done 2 bab yaaa ❤️ akakku semua terima kasih banyak untuk selalu menemani Laura sama Jake ☺️ kita jumpa lagi besok pukul 12.30 yaa 🤗😍
Dari tempatnya berdiri, Laura memandang kepergian Fidel dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan. Ia menghela dalam napasnya, meyakini dalam hati bahwa Fidel terjebak di dalam hubungan yang toxic bersama dengan pria bernama Erick itu.“Apa yang akan terjadi padanya?” tanyanya pada diri sendiri kemudian melanjutkan langkahnya.Samar rasa dingin genggaman Fidel tertinggal di punggung tangannya. Ketika ia berbelok melewati tikungan, Fidel dan pria itu sudah tak terlihat.Laura berjalan menuju ke ruang rawat Barack setelah pulang dari butik, ia mempercepat langkahnya, ingin segera mengatakan apa yang terjadi barusan pada Jake.Di depan pintu ruang rawat ayah mertuanya, ia membuka kenopnya perlahan. Tak seperti beberapa sore sebelumnya yang tengah beristirahat setiap Laura datang, kali ini Barack tampak membaca buku.“Selamat sore,” sapanya, menundukkan kepalanya pada Barack yang menoleh pada Laura dan membalas sapaannya, “Selamat sore, Laura.”“Aku pikir kamu tidak datang sore ini,” kata
Zafran tersenyum mendengar itu, “Apa yang harus aku katakan memangnya, Jake?” tanyanya. “Kamu sangat jelas terlihat bohong seandainya bilang padaku jika sekarang tidak memiliki banyak beban,” jawab Jake. “Kita meeting agak siang, jika jadwalmu longgar, bagaimana jika kita minum kopi saja?” ajaknya. “Anda luang sampai pukul sepuluh,” sahut Andy yang berdiri tak jauh dari mereka, pada Zafran yang menoleh dan dipahami oleh sekretarisnya itu apa bisa ia lakukan itu pagi ini? “Baiklah,” jawab Zafran tak keberatan. Melihat adanya interaksi yang tampak hangat di antara keduanya membuat Farren serta Andy yakin bahwa perang dingin itu telah sepenuhnya usai. Mereka berdua membiarkan para bos bertemu sementara dua sekretarisnya pergi ke tempat lain. Di dalam ruang CEO, Jake meletakkan masing-masing satu cangkir kopi yang belum lama ia seduh, kopi kapsul, pilihan paling cepat. “Terima kasih,” ucap Zafran saat Jake duduk berseberangan meja dengannya. “Sama-sama,” tanggap Jake. Tak bisa mena
Elsa terpaku di tempat ia berdiri. Ia tidak tahu Zafran juga ada di sini. Ia pikir mungkin untuk menghadiri sidang putusan perceraian stafnya?Tapi bukan itu masalahnya sekarang. Daripada mempertanyakan kenapa pria itu ada di sini, sepertinya yang lebih penting adalah menjawab tanya ‘Kenapa kamu menghindariku’ darinya itu.Elsa menggigit bibirnya, tiba-tiba saja ruang geraknya terbatas.Ia melihat Zafran yang berjalan mendekat padanya dan sekali lagi bertanya, “Kenapa kamu menghindariku, Elsa?”Meski Zafran bicara dengan caranya yang sopan seperti yang biasa ia dengar, tapi Elsa bisa menjumpai adanya siratan rasa kecewa dari caranya bertutur.Elsa tersenyum samar kemudian sekilas menunduk saat menjawab, “Maaf,” katanya. “Belakangan ini aku sibuk, Zaf.”“Kenapa kamu rasanya jadi sangat jauh dariku?”“Aku bukannya ingin menjauh,” jawab Elsa. “Tapi memang ada ... beberapa pekerjaan yang harus aku lakukan.”Zafran menghela napasnya, “Bagaimana nanti kalau kita pergi pada hari Minggu?” aja
“A-apa yang kamu lakukan di sini, Zaf?” tanya Elsa setelah keterkejutan di dalam dadanya itu berangsur reda. “Memangnya apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Zafran balik. “J-jadi relawan, mengajar anak-anak.” Zafran mengangguk beberapa kali, “Sama kalau begitu,” jawabnya. “Y-ya?!” “Aku bilang aku di sini dengan tujuan yang sama denganmu,” tuturnya tanpa beban. Elsa tampak mengedipkan matanya lebih dari satu kali, bingung dengan kalimat Zafran yang sebenarnya tidak ada yang salah. Tapi … bagaimana bisa pria ini— “Kamu mau membawa dus ini ke mana?” tanya Zafran, mengakhiri lamunan singkat Elsa yang dengan gegas terjaga. “Ke … sana,” jawab Elsa, menunjuk ke gang yang tak begitu luas yang di kanan kirinya adalah kebun pohon delima. “Biar aku yang bawa.” “Terima kasih.” Mereka berjalan berdampingan setelah Elsa sekalian membawa satu dus pakaian yang jauh lebih ringan. Tidak ada yang berbicara. Hanya bisingnya dedaunan yang saling bersentuhan yang meramaikan senyapnya dua ora
“Aku nyaman denganmu, atau bagaimana kita selama ini, tapi aku sadar tidak pantas bagiku untuk berada di dekatmu secara terus-menerus,” lanjut Elsa setelah ia mengangkat wajahnya sehingga maniknya bertemu dengan iris cokelat gelap Zafran yang tak berpaling darinya sama sekali. “Jadi?” sambut Zafran yang setia menunggu kelanjutan kalimatnya. “Jadi mungkin lebih baik jika aku menjauh,” jawabnya. “Sehingga baik itu kamu atau pun hatiku ini tidak akan terbebani dengan perasaan yang tidak pasti.” Zafran melihatnya menggertakkan rahang kecilnya sebelum Elsa menunduk, “Terima kasih sudah mau datang, anak-anak suka dengan kedatanganmu hari ini.” Kalimatnya ditutup dengan sebuah senyum yang manis. Rambutnya yang hitam dan lebih dari sebahu menjadi pemandangan terakhir Zafran setelah ia membawa langkah kakinya mundur dan menjauh. Punggung kecilnya terlihat rapuh sekalipun Zafran tahu semandiri apa seorang Elsafana Mahika. Zafran memejamkan matanya sejenak, mengingat sejenak apa y
“Lalu, apa yang dikatakan oleh Tania, Jake?” tanya Laura. “Roy masih belum tahu kelanjutannya, Sayang,” jawab Jake sembari mengembalikan ponselnya ke atas meja. “Dia akan mencari tahunya lebih jelas di kantor polisi. Makanya aku memintanya untuk mengabari lagi nanti.” Laura mendorong napasnya, ada sedikit kelegaan yang dijumpai oleh Jake saat kedua bahu istrinya itu jatuh. “Kenapa?” tanya Jake, masih dengan erat melingkarkan tangannya pada pinggang Laura. “Tidak,” jawabnya. “Sebenarnya selama ini aku masih diam-diam berharap Tania akan mengakui dan jujur bahwa yang dia lakukan itu memang karena dia disuruh oleh seseorang,” lanjut Laura. “Aku harap ... kali ini dia mengubah kesaksiannya dengan mengatakan sebuah kejujuran.” Jake mengangguk setuju, “Aku pun juga begitu,” tanggapnya. “Untuk wanitaku yang cantik ini ... keadilan harus ditegakkan.” Senyum Jake yang manis kembali dilihat oleh Laura. Sepasang alis lebatnya yang tadi hampir bersinggungan kala menerima panggilan dari Roy
‘Benar ....’ batin Laura menyetujui Rani diam-diam. Fidel bisa saja melampiaskan kekesalannya pada Tania yang ia anggap gagal membuatnya bertahan di rumah ini.Maka dari itulah Tania membawakan lebih banyak obat dalam strip hijau untuk Laura dan memastikan ia untuk meminumnya.“Ada apa?” tanya suara bariton seorang pria yang mendekat di antara Laura serta Rani berdiri.Jake.Pria itu melemparkan senyumnya pada Laura lalu pada Rani dan pelayan yang lain yang serempak menyapanya dengan kalimat “Selamat malam.”“Selamat malam,” balas Jake, sebelah tanganya seperti secara otomatis melingkari pinggang Laura yang tentu saja tidak sempat mencegahnya. “Apa yang kalian bicarakan?” tanyanya sekali lagi. “Kelihatannya sangat serius.”“Hanya sedikit soal Tania,” jawab Laura singkat.“Aku pikir kamu mengadu pada Bu Rani soal kenapa kamu lebih dulu kabur dari kamar, Sayang,” godanya yang membuat Laura menyenggol pinggangnya.“Jangan hiraukan dia!” pinta Laura pada semua orang yang sudah menahan sen
Laura terdiam cukup lama, mencoba mengingat lebih banyak ke belakang. Pada celah mana ia bisa menemukan sebuah peluang untuk mengungkap bahwa otak kejahatan ini hanya Fidel seorang? ‘Aku yakin dia tidak baik-baik saja,’ gumamnya dalam hati. ‘Dia dan hubungannya yang toxic dengan pria bernama Erick itu sudah membuatnya berada dalam masa sulit.’ Tapi … itu belum mempertanggungjawabkan apa yang sudah ia lakukan pada Laura atau pada orang-orang yang ia sakiti sebelumnya. Laura mendesah dalam, matanya jatuh pada lantai marmer di dalam ruang olahraga yang sesaat kemudian ia angkat untuk menerpa Jake yang berjalan padanya sembari berujar, “Jangan banyak pikiran,” katanya. Selagi tangan kirinya masih membawa stik biliar, tangan kanan Jake mengusap pipi Laura. “Biarkan saja,” lanjutnya seperti tak akan membiarkan Laura memikul beban pikiran setelah ia mengatakan bahwa Tania pasti juga mengalami banyak kesulitan. “Sayang, kamu pun tahu bahwa kebenaran selalu menemukan cara untuk menang.”
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau