanjutannya, Sayang,” jawab Jake sembari mengembalikan ponselnya ke atas meja. “Dia akan mencari tahunya lebih jelas di kantor polisi. Makanya aku memintanya untuk mengabari lagi nanti.” Laura mendorong napasnya, ada sedikit kelegaan yang dijumpai oleh Jake saat kedua bahu istrinya itu jatuh. “Kenapa?” tanya Jake, masih dengan erat melingkarkan tangannya pada pinggang Laura. “Tidak,” jawabnya. “Sebenarnya selama ini aku masih diam-diam berharap Tania akan mengakui dan jujur bahwa yang dia lakukan itu memang karena dia disuruh oleh seseorang,” lanjut Laura. “Aku harap ... kali ini dia mengubah kesaksiannya dengan mengatakan sebuah kejujuran.” Jake mengangguk setuju, “Aku pun juga begitu,” tanggapnya. “Untuk wanitaku yang cantik ini ... keadilan harus ditegakkan.” Senyum Jake yang manis kembali dilihat oleh Laura. Sepasang alis lebatnya yang tadi hampir bersinggungan kala menerima panggilan dari Roy
‘Benar ....’ batin Laura menyetujui Rani diam-diam. Fidel bisa saja melampiaskan kekesalannya pada Tania yang ia anggap gagal membuatnya bertahan di rumah ini.Maka dari itulah Tania membawakan lebih banyak obat dalam strip hijau untuk Laura dan memastikan ia untuk meminumnya.“Ada apa?” tanya suara bariton seorang pria yang mendekat di antara Laura serta Rani berdiri.Jake.Pria itu melemparkan senyumnya pada Laura lalu pada Rani dan pelayan yang lain yang serempak menyapanya dengan kalimat “Selamat malam.”“Selamat malam,” balas Jake, sebelah tanganya seperti secara otomatis melingkari pinggang Laura yang tentu saja tidak sempat mencegahnya. “Apa yang kalian bicarakan?” tanyanya sekali lagi. “Kelihatannya sangat serius.”“Hanya sedikit soal Tania,” jawab Laura singkat.“Aku pikir kamu mengadu pada Bu Rani soal kenapa kamu lebih dulu kabur dari kamar, Sayang,” godanya yang membuat Laura menyenggol pinggangnya.“Jangan hiraukan dia!” pinta Laura pada semua orang yang sudah menahan sen
Laura terdiam cukup lama, mencoba mengingat lebih banyak ke belakang. Pada celah mana ia bisa menemukan sebuah peluang untuk mengungkap bahwa otak kejahatan ini hanya Fidel seorang? ‘Aku yakin dia tidak baik-baik saja,’ gumamnya dalam hati. ‘Dia dan hubungannya yang toxic dengan pria bernama Erick itu sudah membuatnya berada dalam masa sulit.’ Tapi … itu belum mempertanggungjawabkan apa yang sudah ia lakukan pada Laura atau pada orang-orang yang ia sakiti sebelumnya. Laura mendesah dalam, matanya jatuh pada lantai marmer di dalam ruang olahraga yang sesaat kemudian ia angkat untuk menerpa Jake yang berjalan padanya sembari berujar, “Jangan banyak pikiran,” katanya. Selagi tangan kirinya masih membawa stik biliar, tangan kanan Jake mengusap pipi Laura. “Biarkan saja,” lanjutnya seperti tak akan membiarkan Laura memikul beban pikiran setelah ia mengatakan bahwa Tania pasti juga mengalami banyak kesulitan. “Sayang, kamu pun tahu bahwa kebenaran selalu menemukan cara untuk menang.”
“Laki-laki?” ulang Farren sekali lagi. “Iya, yang sering datang ke sini seingat Ibu adalah laki-laki.”“Seperti apa ciri-cirinya, Bu?”Wanita paruh baya itu sekali lagi mengingat, “Masih muda, sepertinya seusia kamu.”“Apakah ada ciri-ciri lain yang Ibu ingat?”“Ibu tidak begitu ingat karena itu sudah cukup lama, Nak … maaf.”Meski tak mendapat informasi yang cukup, tetapi mereka tetap berterima kasih sebelum membawa diri pergi dari sana.Laura menghela dalam napasnya, berpikir dalam hati, ‘Kami hanya butuh bukti bahwa Fidel lah yang menjadi penyebab semua ini, tapi kenapa rasanya sangat sulit?’“Kepalaku pusing,” ucap Laura saat mereka masuk ke dalam mobil. “Bisakah kamu mampir ke suatu tempat agar kita bisa minum kopi dingin?” pintanya pada Farren yang dikabulkan oleh pemuda itu.“Baik, Nona.”Tidak ada yang bicara selain lagu di dalam sana yang bersenandung mengikis sepi. Sementara Jake merangkul bahu Laura, membiarkannya bersandar di bahunya, barangkali pusingnya akan sedikit ber
“Bagaimana bisa dia menjadi perpanjangan tangannya Fidel, Sayang?” tanya Jake setelah ia meletakkan gelas kopinya. “Mau mengingat sesuatu?” ajak Laura yang diiyakan oleh dua pria di sebelahnya ini. “Kamu bilang kalau tersebarnya foto skandal itu dilakukan oleh Varo,” terang Laura pertama-tama. “Lalu orang asing yang kita duga sebagai donatur yang datang ke rumah Bu Farida itu adalah seorang pria. Serta orang yang menjual mobil yang dipakai untuk menabrak kamu ke penadah mobil bekas itu juga seorang pria, Jake,” jelasnya. “Bagaimana jika mereka sebenarnya adalah pria yang sama?” Ketegangan mengambil alih atmosfer di sekitar mereka kala gelap di luar berubah menjadi semakin pekat. Samar terdengar suara guyuran gerimis yang rintik kecilnya menerpa atap dan mengubah tanaman yang sejauh jangkauan pandang mereka menjadi basah oleh airnya. Melihat keheningan yang disuguhkan oleh Jake serta Farren membuat Laura yakin bahwa mereka memahami maksud kalimatnya. Tiga kejadian, dengan satu kes
Beberapa waktu berlalu … pernikahan Farren dan Hani dilaksanakan. Malam yang cukup cerah untuk sebuah resepsi yang indah dan hangat. Di dalam ballroom salah satu hotel HZ Empire yang disarankan oleh Jake untuk Farren, harum bunga semerbak menyambut tamu undangan. Tidak begitu glamour, kesan lembutnya seperti bertujuan untuk mempererat orang-orang yang hadir pada malam bahagia itu.Ayahnya Hani yang pernah mereka pikir tak akan merestui hubungan ini pada kenyataannya menjadi orang yang senyumnya paling bahagia. Apalagi saat beliau mengantar anak perempuannya menuju pada Farren yang menunggunya di ujung permadani.Malam yang menjadi saksi betapa arus kehidupan teah membuat seorang Farren yang semula tak ingin menikah telah berputar arah dengan akan lebih dulu menjadi seorang ayah.“Kita temui mereka,” bisik Jake pada Laura yang semula duduk di kursi undangan.“Iya, ayo ….”Laura melingkarkan tangannya pada lengan Jake yang terbalut dalam jas hitam kala mereka melangkah menuju pada Farr
Melalui pintu keluar sebuah kafe, Elsa tampak melambaikan tangannya pada seorang pria dalam kemeja warna putih yang berjalan berlawanan arah dengannya. “Thank you, Elsa,” ucap si pria dengan senyum yang terkembang. “Anytime, Rey,” balas Elsa sebelum mereka benar-benar berpisah saat pria itu menghilang di balik pintu mobilnya yang parkir lebih dekat dengan bangunan utama kafe. Seperginya dari pesta pernikahan Farren dan Hani, Elsa memang datang ke kafe ini untuk bertemu degan pria yang ia panggil sebagai ‘Rey’ itu karena— “Zafran?” sebut Elsa saat ia melihat Zafran yang berdiri tak jauh dari mobilnya. Membuatnya berhenti berpikir sekaligus berhenti dari langkahnya. Zafran yang tadinya menunduk pada paving halaman dengan gegas mengangkat wajahnya begitu namanya disebut. Ia melemparkan seulas senyumnya pada Elsa yang menengok ke kanan dan ke kiri dengan bingung. Arti tatapannya selaras dengan kalimat yang keluar dari bibirnya saat ia bertanya, “Ap-apa yang kamu lakukan di sini?” “M
Rambut hitam Elsa yang lebih panjang dari bahu ringkihnya itu menjadi pemandangan terakhir Zafran sebelum ia membawa langkah kakinya untuk menyingkir. Sedan hitamnya meninggalkan parkiran sekaligus meninggalkan Zafran yang matanya terpejam tanpa daya. ‘Berantakan …’ gumamnya dalam hati kemudian gegas mengayunkan kakinya memasuki mobilnya yang terparkir tak jauh dari mobil Elsa berada sebelumnya. Kedua bahunya jatuh saat ia melihat sebuket bunga mawar merah yang cantik yang rencananya akan ia berikan pada Elsa, tapi itu gagal karena Zafran melihatnya bersama dengan pria itu—yang ia salahpahami sebagai kekasih Elsa, padahal bukan! Padahal ia sudah berencana meminta maaf karena membuatnya bingung akhir-akhir ini, ia ingin mengatakan ia ingin hubungan mereka yang hangat seperti sebelumnya, bukan tatap mata atau cara bicara yang dingin seperti palung Mariana. ‘Apa yang harus aku lakukan sekarang?’ batin Zafran, mengemudikan mobilnya di jalan raya yang tak lagi menunjukkan tanda-t