Share

Chapter 2

Penulis: angeelintang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Ada apa dengan matamu?”

Fio terus berjalan tanpa mau menoleh ke sampingnya. Rey yang sejak tadi sudah seperti penguntit karena mengikuti Fio kemanapun gadis itu pergi hanya mampu menghela nafasnya lagi dan lagi.

“Fi?” Rey menarik tangan Fio.

Gadis itu akhirnya mau menatap wajah Rey meskipun hanya dengan tatapan datar. “Apa kamu tidak dengar apa yang aku katakan ketika di rumah tadi? Aku ingin sendiri, kenapa kamu tidak mengerti juga?” Fio menatap Rey dengan tajam.

“Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu,” Rey melepaskan tangan Fio.

“Setelah ini kita bicara, tapi tolong biarkan aku memilih buku terlebih dahulu, kalau kamu bosan mengikutiku, kamu bisa menunggu di bangku dekat kasir sana,” kata Fio sambil menunjuk bangku yang berada di depan kasir dengan jari telunjuknya.

“Oke,” Rey mengangguk.

Pemuda itu memutar tubuhnya dan berjalan menuju bangku yang tadi ditunjuk oleh Fio. Sedangkan Fio, gadis itu sepertinya terlalu asyik memilih buku bahkan sampai setengah jam lamanya. Rey menggerakkan jari-jarinya di atas ponsel pintarnya. Sejak tadi dia hanya bermain game untuk membunuh waktu yang terasa lambat berjalan.

“Ckh! Lama sekali!” Rey mematikan ponselnya dan memasukkannya kembali ke dalam saku celana jeans yang dia kenakan.

Dia berjalan untuk mencari keberadaan Fio. Matanya menatap ke sekitar toko buku yang dia hafal menjadi tempat favorit Fio untuk membeli buku atau komik. Nafasnya lolos ketika matanya menangkap sosok yang terlihat dari belakang sedang sibuk membawa beberapa buku di tangannya. Rey setengah berlari menghampiri Fio.

“Fi?”

Gadis itu menoleh ke belakang kala namanya di panggil. “Aku sudah selesai, maaf kamu harus menunggu lama, pasti sangat membosankan,” Fio menatap Rey dengan kerutan di dahinya.

Rey tersenyum dan menggeleng. “Tidak masalah, ayo kita ke kasir, aku traktir beli buku-buku ini,” tanpa permisi Rey langsung mengambil buku-buku dari tangan Fio.

Fio terbelalak. “Eh? Tidak perlu Rey, aku bisa membayarnya sendiri,” Fio mencoba meraih kembali buku-buku yang sudah berada di tangan Rey.

“Aku tidak mau,” Rey memilih terus berjalan dan menghindari tangan Fio yang hendak meraih buku-bukunya.

Fio menghentikan langkahnya dan menghela nafasnya dalam. “Rey aku sedang tidak ingin bercanda sekarang,” Fio menatap punggung Rey dengan wajah kesalnya.

Rey menoleh ke belakang dan hanya tersenyum sekilas sebelum kemudian kembali berjalan menuju ke arah kasir. Pundak Fio merosot ke bawah. Bibirnya sudah seperti siap untuk mengomeli Rey namun dia urungkan. Pegal di matanya belum juga hilang dan dia tidak memiliki banyak tenaga untuk marah hari ini. Fio kemudian memilih diam dan berjalan menyusul Rey yang nampaknya sudah melakukan transaksi di kasir.

***

“Kamu ingin bicara apa?”

Fio mengambil gelas dari atas meja dan meminum milkshake vanila yang tadi sudah dia pesan. “Dan bisakan kamu hentikan tatapanmu itu kepadaku?” Fio memutar bola matanya malas kemudian meletakkan gelasnya dengan sedikit hentakan.

Rey menaikkan satu ujung bibirnya ke atas. “Apa Bian menyakitimu?” Rey bertanya dengan nada meremehkan.

“Bukan urusanmu!” Fio menajamkan matanya seakan-akan seperti pedang yang siap menghunus Rey saat itu juga.

Rey mengangkat bahunya acuh. “Menjadi urusanku jika itu semua tentang kamu,” jawabnya santai.

Fio mengerutkan keningnya dalam. “Apa maksudmu?” Fio terdengar bingung.

“Bisakah kamu bersamaku sekarang?” tanya Rey dengan nada serius.

Fio melemparkan tatapannya ke arah jalanan. “Apa Bian mengabarimu kalau kami sudah putus?” tanya Fio tanpa mau repot-repot menatap Rey.

Rey menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk satu garis lurus. Matanya sibuk memindai sosok gadis yang sudah cukup lama menarik perhatiannya. Rey menganggukkan kepalanya kemudian kembali menyesap mocca yang masih cukup panas dengan pelan.

“Aku tidak bisa,” Fio menatap ke arah gelasnya.

Rey meletakkan cangkirnya kemudian bersedekap. “Kenapa?”

“Aku belum siap untuk memulai lagi, kami baru saja putus kemarin dan kamu sudah memintaku untuk bersamamu,” Fio tersenyum miring. “Akalmu sudah hilang?” Fio mengambil ponselnya yang berada di atas meja kemudian memasukkannya ke dalam tas.

Rey mengetukkan jari telunjukkan ke atas meja dan masih setia mengamati perubahan raut wajah Fio. “Kenapa kamu harus marah seperti ini?” tanya Rey.

“Aku tidak marah, hanya malas dengan semua ini,” gadis itu bersiap memakai tasnya dan hendak berdiri.

“Tunggu!” Rey memegang pergelangan tangan Fio.

“Aku tidak punya banyak waktu, sudah hampir jam enam sore dan aku harus sampai di rumah sebelum mamaku pulang arisan,” Fio menarik tangannya supaya terlepas dari genggaman Rey.

“Aku minta maaf kalau kamu merasa ini semua tidak tepat pada waktunya tapi aku harus segera pergi dan aku ingin kamu jadi milikku sebelum hari itu tiba,” Rey melepaskan tangan Fio dengan wajah penuh harap.

Fio menghela napasnya dalam. “Memangnya kamu mau kemana?” tanyanya.

Rey menahan senyuman di bibirnya. “Aku di terima kuliah di Jogja,” jawabnya.

“Baiklah kalau begitu,” Fio menganggukkan kepalanya. “Fokuslah dengan pendidikanmu dan aku juga dengan pendidikanku, maaf aku tidak bisa menerimamu, kamu tahu semuanya ini terlalu mendadak bagiku,” Fio berhenti sejenak untuk mengambil banyak oksigen. “Kamu juga pasti paham kalau aku masih mencintai temanmu yang bodoh itu!” Fio mengeratkan kepalan tangannya di bawah meja.

Rey tersenyum kecut. “Oke, Bian memang sangat luar biasa,” dia menganggukkan kepalanya. “Terima kasih untuk waktumu, setidaknya kamu mau menemaniku minum mocca,” Rey mengambil cangkirnya dan mengangkatnya ke depan.

Fio hanya diam. Gadis itu mengamati wajah Rey yang terlihat sangat tenang dan juga sama sekali tidak terprovokasi. Fio kemudian meminum milkshake-nya hingga tersisa setengah gelas.

“Bisakah kita tetap berteman baik?” Rey bertanya.

“Tentu saja! Kita bisa tetap berteman baik,” Fio akhirnya tersenyum dengan menunjukkan gigi-giginya yang rapi dan bersih. “Kalau begitu aku pergi dulu, terima kasih traktirannya dan sekali lagi aku minta maaf karena tidak bisa menerimamu,” Fio berkata dengan nada sungguh-sungguh.

Rey tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti, butuh waktu untukmu supaya bisa menyadari kehadiranku,” Rey menatap manik mata Fio dengan lekat. “Ayo aku antar kamu pulang!” Rey berdiri dan berjalan lebih dulu.

Dengan helaan nafas beratnya, Fio ikut berdiri dengan sedikit terburu-buru dan berjalan cepat menyusul Rey. Fio mengayuh sepedanya dengan wajah yang mata yang jelas sekali masih terlihat bengkak. Sementara Rey mengikutinya dari belakang dengan motor matic-nya. Pemuda itu tersenyum bodoh, dia bahkan rela menunggu Fio selama satu jam di depan kompleks perumahan sampai Fio keluar dengan sepedanya. Rey mengikuti Fio sampai ke toko buku dari kejauhan dan sore ini dirinya kembali mengikuti Fio untuk memastikan Fio pulang dengan selamat. Rey memang sudah gila!

Bab terkait

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 3

    Fio meletakkan ponselnya ke atas meja belajarnya dengan asal. “Bodoh! Rasa penasaranmu hanya akan membuatmu banyak berharap dan sakit di waktu yang sama, Fi!” dia berbicara sendiri.Jarinya membolak-balik halaman novel yang sedang di bacanya. Bahkan dia tidak bisa mencerna semua kalimat yang sudah John Green sajikan dengan baik di novel itu. Fio mendorong tubuhnya ke belakang sehingga punggungnya bisa bersandar dengan nyaman. Helaan napas terdengar lolos begitu saja dari mulutnya.Tangannya mengusap wajahnya yang terasa lengket karena efek belum mandi. Fio menggigit bibirnya dengan tangan yang sudah hampir meraih kembali ponselnya. Sebelum tangannya berhasil menyentuh layar ponselnya, Fio kembali menariknya dengan cepat sambil menggelengkan kepalanya. Dia berdiri dan berkacak pinggang. Gadis itu berjalan kesana-kemari sambil menimbang-nimbang apa yang akan dia lakukan selanjutnya.“Masa bodoh! Aku harus mencobanya, kan?”Fio kemudi

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 4

    “Fio?”Gadis cantik yang sedang berdiri dengan satu tangan memegang tali tas selempangnya itu menatap Rey dengan tatapan penuh harapannya. “Apa kamu tahu kemana Bian? Tolong bantu aku, Rey!” tanpa berbasa-basi Fio bertanya dan memohon.Rey berjalan mendekat dan meraih pergelangan tangan Fio. Dia membawa Fio pergi dari lapangan basket sekolahnya.“Lepaskan aku, Rey!” Fio menarik tangannya.Gagal. Rey lebih kuat dari dirinya. Fio menghela nafasnya dalam dan berjalan dengan malas mengikuti kemana Rey pergi.“Kita bicara di tempat lain,” kata Rey tegas.“Sudah! Lepaskan aku! Aku hanya minta bantuanmu, kalau kamu tidak bisa bilang saja!” Fio setengah berteriak.“Di lapangan banyak orang, apa kamu tidak bisa lihat?” Rey melepaskan tangan Fio begitu mereka sampai di koridor kelas yang sepi.Fio menatap Rey dengan wajah memerah. “Aku tidak peduli! Aku kesini

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 5

    Fio menatap bangunan rumah sederhana di depannya dengan wajah tenang. Gadis itu melangkah menuju gerbang rumah yang tidak terlalu tinggi. Matanya kemudian mencari-cari bel yang mungkin bisa dirinya gunakan untuk membuat di empunya rumah tahu bahwa ada tamu di luar. “Cari siapa dek?” Fio terlonjak kaget. Dia kemudian memutar tubuhnya dan menatap seorang ibu yang membawa tas belanja berisi banyak sayuran. Fio tersenyum kaku dan menganggukkan kepalanya sebagai bentuk kesopanan. “Maaf, apa benar ini rumahnya Fabian, bu?” Fio bertanya dengan senyuman yang sudah terpasang lebar di bibirnya. “Benar, ini rumahnya Fabian, adek siapa ya?” ibu itu berjalan pelan dan membuka pagar rumah. “Ibunya Bian?” batin Fio. “Saya Fio bu, temannya Bian,” jawab Fio sopan. “Oh saya Ningsih, ibunya Bian.” “Benar kan!” Fio bersorak dalam hati. “Ayo masuk dulu dek,” ajak Ningsih sambil berjalan lebih dulu masuk ke ha

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 6

    Surabaya, 2015“Kita mampir ke Yellow Burger dulu, yuk?” Nola terlihat memandang ke arah teman-temannya satu per satu yang tergabung dengan nama grup tari Dream Machine.“Pasti ada promo kalau ratu Nola sudah bersabda,” sahut Alvin cepat.“Iya, ada promo,” Nola tertawa.Fio baru saja selesai latihan menari dengan teman-temannya. Dia memutuskan untuk ikut karena kebetulan letak restoran tersebut se arah dengan jalan pulang ke rumahnya. Fio datang lebih dulu dari teman-temannya yang lain.“Mereka belum kelihatan juga,” Fio bergumam dengan kepala yang sudah celingukan ke arah parkiran.Tidak lama berselang, nafas lega lolos begitu saja dari mulutnya begitu melihat teman-temannya. Nola dan Nessa menghampirinya sedangkan Alvin dan Rafa berjalan menuju meja kosong yang terletak di pojok belakang, tepat di samping jendela.Fio tersenyum lebar k

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 7

    Surabaya, 2015Fio dan teman-temannya berdiri membentuk lingkaran, saling bergandengan tangan dan menundukkan kepala mereka. Berdoa adalah salah satu cara supaya mereka tetap bisa mengontrol segala rasa tegang yang melanda tiada ampun. Apalagi waktu yang tersisa sebelum tampil hanya tinggal sepuluh menit lagi. Setelah itu mereka melakukan high five untuk semakin meningkatkan kepercayaan diri dan juga semangat dalam diri mereka masing-masing.Fio dan teman-temannya memasuki lapangan basket ketika nama grup mereka, Dream Machine dipanggil oleh pembawa acara. Suara riuh penonton yang bertepuk tangan dan menyorakkan nama grup mereka menggema dan membuat hormon adrenalin di dalam tubuh Fio seketika melonjak naik dengan cepat.Mereka kemudian mengambil posisi awal sebelum tarian mereka dimulai. Saat musik terdengar di telinga mereka, Fio dan teman-temannya bergerak mengikuti irama lagu. Setiap beat dalam lagu

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 8

    Bibirnya tersenyum tertahan kala sebuah kalimat yang baru saja di tulisnya. Semua idenya datang dari kalimat seorang siswi yang cukup populer di sekolahnya. Dia duduk di bangku sebelah kanan Fio.Kenapa hatimu terluka?Kenapa senyummu menghilang?Kenapa sendu bergelayut di matamu?Mawar tidak pernah berniat menyakitiDia hanya sedang melindungi dirinya sendiriFio segera menutup buku catatannya dan mengantongi pena yang dibawanya. Pesanannya sudah datang. Fio tersenyum lebar kala bau bakso tercium di hidungnya. Sangat menggugah selera dan seketika perutnya semakin terasa lapar. Fio segera memakan makan siangnya seorang diri. Nadya masih saja sibuk dengan Dio sampai Fio lupa bahwa sekarang jarak di antara mereka berdua memang sudah sangat terasa.Sepulang sekolah, Fio berjalan seorang diri di sebuah toko buku yang terletak di jalan yang searah dengan jalan pulang ke rumahnya. Toko buku yang

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 9

    Fio bergegas pergi ke dalam kamarnya dan menatap layar ponsel yang disana terdapat nomor serta nama Bian. Fio menggigit bibirnya. Matanya sesekali melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Gadis itu menggenggam ponselnya dengan kerutan di dahinya.“Apa aku nanti akan terlihat sangat agresif?” Fio menggigit bibir bawahnya.Sambil merapal doa di dalam hatinya, Fio kemudian kembali menatap layar ponsel yang ada di genggaman tangannya.“Hai, ini aku Fio.” Hanya itu yang Fio sanggup kirimkan untuk Bian.Gadis itu terdengar menghembuskan nafas dalam. Fio segera meletakkan ponselnya ke atas meja belajar. Fio mengulang satu kalimat sebanyak tiga kali tapi tetap saja dirinya tidak berhasil membuat dirinya sendiri paham dengan materi yang sedang dipelajarinya.Fio menyandarkan punggungnya ke belakang. Matanya melirik ke arah ponsel yang sampai lima belas menit berlalu sama sekali belum ada respon dari pemuda y

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 10

    “Sudah jadi satu,” Fio tersenyum menatap kertas yang sudah berubah menjadi burung kecil.Fio meletakkan kertas-kertas yang masih berada di dalam kemasan. Dia menggeser sedikit kertas-kertas tersebut dan menarik mangkuk yang berisi nasi dan juga soto. Fio sekarang sudah terbiasa makan siang seorang diri sejak Nadya lebih sibuk bersama dengan Dio.Netra Fio mulai menatap sekitarnya yang nampak ramai. Mereka kebanyakan bergerombol. Sedangkan Fio hanya seorang diri dengan kertas yang sudah berubah bentuk menjadi seekor burung kecil. Fio menertawakan dirinya sendiri yang ternyata benar-benar seperti kehilangan sosok teman dekat di hidupnya.Fio sesekali masih mengedarkan pandangannya ke sekitarnya dan secara tidak sengaja bertemu pandang dengan Rey. Nama pemuda yang sangat populer di SMA Nusantara. Seorang pebasket yang selalu menjadi andalan sekolahnya. Fio berhenti mengunyah kala Rey masih menatapnya dalam diam. Pipi Fio nampak menggembung karena nasi s

Bab terbaru

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 103

    Bian menjalani hari-harinya dengan sepi. Bukan karena dia tidak memiliki teman tapi karena dia yang memilih menarik diri dari pergaulan. Entah sampai kapan, Bian tidak tahu. Dia butuh ruang dan waktu untuk menyendiri. Memikirkan masa depannya yang kini dipenuhi oleh bayangan utang kepada ayah Prisa.Tidak sedikit baginya tentu saja, mengingat biaya pengobatan adiknya yang juga tidak bisa dibilang murah. Bian sudah berusaha sampai dia menggadaikan harga diri dan cintanya. Sampai dia harus menjadi seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Anak muda yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu harus bersedia menghapus mimpinya untuk bisa hidup bersama seseorang yang ia cinta suatu hari nanti.Tapi sepertinya itu tidak lagi menjadi masalah besar baginya, karena Prisa dengan senang hati memberikan jalan untuknya. Sesuai kesepakatannya dan ayah Prisa, hubungan yang selalu didambakan oleh gadis itu hingga membuatnya menjadi orang yang egois akan berakhi ketika Prisa terbukti berk

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 102

    “Brengsek!” Pemuda itu melepaskan gagang pintu yang ia genggam.Dia bergerak mundur disertai dengan senyuman kecut yang kini menghiasi wajahnya. Wajah gadis itu terlihat pucat. Tangannya mencengkram erat selimut yang membelit tubuh telanjangnya. Sementara seorang pemuda lain terlihat buru-buru memakai celananya kembali.Bian terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala tak percaya. Dia datang dengan membawa makanan dan obat demam untuk kekasihnya. Setelah tiba di kota Jogja, dia mendapatkan kabar bahwa Prisa sedang sakit. Dia datang dengan membawa apa yang ia pikir dibutuhkan oleh gadis itu tanpa mengabari terlebih dulu.Ia pikir, Prisa akan senang dengan kedatangannya yang pasti akan mengejutkan dan perhatian yang ia berikan kepada gadis itu. Tapi, justru Bian yang terlihat terkejut dengan kejadian yang membuatnya cukup muak.“Bian, tunggu!” teriak gadis itu dengan wajah panik luar biasa.Prisa bangun dari atas ranjang dan berlari mengejar Bian yang sama sekali tidak mengindahkan pangg

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 101

    Fio berdiri di depan teras rumahnya yang sekarang terasa asing baginya. Setelah acara pemakaman Nara selesai, dia tak langsung pulang. Gadis itu membantu Ningsih mengurus acara tiga harian terlebih dahulu. Sampai malam menjelang, Fio masih bertahan di sisi Ningsih yang akhirnya memperlihatkan ketidakberdayaannya sebagai seorang manusia biasa. Wanita paruh baya itu sesekali meneteskan air mata meski tidak diiringi dengan isak tangis. Tapi, Fio tahu bahwa di dalam hati Ningsih semuanya terasa begitu berat dan nyaris tak mampi ia topang.“Kenapa tidak masuk?”Fio menoleh. “Kamu masih di sini?” Fio terkejut dan segera menatap motor Bian yang ternyata masih ada di luar pagar rumahnya.Bian mengangguk. “Aku baru saja akan pergi tapi aku lupa mengatakan sesuatu padamu.”Fio mengerutkan kening dalam. “Apa?” tanyanya.Di bawah langit tanpa bintang, Bian menatap Fio dengan wajah sendunya. Dia menghela napas dalam dan menunduk sejenak. Pemuda itu terkekeh pelan.“Lucu sekali, ya? Sejauh apapun k

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 100

    Malam itu benar-benar menjadi malam terakhir Bian mengobrol dengan Fio. Gadis itu tidak mau lagi membuka akses untuknya meski hanya untuk menyapa. Hal itu terbukti saat Bian tanpa sengaja berjumpa dengan Fio di kantin kampus. Bian yang sudah menyiapkan diri untuk sekedar tersenyum dan menyapa Fio mengurungkan niat kala dia melihat Fio memilih menundukkan kepalanya supaya tidak perlu menatapnya. Bian bertahan dengan kebimbangan hati yang masih menyelimutinya. Dia terus menemani Prisa hari demi hari meski tidak ada satu hari yang ia lewati tanpa teringat semua kenanganya bersama Fio. Dia menguatkan hatinya. Dia terus membisikkan satu kalimat yang berhasil membuatnya menguatkan pundaknya lebih dari sebelumnya. Semua demi Ibu dan adikku. “Halo?” Suara pria itu terdengar seiring dengan langkah kakinya yang semakin pelan. Isak tangis dari seberang telepon berhasil membuat detak jantungnya dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia membeku di tempat saat ibunya mengatakan hal yang paling ia

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 99

    “Tidak semudah itu, Fi!” sahut Bian dengan wajah tak terima. “Aku tidak mungkin membuat kamu ikut memikirkan masalahku sementara aku tahu kamu juga punya masalahmu sendiri,” lanjut pemuda itu. Fio hanya diam. Dia hanya mampu menghela napas berat. Semuanya sudah terjadi dan tidak akan pernah bisa diputar kembali. Tidak ada yang bisa Fio lakukan selain pasrah dengan fakta yang ia dapatkan. “Sudahlah! Sepertinya juga tidak ada gunanya kita berdebat,” ucap Bian. Fio mengangguk mengerti meski hatinya terasa sesak. “Bian?” panggil Fio. Bian menoleh. “Hm?” “Setelah malam ini, aku mungkin tidak akan pernah memberikan kamu kesempatan lain lagi. Jadi, Bi…” Fio tidak berani menatap mata mantan kekasihnya meski hanya lima detik saja. “Kembalilah kepada dia yang sudah kamu pilih. Aku akan menemukan bahagiaku sendiri jadi kamu juga harus bahagia.” Setelah mengatakan kalimat itu, Fio bergegas berdiri di depan pintu dan meminta Bian untuk pulang secara baik-baik. Baginya, dia tidak bisa lagi mem

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 98

    Setelah selesai makan, Bian dan Fio hanya saling diam. Fio merasa tidak ada hal penting yang harus ia katakan kepada Bian. Sementara Bian, pemuda itu ingin sekali mengatakan hal yang sebenarnya pada mantan kekasihnya. Di perjalanan menuju ke kos Fio, Bian memikirkan hal di luar nalarnya selama ini. Taruhannya sangat besar dan dia bisa saja menyesal di kemudian hari.Tapi, dia tidak akan pernah tahu jika mencoba sesuatu mungkin akan mendatangkan hal yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bian meneguk ludah dengan pandangan yang ia alihkan kepada gadis cantik bernama lengkap Fiona Ruby Cantika itu.“Fi,” ucapnya serupa bisikan.Suaranya seperti malu-malu untuk keluar. Bian gugup dan juga bingung bagaimana harus memulai pembicaraannya. Dia hanya tersenyum saat Fio menoleh dan menatapnya dalam diam. Gadis itu menunggu kalimat yang hendak Bian lontarkan kepadanya.“Aku ingin bicara sesuatu kepadamu.” Bian memantapkan hatinya. “Tapi…” dia menggantung ucapannya. “Mungkin apa yang akan aku bic

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 97

    Bian memacu motornya dengan kecepatan sedang. Dia ragu-ragu untuk datang ke acara keluarga Prisa. Rasanya dia hanya akan menjadi bahan olok-olokan saja di sana. Tapi dia sudah berjanji pada kekasihnya untuk datang. Acara ulang tahun pernikahan Tante Nilam, yang tak lain adalah adik kandung dari ayah Prisa. Bian memang sudah pernah bertemu dengan Nilam sebelumnya. Hanya saja pertemuannya tidak menyenangkan. Pemuda itu telah sampai di depan sebuah hotel bintang empat yang menjadi tempat acara. Bian merapikan kemejanya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia sedikit terlambat. Langkahnya terasa ringan dan tanpa beban. “Semoga mereka meminta Prisa untuk memutuskanku,” batinnya. Begitu kakinya menginjak lantai ballroom hotel, Bian merasa seperti sedang memasuki ruang persidangan. Banyak pasang mata menatapnya dengan wajah terheran-heran. Bagaimana tidak? Bian tidak mengenakan jas. Padahal di dalam undangan sudah tertulis dress code malam itu adalah jas berwarna hitam bagi pria dan gaun

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 96

    Fio memilih menghindar jika tidak sengaja dia bertemu dengan Bian. Selama enam minggu mereka bahkan tidak pernah bertemu. Bukan hanya karena Fio yang mencoba menghindar, tapi juga karena Bian yang memilih untuk tidak menemui Fio lagi. Meski rasanya dia sangat ingin melihat kondisi gadis itu. Ada hal yang mengikat dirinya dengan Prisa dan dia tidak bisa melewati batas lagi. Sore itu, Fio tidak sedang baik-baik saja. Pandangannya mulai tidak fokus. Wajah pucatnya beberapa kali membuat beberapa teman yang ia lewati merasa cemas. Dan sesekali ada yang melihatnya sambil berbisik-bisik dan juga tertawa. Gadis itu kembali menelan ludah karena tenggorokannya yang terasa kering. Tangannya mengusap dahi yang mulai mengeluarkan keringat dingin. Perutnya sakit luar biasa. Tubuh gadis itu hampir oleng. Tapi dia beruntung karena seseorang menangkap tubuhnya dengan cepat dari arah belakang. Fio meringis. Kemudian seseorang itu menuntunnya supaya duduk di bangku yang berada tak jauh dari tempat mere

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 95

    Percakapannya dengan sang ibu terus saja berputar di kepala dan membuatnya harus berkali-kali menghela napas dalam. Bian tidak bisa memejamkan matanya barang sebentar saja. Benaknya terus saja memikirkan hal yang mungkin terjadi kelak. Hatinya terus mencemooh dirinya yang dinilai sangat lemah. Bian tidak bisa membuktikan bahwa pilihannya untuk berada di Jogja adalah hal yang tepat. Oleh karena itu, dia memilih berbohong kepada ibunya.Pemuda itu bangkit berdiri dan meraih kotak rokok dan juga pemantik api dari atas meja. Dia berjalan menuju ke teras kamar kos dengan langkah gontai. Bian menyalakan rokoknya dan menikmati nikotin serta tar dari benda yang kini sudah menjadi teman setianya. Dulu, Fio selalu berpesan supaya dia tidak merokok. Kesehatannya sangat berharga dan Bian dengan mudahnya melanggar pesan Fio.Dia tidak mampu, dia memang lemah. Semua orang memandangnya sebagai mahasiswa teladan dan juga calon menantu idaman. Bian bahkan kini terkekeh geli mendengar t

DMCA.com Protection Status