Share

Tuan Egois Dan Putri Kertas
Tuan Egois Dan Putri Kertas
Penulis: angeelintang

Chapter 1

Penulis: angeelintang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Surabaya, 2016

“Apa yang kamu inginkan sekarang?”

Gadis cantik yang tengah memandang ke luar jendela kafe itu menoleh ke samping. Dia menatap kekasih yang sudah menemaninya selama 10 bulan itu dengan sorot sedih. Dia mencengkeram ujung meja dengan erat sampai membuat jari-jarinya memutih. Rahangnya mengerat menahan sesak yang seakan-akan siap meledak kapan saja.

“Aku ingin hubungan kita selesai sampai di sini.”

Bian melebarkan matanya. Hanya sebentar saja sebelum kemudian dia kembali memasang wajah dingin dan tidak terbaca. Pemuda itu mengambil gelas es kopi susu di depannya dan memilih meminumnya dengan pelan dan terlihat begitu santai di mata Fio.

“Apa kamu mendengarku?” Fio menatap Bian dengan tajam.

“Ya,” Bian mengangguk. “Mau bagaimana lagi kalau itu yang kamu inginkan?” pemuda itu mengambil tasnya.

“Maksud kamu?” mata gadis itu berkedip tidak percaya.

Bian berdiri dari duduknya dan memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana dengan panjang selutut itu. “Ayo kita akhiri semuanya sampai di sini,” Bian berkata dengan nada terlewat tenang.

Fio ikut berdiri dan menatap Bian tidak percaya. “Ka…kamu…” Fio tidak tahu bagaimana harus menanggapi ucapan Bian karena lidahnya terasa kelu.

Bian menatap jam tangannya dan menganggukkan kepalanya. “Aku harus pergi,” katanya dengan tanpa senyuman. “Jaga dirimu baik-baik,” tanpa berkata lebih panjang lagi Bian melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Fio.

Fio mematung di tempatnya berdiri seolah-olah yang baru saja terjadi adalah sebuah mimpi buruk untuknya. Matanya menatap kepergian Bian dengan nanar. Lapisan bening sudah menghiasi matanya. Tubuhnya terasa lemas hingga membuat kakinya seperti sulit untuk di gerakkan. Sampai sosok Bian pergi mengendarai motornya meninggalkan parkiran kafe, Fio masih betah berdiri di tempatnya dengan hati yang terbelah.

***

Hari sudah berganti malam ketika Fio tiba di rumahnya. Tidak ada binar di matanya seperti biasa. Gadis itu sudah memasang wajah muram sejak turun dari sepeda kesayangannya. Dia memilih langsung menuju ke kamarnya. Fio tidak memiliki kekuatan untuk berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja sekarang. Tidak ada yang baik-baik saja bahkan gadis itu rasanya ingin membenturkan kepalanya ke tembok karena rasa frustasinya terhadap Bian yang jauh dari dugaannya.

Fio melemparkan tas ranselnya ke atas ranjang begitu dirinya masuk ke dalam kamar. Dia juga membanting pintu dengan sekuat tenaga. Matanya memerah dan dadanya sudah naik turun akibat tangis yang sejak tadi sudah dia coba tahan dengan sekuat tenaga. Punggungnya bersandar pada pintu. Tubuhnya merosot ke bawah tanpa aba-aba. Fio menangis dengan suara tertahan dengan tangan kanannya yang sudah meremas dada dengan kuat.

“Sakit sekali,” ucapnya sambil terisak lirih.

Fio memukul-mukul dadanya untuk mengusir semua rasa sakit yang menggelayuti dirinya sejak Bian pergi begitu saja dari kafe meninggalkan dirinya sendirian. Fio menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya dan terus menangis. Sesak yang dia rasakan tidak juga mau pergi. Fio kewalahan dengan luka yang Bian beri di hatinya.

“Kamu berkata kalau kamu sayang padaku tapi dengan mudahnya kamu pergi begitu saja, sebenarnya selama ini apa arti aku di hidup kamu, Bi? Apa?!” Fio bermonolog.

Sunyi yang terasa dan dinginnya lantai kamar membuat Fio semakin menggigil dalam tangisnya. Dia memeluk dirinya sendiri dengan erat. Kepalanya mendongak dan matanya menatap nyalang ke arah meja belajar yang terletak di samping jendela kamarnya. Fio mengepalkan tangannya dengan kuat dengan rahang yang mengetat.

Gadis itu berdiri dan berjalan dengan cepat. Lalu, dengan tangan kanannya dia meraih pigura kecil yang berisi foto sepasang anak SMA yang sedang tertawa menghadap kamera. Manis sekali. Fio tersenyum miring. Dengan cepat dia mengeluarkan selembar foto yang selalu menjadi favoritnya itu dari pigura. Tangannya bergetar hebat.

“Baiklah,” dia mengusap air matanya dengan kasar. “Ayo kita akhiri saja semuanya ini,” Fio kemudian merobek selembar foto di tangannya dengan perasaan marah dan hancur.

Dia kemudian membuang foto yang sudah tidak berbentuk itu ke dalam tempat sampah yang berada di samping meja belajarnya. “Mari kita berjalan sendiri-sendiri mulai sekarang,” Fio kembali mengusap air matanya yang kembali meluncur bebas ke pipinya.

Dengan langkah kesal, dia berjalan menuju ke kamar mandi. Dia butuh berendam air hangat untuk menghilangkan segala rasa lelah di tubuhnya. Fio tidak lagi menangisi sosok Bian. Gadis itu sudah terlihat seperti zombie sekarang. Dengan cekatan Fio mengambil bath bom dengan aroma lavender yang menenangkan. Dengan pelan dia masuk ke dalam bath up dan mencoba bersantai sejenak.

Suasana taman di dekat sekolah Bian sore itu tidak terlalu ramai seperti biasanya. Angin sepoi-sepoi kembali menerbangkan anak rambut Fio yang terlepas dari kuncirannya. Fio terlihat sangat cantik di bawah terpaan matahari yang bersinar hangat. Bian tidak bisa berhenti memikirkan gadis itu sejak semalam. Inilah saatnya, dia tidak akan menahan diri lagi.

 “Aku menyukaimu,” Bian berkata dengan wajah berbinar.

Fio melebarkan matanya. Dia hendak mengeluarkan sebuah kalimat tapi dengan cepat tangan Bian terangkat dan memberikan kode supaya Fio tidak memotong ucapannya. Bian tersenyum. Satu tangannya menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Fio dengan pelan.

“Kamu tahu Fi? Aku sudah lama menyukaimu tapi aku tidak pernah berani mengatakannya,” Bian meraih tangan Fio dan menggenggamnya. “Aku selalu memikirkan bagaimana jadinya kalau kamu tidak memiliki perasaan yang sama denganku, tapi…” Bian kembali tersenyum. “Setelah aku pikir-pikir lagi semalam, setidaknya kalau kamu menolakku, tidak akan ada penyesalan karena aku sudah bertindak benar dengan mengatakan cinta padamu,” Bian menelan salivanya dengan tenang.

Fio merasa jantungnya berlomba saat itu juga. Detakan yang berubah dua kali lipat membuat gadis itu merasa tegang menanti apa yang akan dikatakan oleh Bian selanjutnya. Fio memasang kedua telinganya dengan baik. Dia tidak ingin salah menangkap maksud Bian. 

“Jadi kekasihku ya, Fi?” Bian menatap Fio dengan sorot mata serius.

Fio mengedipkan matanya sekali. Mulutnya sedikit terbuka. Dia merasa banyak sekali bunga-bunga yang akhirnya bermekaran di dadanya. Rasa menggelitik yang membuat hatinya membuncah membuat Fio menganggukkan kepalanya dengan mantap. Dia menarik kedua sudut bibirnya ke atas membentuk senyuman yang membuat Bian menghembuskan nafasnya lega.

“Terima kasih,” kata Bian tulus.

Fio mengangguk. “Aku juga harus mengucapkan banyak terima kasih kepadamu karena kamu mau memilihku,” Fio tidak bisa menyembunyikan binar bahagia di matanya.

“Tidak susah untuk mencintai dan memilihmu, Fi.”

Fio tertawa. “Kamu berbohong, kamu bahkan memerlukan waktu beberapa bulan sampai berani mengatakan ini semua kepadaku,” Fio memukul pelan bahu Bian.

Bian menggelengkan kepalanya. “Bukannya tidak berani, hanya memastikan rasa yang aku miliki memang untuk kamu, aku tidak mau hanya karena rasa euphoria semata aku jadi mudah mengatakan cinta dan meminta anak gadis orang untuk menjadi kekasihku,” Bian menyanggah dengan mata yang menatap Fio lekat.

“Ckh!” Fio melemparkan tatapannya ke arah lain sejenak sebelum kemudian kembali menatap Bian yang duduk di sampingnya dengan seragam basket sekolah yang masih melekat. “Apapun itu aku tidak akan peduli lagi, mari kita mulai semuanya dari awal, Bi?” Fio tersenyum lebar.

Bian mengangguk. “Hmm, mari menyambut banyak hari baik mulai saat ini, Fi, berjanjilah apapun yang terjadi kita harus saling mempertahankan,” ucap Bian.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
hada Hada
lho ..yg minta putus hubungan siapa..kok malah fio yg nangis kejer aneh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 2

    “Ada apa dengan matamu?”Fio terus berjalan tanpa mau menoleh ke sampingnya. Rey yang sejak tadi sudah seperti penguntit karena mengikuti Fio kemanapun gadis itu pergi hanya mampu menghela nafasnya lagi dan lagi.“Fi?” Rey menarik tangan Fio.Gadis itu akhirnya mau menatap wajah Rey meskipun hanya dengan tatapan datar. “Apa kamu tidak dengar apa yang aku katakan ketika di rumah tadi? Aku ingin sendiri, kenapa kamu tidak mengerti juga?” Fio menatap Rey dengan tajam.“Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu,” Rey melepaskan tangan Fio.“Setelah ini kita bicara, tapi tolong biarkan aku memilih buku terlebih dahulu, kalau kamu bosan mengikutiku, kamu bisa menunggu di bangku dekat kasir sana,” kata Fio sambil menunjuk bangku yang berada di depan kasir dengan jari telunjuknya.“Oke,” Rey mengangguk.Pemuda itu memutar tubuhnya dan berjalan menuju bangku yang tadi ditunjuk

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 3

    Fio meletakkan ponselnya ke atas meja belajarnya dengan asal. “Bodoh! Rasa penasaranmu hanya akan membuatmu banyak berharap dan sakit di waktu yang sama, Fi!” dia berbicara sendiri.Jarinya membolak-balik halaman novel yang sedang di bacanya. Bahkan dia tidak bisa mencerna semua kalimat yang sudah John Green sajikan dengan baik di novel itu. Fio mendorong tubuhnya ke belakang sehingga punggungnya bisa bersandar dengan nyaman. Helaan napas terdengar lolos begitu saja dari mulutnya.Tangannya mengusap wajahnya yang terasa lengket karena efek belum mandi. Fio menggigit bibirnya dengan tangan yang sudah hampir meraih kembali ponselnya. Sebelum tangannya berhasil menyentuh layar ponselnya, Fio kembali menariknya dengan cepat sambil menggelengkan kepalanya. Dia berdiri dan berkacak pinggang. Gadis itu berjalan kesana-kemari sambil menimbang-nimbang apa yang akan dia lakukan selanjutnya.“Masa bodoh! Aku harus mencobanya, kan?”Fio kemudi

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 4

    “Fio?”Gadis cantik yang sedang berdiri dengan satu tangan memegang tali tas selempangnya itu menatap Rey dengan tatapan penuh harapannya. “Apa kamu tahu kemana Bian? Tolong bantu aku, Rey!” tanpa berbasa-basi Fio bertanya dan memohon.Rey berjalan mendekat dan meraih pergelangan tangan Fio. Dia membawa Fio pergi dari lapangan basket sekolahnya.“Lepaskan aku, Rey!” Fio menarik tangannya.Gagal. Rey lebih kuat dari dirinya. Fio menghela nafasnya dalam dan berjalan dengan malas mengikuti kemana Rey pergi.“Kita bicara di tempat lain,” kata Rey tegas.“Sudah! Lepaskan aku! Aku hanya minta bantuanmu, kalau kamu tidak bisa bilang saja!” Fio setengah berteriak.“Di lapangan banyak orang, apa kamu tidak bisa lihat?” Rey melepaskan tangan Fio begitu mereka sampai di koridor kelas yang sepi.Fio menatap Rey dengan wajah memerah. “Aku tidak peduli! Aku kesini

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 5

    Fio menatap bangunan rumah sederhana di depannya dengan wajah tenang. Gadis itu melangkah menuju gerbang rumah yang tidak terlalu tinggi. Matanya kemudian mencari-cari bel yang mungkin bisa dirinya gunakan untuk membuat di empunya rumah tahu bahwa ada tamu di luar. “Cari siapa dek?” Fio terlonjak kaget. Dia kemudian memutar tubuhnya dan menatap seorang ibu yang membawa tas belanja berisi banyak sayuran. Fio tersenyum kaku dan menganggukkan kepalanya sebagai bentuk kesopanan. “Maaf, apa benar ini rumahnya Fabian, bu?” Fio bertanya dengan senyuman yang sudah terpasang lebar di bibirnya. “Benar, ini rumahnya Fabian, adek siapa ya?” ibu itu berjalan pelan dan membuka pagar rumah. “Ibunya Bian?” batin Fio. “Saya Fio bu, temannya Bian,” jawab Fio sopan. “Oh saya Ningsih, ibunya Bian.” “Benar kan!” Fio bersorak dalam hati. “Ayo masuk dulu dek,” ajak Ningsih sambil berjalan lebih dulu masuk ke ha

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 6

    Surabaya, 2015“Kita mampir ke Yellow Burger dulu, yuk?” Nola terlihat memandang ke arah teman-temannya satu per satu yang tergabung dengan nama grup tari Dream Machine.“Pasti ada promo kalau ratu Nola sudah bersabda,” sahut Alvin cepat.“Iya, ada promo,” Nola tertawa.Fio baru saja selesai latihan menari dengan teman-temannya. Dia memutuskan untuk ikut karena kebetulan letak restoran tersebut se arah dengan jalan pulang ke rumahnya. Fio datang lebih dulu dari teman-temannya yang lain.“Mereka belum kelihatan juga,” Fio bergumam dengan kepala yang sudah celingukan ke arah parkiran.Tidak lama berselang, nafas lega lolos begitu saja dari mulutnya begitu melihat teman-temannya. Nola dan Nessa menghampirinya sedangkan Alvin dan Rafa berjalan menuju meja kosong yang terletak di pojok belakang, tepat di samping jendela.Fio tersenyum lebar k

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 7

    Surabaya, 2015Fio dan teman-temannya berdiri membentuk lingkaran, saling bergandengan tangan dan menundukkan kepala mereka. Berdoa adalah salah satu cara supaya mereka tetap bisa mengontrol segala rasa tegang yang melanda tiada ampun. Apalagi waktu yang tersisa sebelum tampil hanya tinggal sepuluh menit lagi. Setelah itu mereka melakukan high five untuk semakin meningkatkan kepercayaan diri dan juga semangat dalam diri mereka masing-masing.Fio dan teman-temannya memasuki lapangan basket ketika nama grup mereka, Dream Machine dipanggil oleh pembawa acara. Suara riuh penonton yang bertepuk tangan dan menyorakkan nama grup mereka menggema dan membuat hormon adrenalin di dalam tubuh Fio seketika melonjak naik dengan cepat.Mereka kemudian mengambil posisi awal sebelum tarian mereka dimulai. Saat musik terdengar di telinga mereka, Fio dan teman-temannya bergerak mengikuti irama lagu. Setiap beat dalam lagu

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 8

    Bibirnya tersenyum tertahan kala sebuah kalimat yang baru saja di tulisnya. Semua idenya datang dari kalimat seorang siswi yang cukup populer di sekolahnya. Dia duduk di bangku sebelah kanan Fio.Kenapa hatimu terluka?Kenapa senyummu menghilang?Kenapa sendu bergelayut di matamu?Mawar tidak pernah berniat menyakitiDia hanya sedang melindungi dirinya sendiriFio segera menutup buku catatannya dan mengantongi pena yang dibawanya. Pesanannya sudah datang. Fio tersenyum lebar kala bau bakso tercium di hidungnya. Sangat menggugah selera dan seketika perutnya semakin terasa lapar. Fio segera memakan makan siangnya seorang diri. Nadya masih saja sibuk dengan Dio sampai Fio lupa bahwa sekarang jarak di antara mereka berdua memang sudah sangat terasa.Sepulang sekolah, Fio berjalan seorang diri di sebuah toko buku yang terletak di jalan yang searah dengan jalan pulang ke rumahnya. Toko buku yang

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 9

    Fio bergegas pergi ke dalam kamarnya dan menatap layar ponsel yang disana terdapat nomor serta nama Bian. Fio menggigit bibirnya. Matanya sesekali melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Gadis itu menggenggam ponselnya dengan kerutan di dahinya.“Apa aku nanti akan terlihat sangat agresif?” Fio menggigit bibir bawahnya.Sambil merapal doa di dalam hatinya, Fio kemudian kembali menatap layar ponsel yang ada di genggaman tangannya.“Hai, ini aku Fio.” Hanya itu yang Fio sanggup kirimkan untuk Bian.Gadis itu terdengar menghembuskan nafas dalam. Fio segera meletakkan ponselnya ke atas meja belajar. Fio mengulang satu kalimat sebanyak tiga kali tapi tetap saja dirinya tidak berhasil membuat dirinya sendiri paham dengan materi yang sedang dipelajarinya.Fio menyandarkan punggungnya ke belakang. Matanya melirik ke arah ponsel yang sampai lima belas menit berlalu sama sekali belum ada respon dari pemuda y

Bab terbaru

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 103

    Bian menjalani hari-harinya dengan sepi. Bukan karena dia tidak memiliki teman tapi karena dia yang memilih menarik diri dari pergaulan. Entah sampai kapan, Bian tidak tahu. Dia butuh ruang dan waktu untuk menyendiri. Memikirkan masa depannya yang kini dipenuhi oleh bayangan utang kepada ayah Prisa.Tidak sedikit baginya tentu saja, mengingat biaya pengobatan adiknya yang juga tidak bisa dibilang murah. Bian sudah berusaha sampai dia menggadaikan harga diri dan cintanya. Sampai dia harus menjadi seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Anak muda yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu harus bersedia menghapus mimpinya untuk bisa hidup bersama seseorang yang ia cinta suatu hari nanti.Tapi sepertinya itu tidak lagi menjadi masalah besar baginya, karena Prisa dengan senang hati memberikan jalan untuknya. Sesuai kesepakatannya dan ayah Prisa, hubungan yang selalu didambakan oleh gadis itu hingga membuatnya menjadi orang yang egois akan berakhi ketika Prisa terbukti berk

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 102

    “Brengsek!” Pemuda itu melepaskan gagang pintu yang ia genggam.Dia bergerak mundur disertai dengan senyuman kecut yang kini menghiasi wajahnya. Wajah gadis itu terlihat pucat. Tangannya mencengkram erat selimut yang membelit tubuh telanjangnya. Sementara seorang pemuda lain terlihat buru-buru memakai celananya kembali.Bian terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala tak percaya. Dia datang dengan membawa makanan dan obat demam untuk kekasihnya. Setelah tiba di kota Jogja, dia mendapatkan kabar bahwa Prisa sedang sakit. Dia datang dengan membawa apa yang ia pikir dibutuhkan oleh gadis itu tanpa mengabari terlebih dulu.Ia pikir, Prisa akan senang dengan kedatangannya yang pasti akan mengejutkan dan perhatian yang ia berikan kepada gadis itu. Tapi, justru Bian yang terlihat terkejut dengan kejadian yang membuatnya cukup muak.“Bian, tunggu!” teriak gadis itu dengan wajah panik luar biasa.Prisa bangun dari atas ranjang dan berlari mengejar Bian yang sama sekali tidak mengindahkan pangg

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 101

    Fio berdiri di depan teras rumahnya yang sekarang terasa asing baginya. Setelah acara pemakaman Nara selesai, dia tak langsung pulang. Gadis itu membantu Ningsih mengurus acara tiga harian terlebih dahulu. Sampai malam menjelang, Fio masih bertahan di sisi Ningsih yang akhirnya memperlihatkan ketidakberdayaannya sebagai seorang manusia biasa. Wanita paruh baya itu sesekali meneteskan air mata meski tidak diiringi dengan isak tangis. Tapi, Fio tahu bahwa di dalam hati Ningsih semuanya terasa begitu berat dan nyaris tak mampi ia topang.“Kenapa tidak masuk?”Fio menoleh. “Kamu masih di sini?” Fio terkejut dan segera menatap motor Bian yang ternyata masih ada di luar pagar rumahnya.Bian mengangguk. “Aku baru saja akan pergi tapi aku lupa mengatakan sesuatu padamu.”Fio mengerutkan kening dalam. “Apa?” tanyanya.Di bawah langit tanpa bintang, Bian menatap Fio dengan wajah sendunya. Dia menghela napas dalam dan menunduk sejenak. Pemuda itu terkekeh pelan.“Lucu sekali, ya? Sejauh apapun k

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 100

    Malam itu benar-benar menjadi malam terakhir Bian mengobrol dengan Fio. Gadis itu tidak mau lagi membuka akses untuknya meski hanya untuk menyapa. Hal itu terbukti saat Bian tanpa sengaja berjumpa dengan Fio di kantin kampus. Bian yang sudah menyiapkan diri untuk sekedar tersenyum dan menyapa Fio mengurungkan niat kala dia melihat Fio memilih menundukkan kepalanya supaya tidak perlu menatapnya. Bian bertahan dengan kebimbangan hati yang masih menyelimutinya. Dia terus menemani Prisa hari demi hari meski tidak ada satu hari yang ia lewati tanpa teringat semua kenanganya bersama Fio. Dia menguatkan hatinya. Dia terus membisikkan satu kalimat yang berhasil membuatnya menguatkan pundaknya lebih dari sebelumnya. Semua demi Ibu dan adikku. “Halo?” Suara pria itu terdengar seiring dengan langkah kakinya yang semakin pelan. Isak tangis dari seberang telepon berhasil membuat detak jantungnya dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia membeku di tempat saat ibunya mengatakan hal yang paling ia

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 99

    “Tidak semudah itu, Fi!” sahut Bian dengan wajah tak terima. “Aku tidak mungkin membuat kamu ikut memikirkan masalahku sementara aku tahu kamu juga punya masalahmu sendiri,” lanjut pemuda itu. Fio hanya diam. Dia hanya mampu menghela napas berat. Semuanya sudah terjadi dan tidak akan pernah bisa diputar kembali. Tidak ada yang bisa Fio lakukan selain pasrah dengan fakta yang ia dapatkan. “Sudahlah! Sepertinya juga tidak ada gunanya kita berdebat,” ucap Bian. Fio mengangguk mengerti meski hatinya terasa sesak. “Bian?” panggil Fio. Bian menoleh. “Hm?” “Setelah malam ini, aku mungkin tidak akan pernah memberikan kamu kesempatan lain lagi. Jadi, Bi…” Fio tidak berani menatap mata mantan kekasihnya meski hanya lima detik saja. “Kembalilah kepada dia yang sudah kamu pilih. Aku akan menemukan bahagiaku sendiri jadi kamu juga harus bahagia.” Setelah mengatakan kalimat itu, Fio bergegas berdiri di depan pintu dan meminta Bian untuk pulang secara baik-baik. Baginya, dia tidak bisa lagi mem

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 98

    Setelah selesai makan, Bian dan Fio hanya saling diam. Fio merasa tidak ada hal penting yang harus ia katakan kepada Bian. Sementara Bian, pemuda itu ingin sekali mengatakan hal yang sebenarnya pada mantan kekasihnya. Di perjalanan menuju ke kos Fio, Bian memikirkan hal di luar nalarnya selama ini. Taruhannya sangat besar dan dia bisa saja menyesal di kemudian hari.Tapi, dia tidak akan pernah tahu jika mencoba sesuatu mungkin akan mendatangkan hal yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bian meneguk ludah dengan pandangan yang ia alihkan kepada gadis cantik bernama lengkap Fiona Ruby Cantika itu.“Fi,” ucapnya serupa bisikan.Suaranya seperti malu-malu untuk keluar. Bian gugup dan juga bingung bagaimana harus memulai pembicaraannya. Dia hanya tersenyum saat Fio menoleh dan menatapnya dalam diam. Gadis itu menunggu kalimat yang hendak Bian lontarkan kepadanya.“Aku ingin bicara sesuatu kepadamu.” Bian memantapkan hatinya. “Tapi…” dia menggantung ucapannya. “Mungkin apa yang akan aku bic

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 97

    Bian memacu motornya dengan kecepatan sedang. Dia ragu-ragu untuk datang ke acara keluarga Prisa. Rasanya dia hanya akan menjadi bahan olok-olokan saja di sana. Tapi dia sudah berjanji pada kekasihnya untuk datang. Acara ulang tahun pernikahan Tante Nilam, yang tak lain adalah adik kandung dari ayah Prisa. Bian memang sudah pernah bertemu dengan Nilam sebelumnya. Hanya saja pertemuannya tidak menyenangkan. Pemuda itu telah sampai di depan sebuah hotel bintang empat yang menjadi tempat acara. Bian merapikan kemejanya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia sedikit terlambat. Langkahnya terasa ringan dan tanpa beban. “Semoga mereka meminta Prisa untuk memutuskanku,” batinnya. Begitu kakinya menginjak lantai ballroom hotel, Bian merasa seperti sedang memasuki ruang persidangan. Banyak pasang mata menatapnya dengan wajah terheran-heran. Bagaimana tidak? Bian tidak mengenakan jas. Padahal di dalam undangan sudah tertulis dress code malam itu adalah jas berwarna hitam bagi pria dan gaun

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 96

    Fio memilih menghindar jika tidak sengaja dia bertemu dengan Bian. Selama enam minggu mereka bahkan tidak pernah bertemu. Bukan hanya karena Fio yang mencoba menghindar, tapi juga karena Bian yang memilih untuk tidak menemui Fio lagi. Meski rasanya dia sangat ingin melihat kondisi gadis itu. Ada hal yang mengikat dirinya dengan Prisa dan dia tidak bisa melewati batas lagi. Sore itu, Fio tidak sedang baik-baik saja. Pandangannya mulai tidak fokus. Wajah pucatnya beberapa kali membuat beberapa teman yang ia lewati merasa cemas. Dan sesekali ada yang melihatnya sambil berbisik-bisik dan juga tertawa. Gadis itu kembali menelan ludah karena tenggorokannya yang terasa kering. Tangannya mengusap dahi yang mulai mengeluarkan keringat dingin. Perutnya sakit luar biasa. Tubuh gadis itu hampir oleng. Tapi dia beruntung karena seseorang menangkap tubuhnya dengan cepat dari arah belakang. Fio meringis. Kemudian seseorang itu menuntunnya supaya duduk di bangku yang berada tak jauh dari tempat mere

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 95

    Percakapannya dengan sang ibu terus saja berputar di kepala dan membuatnya harus berkali-kali menghela napas dalam. Bian tidak bisa memejamkan matanya barang sebentar saja. Benaknya terus saja memikirkan hal yang mungkin terjadi kelak. Hatinya terus mencemooh dirinya yang dinilai sangat lemah. Bian tidak bisa membuktikan bahwa pilihannya untuk berada di Jogja adalah hal yang tepat. Oleh karena itu, dia memilih berbohong kepada ibunya.Pemuda itu bangkit berdiri dan meraih kotak rokok dan juga pemantik api dari atas meja. Dia berjalan menuju ke teras kamar kos dengan langkah gontai. Bian menyalakan rokoknya dan menikmati nikotin serta tar dari benda yang kini sudah menjadi teman setianya. Dulu, Fio selalu berpesan supaya dia tidak merokok. Kesehatannya sangat berharga dan Bian dengan mudahnya melanggar pesan Fio.Dia tidak mampu, dia memang lemah. Semua orang memandangnya sebagai mahasiswa teladan dan juga calon menantu idaman. Bian bahkan kini terkekeh geli mendengar t

DMCA.com Protection Status