Share

Chapter 8

Penulis: angeelintang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bibirnya tersenyum tertahan kala sebuah kalimat yang baru saja di tulisnya. Semua idenya datang dari kalimat seorang siswi yang cukup populer di sekolahnya. Dia duduk di bangku sebelah kanan Fio.

Kenapa hatimu terluka?

Kenapa senyummu menghilang?

Kenapa sendu bergelayut di matamu?

Mawar tidak pernah berniat menyakiti

Dia hanya sedang melindungi dirinya sendiri

Fio segera menutup buku catatannya dan mengantongi pena yang dibawanya. Pesanannya sudah datang. Fio tersenyum lebar kala bau bakso tercium di hidungnya. Sangat menggugah selera dan seketika perutnya semakin terasa lapar. Fio segera memakan makan siangnya seorang diri. Nadya masih saja sibuk dengan Dio sampai Fio lupa bahwa sekarang jarak di antara mereka berdua memang sudah sangat terasa.

Sepulang sekolah, Fio berjalan seorang diri di sebuah toko buku yang terletak di jalan yang searah dengan jalan pulang ke rumahnya. Toko buku yang memang sering dirinya kunjungi ketika dia membutuhkan untuk membeli buku pelajaran sampai komik. Fio berjalan di rak-rak buku yang menyajikan berbagai jenis buku yang berkaitan dengan biologi dari berbagai pengarang.

Gadis itu mengambil satu buku yang membahas tentang struktur dan juga fungsi dari tulang, otot dan juga sendi pada manusia. Gadis itu nampak membaca tulisan yang ada pada sampul buku. Buku bacaan yang setidaknya bisa membantunya lebih mengetahui lebih dalam lagi mengenai tulang, otot dan juga sendi manusia.

Fio kemudian memutuskan untuk membeli buku tersebut. Dia juga mengambil satu komik yang sangat ingin dia baca. Gadis itu membawa dua bukunya menuju ke kasir. Fio masih menatap dua buku di tangannya dengan senyuman terkembang sempurna. Sampai dirinya tidak menyadari bahwa di depannya ada orang lain yang lebih dulu berdiri dan mengantri untuk membayar buku di kasir.

Bruuukkkk!

“Aw!” Fio bergerak mundur secara otomatis karena menabrak punggung seseorang.

Dia kemudian mendongak dan menatap punggung yang berbalut jaket denim di depannya. Fio mengusap dahinya dan menggigit bibirnya. Usapan tangannya mendadak terhenti kala pemuda yang berada di depannya tadi menoleh ke belakang. Kemudian menatapnya dengan tatapan yang membuat kaki Fio terasa menempel pada lantai.

“Kamu tidak apa-apa?”

Fio masih diam. Dia menurunkan tangannya dan menatap wajah di depannya yang berhasil menyedot seluruh atensinya. Pemuda dengan postur tubuh tinggi itu menatap Fio dengan tatapan sedikit cemas. Setelah beberapa saat terdiam, Fio akhirnya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Lidahnya terasa kelu dan bibirnya tidak mampu digerakkan dengan baik.

Pemuda itu tersenyum tipis dan tubuhnya berbalik karena sudah tiba gilirannya untuk membayar buku di kasir. Fio masih sibuk menenangkan detak jantungnya yang terus saja terasa berkejaran. Fio bahkan beberapa kali harus menghirup udara dan menghembuskannya secara perlahan melalui mulut untuk menghilangkan segala rasa groginya.

***

Kaki gadis itu melangkah keluar dari toko buku. Namun, dia berhenti kala melihat pemuda yang tadi membuat mulutnya bisu itu sedang berdiri dengan punggung bersandar pada tembok toko buku. Fio mengerjapkan mata sambil mengepalkan tangannya.

Fio berjalan menuju ke arah pemuda yang kini sedang sibuk dengan ponsel di tangannya. Fio menggigit bibir bawahnya.

Fio berhenti di depan pria itu. “Hai!” sapanya dengan nada yang terdengar sedikit kaku.

Pemuda itu mendongak dan menatap Fio dengan satu alis yang dinaikkan tinggi. “Halo!” sapanya sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana sekolahnya.

“Maaf ya untuk kejadian tadi, aku tidak sengaja,” kata Fio sambil tersenyum.

Pemuda itu menganggukkan kepalanya dan membalas senyuman Fio. “Tidak apa-apa,” jawabnya singkat.

“Oh iya, namaku Fio, nama kamu siapa?” tanya Fio sambil mengulurkan tangannya ke depan.

Pemuda yang memakai seragam SMA itu menatap tangan Fio. “Namaku Bian,” katanya.

Rasa hangat melingkupi hati Fio kala kulit mereka bersentuhan. Memang hanya sebentar mereka berjabat tangan tapi jelas mampu membuat pipi Fio bersemu kemerahan. Gadis itu memindahkan anak rambutnya ke belakang telinga dengan jari-jarinya. Dia tersenyum dan suasana kembali hening selama beberapa detik. Pemuda bernama Bian itu nampak tenang, berkebalikan dengan Fio yang jantungnya sudah terasa berdebar tidak karuan.

“Kamu sekolah dimana, Fi?” Bian memecah keheningan.

“Aku sekolah di SMA Nusantara,” jawab Fio mulai bisa mengontrol diri. “Kalau kamu?” tanya Fio dengan tangan kanan memegang tali tas ranselnya.

“Aku di SMA Tunas Bangsa,” jawab Bian dengan senyum yang mampu membuat Fio kembali terkesima.

Fio tersenyum. “Oh, kelas berapa?” Fio memang tidak mau melewatkan kesempatannya untuk berkenalan dengan Bian.

“Aku kelas dua belas,” jawab Bian kemudian kembali menyenderkan punggungnya pada tembok.

Fio nampak menganggukkan kepalanya paham. “Aku kelas sebelas, ternyata kamu lebih tua,” kata Fio tanpa ditanya oleh Bian.

“Benarkah? Memangnya kamu pikir aku kelas berapa?” Bian mengulum senyumnya.

“Aku pikir kamu kelas sebelas juga,” Fio terkekeh.

Bian tertawa dengan merdunya. “Wajahku memang awet muda,” katanya penuh rasa percaya diri.

Dada Fio membuncah mendengar suara tawa Bian. “Kamu jurusan apa?” Fio sepertinya tidak mau melewatkan kesempatan itu.

“IPA,” jawab Bian singkat.

“Wah sama seperti aku, kapan-kapan sepertinya aku bisa meminta bantuanmu jika aku kesulitan mengerjakan tugas-tugas sekolahku,” kata Fio dengan binar di matanya. “Kamu tahu? Aku tidak terlalu cerdas, aku harus belajar dua kali lebih rajin daripada teman sebangkuku di sekolah,” sambung Fio dengan polosnya.

“Boleh, simpan saja nomorku kalau begitu, kamu bisa menghubungiku jika sewaktu-waktu membutuhkan bantuanku,” kata Bian yang membuat bibir Fio sedikit terbuka.

“Oh i…iya… baik,” jawab Fio gelagapan setelah beberapa detik berusaha mencerna kalimat Bian.

Bian terkekeh. Fio segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas ransel kemudian Bian mendikte nomornya dan Fio menyimpan nomor Bian dengan rasa senang yang luar biasa. Fio tidak menyangka bahwa Bian akan memintanya untuk menyimpan nomor ponsel pemuda itu. Bian sangat baik dan mampu memperlakukan perempuan dengan cara yang cukup mengagumkan menurut Fio.

“Kita sudah tiga kali bertemu, apa aku benar?” tanya Bian dengan mata sedikit menyipit.

Fio mendongak dan segera menyimpan ponselnya ke dalam tas ranselnya setelah menatap mata Bian selama beberapa saat. Fio tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya. Dia tidak menyangka jika Bian mampu mengingatnya dengan baik. Pertemuan yang tidak pernah mereka berdua sengaja lakukan. Fio mencoba mengingat pertemuan pertama mereka yang membuatnya malu setengah mati.

“Kamu benar, kita bertemu pertama kali ketika aku sedang berada di restoran cepat saji tempat kamu bekerja,” kata Fio dengan bersemangat. “Eumm…” Fio memasang wajah malu. “Aku sepertinya terlihat sangat bodoh saat itu,” kata Fio sambil menggaruk pelipisnya.

Bian tertawa. “Tidak, kamu lumayan lucu saat itu,” kata Bian. “Pertemuan kedua di gedung olahraga ketika acara DBL, iya kan?” Bian menebak.

Fio menganggukkan kepalanya. “Kamu pakai seragam basket SMA Tunas Bangsa,” kata Fio terkekeh pelan.

Bian tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Aku harus pergi sekarang,” kata Bian sambil mengerlingkan satu matanya kepada Fio yang membuat gadis itu terperangah dan menganggukkan kepala dengan wajah bodoh.

Bian kemudian menegakkan tubuhnya dan berjalan melewati Fio. Pemuda itu menepuk bahu Fio dengan pelan. Fio segera memutar tubuhnya dan menatap kepergian Bian menuju ke parkiran motor. Bian nampak tetap menawan di mata Fio meskipun pemuda itu sama sekali terlihat tidak pernah memaksakan diri untuk terlihat menawan di mata Fio.

Bian sudah tidak terlihat di mata Fio. Gadis itu tersenyum senang. Dia melangkah pergi dari sana membawa isi percakapan di antara mereka dengan dada yang seakan hampir meledak. Dia terus tersenyum sambil mengayuh sepedanya.

Bab terkait

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 9

    Fio bergegas pergi ke dalam kamarnya dan menatap layar ponsel yang disana terdapat nomor serta nama Bian. Fio menggigit bibirnya. Matanya sesekali melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Gadis itu menggenggam ponselnya dengan kerutan di dahinya.“Apa aku nanti akan terlihat sangat agresif?” Fio menggigit bibir bawahnya.Sambil merapal doa di dalam hatinya, Fio kemudian kembali menatap layar ponsel yang ada di genggaman tangannya.“Hai, ini aku Fio.” Hanya itu yang Fio sanggup kirimkan untuk Bian.Gadis itu terdengar menghembuskan nafas dalam. Fio segera meletakkan ponselnya ke atas meja belajar. Fio mengulang satu kalimat sebanyak tiga kali tapi tetap saja dirinya tidak berhasil membuat dirinya sendiri paham dengan materi yang sedang dipelajarinya.Fio menyandarkan punggungnya ke belakang. Matanya melirik ke arah ponsel yang sampai lima belas menit berlalu sama sekali belum ada respon dari pemuda y

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 10

    “Sudah jadi satu,” Fio tersenyum menatap kertas yang sudah berubah menjadi burung kecil.Fio meletakkan kertas-kertas yang masih berada di dalam kemasan. Dia menggeser sedikit kertas-kertas tersebut dan menarik mangkuk yang berisi nasi dan juga soto. Fio sekarang sudah terbiasa makan siang seorang diri sejak Nadya lebih sibuk bersama dengan Dio.Netra Fio mulai menatap sekitarnya yang nampak ramai. Mereka kebanyakan bergerombol. Sedangkan Fio hanya seorang diri dengan kertas yang sudah berubah bentuk menjadi seekor burung kecil. Fio menertawakan dirinya sendiri yang ternyata benar-benar seperti kehilangan sosok teman dekat di hidupnya.Fio sesekali masih mengedarkan pandangannya ke sekitarnya dan secara tidak sengaja bertemu pandang dengan Rey. Nama pemuda yang sangat populer di SMA Nusantara. Seorang pebasket yang selalu menjadi andalan sekolahnya. Fio berhenti mengunyah kala Rey masih menatapnya dalam diam. Pipi Fio nampak menggembung karena nasi s

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 11

    Fio melebarkan matanya sambil tercengang di tempatnya berdiri. Rey kemudian berjalan pergi meninggalkan dirinya yang sama sekali belum sempat membalas ucapan pemuda itu. Mata gadis itu terus mengikuti punggung Rey yang berjalan menjauh darinya.Gadis itu menyentuh kepalanya. Beberapa orang yang masih berada di sekitarnya semakin berbisik dan ada beberapa anak yang menunjuk Fio.“Beruntung sekali dia diperlakukan manis oleh Rey seperti itu.”Fio memejamkan matanya sejenak sebelum kemudian kembali berjalan dengan dagu yang sedikit dia angkat.“Hmm, aku bahkan sudah tiga kali memberikan Rey makanan kesukaannya tapi sampai sekarang tidak pernah dapat perlakuan manis seperti itu, aku kesal sekali!” Fio tersenyum miring mendengar jawaban siswi lainnya yang berbicara seolah-olah Fio tidak ada di dekat mereka.***Fio segera menghentikan langkahnya dan membuka tas ransel dimana ponselnya berada. Fio

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 12

    Fio tahu bahwa detik ini akan datang juga kepadanya. Mamanya pasti sudah mengatakan kepada papanya tentang dirinya yang meminta izin untuk menonton bioskop malam ini.“Sama Bian pa, teman Fio,” jawab gadis itu sudah mulai merasa sedikit segan dengan tatapan yang diberikan papanya kepada dirinya.“Siapa Bian?” papanya mulai penasaran dengan sosok yang disebutkan oleh Fio dan juga istrinya tadi.Fio menghela nafasnya dengan cepat. “Bian itu teman Fio pa, dia anak basket tapi kami tidak satu sekolah, Bian sekolah di SMA Tunas Bangsa,” jawab Fio dengan lancar.Papanya nampak menganggukkan kepalanya paham. “Apa kalian sudah mengenal lama?” tanya papanya dengan mata yang sudah mengunci mata manik mata Fio.Kali ini Fio terlihat mulai gugup, dia menelan salivanya dengan sedikit kepayahan. “Eumm itu…” Fio mengalihkan tatapannya dari Anjar dan memilih melemparkan pandangannya ke arah halaman

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 13

    Anjar melirik istrinya sebentar dan melengkungkan senyumnya ke atas. Anjar menggelengkan kepalanya kemudian kembali fokus dengan kemudinya. Rahma tahu bahwa Anjar sedang berbohong. Suaminya tidak pernah bisa menyembunyikan sesuatu darinya. Rahma juga tahu bahwa Anjar memaksakan senyumnya. Suaminya sedang memikirkan sesuatu yang Rahma tebak semuanya mengenai Fio yang akan pergi bersama Bian. “Mas, semuanya akan baik-baik saja, Fio pasti bisa jaga diri, mas,” kata Rahma mencoba menenangkan Anjar yang nampak masih belum bisa bersikap santai. Rahma melirik ke arah Fio. Kali ini Fio tahu dirinya harus melakukan apa. Dia menangkap kode yang diberikan oleh Rahma melalui tatapan matanya. Fio kemudian mendekatkan tubuhnya kepada papanya. Dia duduk di kursi penumpang di belakang papa dan mamanya sehingga Fio tidak bisa menatap wajah papanya yang sepertinya sedang terlihat tidak tenang. “Pa, Fio bisa minta sesuatu ke papa?” tanya Fio dengan tangan menyentuh pundak Anjar

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 14

    Fio masih mengamati Bian yang sepertinya sudah selesai membayar. Pemuda itu kemudian memutar tubuhnya dan berjalan menuju ke arah Fio berdiri.“Ayo, sebentar lagi filmnya akan di mulai,” ajak Bian.“Hmm,” Fio mengangguk paham kemudian berjalan bersisian dengan Bian yang terlihat jauh lebih tinggi dari tubuhnya.Mata Fio melihat antrian masuk ke studio dua yang ternyata sudah dibuka.“Sudah ramai,” kata Bian yang kini berada di depan Fio.“Iya, filmnya baru release dan rating di IMdb bagus,” kata Fio.Gadis itu menatap punggung tegap Bian dari belakang dengan dada berdebar. Wangi Bian tercium dan semakin membuat Fio kelimpungan mengatasi hatinya sendiri. Fio sibuk dengan pikirannya sendiri sampai ketika Bian menoleh ke belakang dan mata mereka saling bertemu pandang.Tangan kanan Bian sudah dia ulurkan ke belakang. “Sini,” katanya kepada Fio.Suasana y

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 15

    “Huhhh aku lelah!” Nadya menengakkan tubuhnya dan menghembuskan nafasnya dengan keras melalui bibirnya.Dia kemudian melepaskan tas ransel berwarna hitam dan menaruhnya di atas meja. Nadya juga melepaskan jaket yang masih dikenakannya karena rasa gerah yang menghantam tubuhnya. Fio membiarkan Nadya menyelesaikan urusannya terlebih dahulu sampai Nadya nampaknya sudah bisa kembali bernafas dengan normal.Fio segera mengambil tisu dari dalam tasnya kemudian menyerahkan kepada Nadya. “Aku lelah berjalan dari lampu merah perempatan,” jawab Nadya pada akhirnya sambil mengelap peluh yang menetes di dahinya.Fio terlihat terkejut. “Kamu tidak di antar ke sekolah? Dimana Dio?” tanya Fio dengan wajah seriusnya.Nadya menggelengkan kepalanya. “Pak Jaka memang mengantarku hanya saja ban mobilnya bocor dan tidak ada ban cadangan, di rumah tidak ada orang, hanya ada bu Nani jadi tidak bisa minta tolong ayah untuk mengantarku,&r

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 16

    Senyumnya mengembang begitu saja. Mata bulatnya tidak berkedip menatap sosok pemuda yang sedang melepas pelindung kepalanya kemudian turun dari motor. Fio mengamati setiap langkah yang di ambil oleh Bian. Pemuda itu berjalan menuju pintu masuk kafe sambil menyugar rambutnya yang sudah sedikit terlihat panjang.Fio menoleh ke arah pintu masuk kafe dan dia dapat melihat Bian yang nampak mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kafe. Fio tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah pemuda itu.“Hai Bi!”Senyuman pemuda itu terkembang begitu saja kala melihat wajah Fio yang ceria.“Hai, apa kamu sudah lama menungguku?” tanya Bian menyapa Fio begitu dirinya sampai di depan gadis itu.Fio segera menggelengkan kepalanya. “Belum, aku sudah pesan lebih dulu, kamu ingin pesan apa?” tanya Fio.“Pesannya disana?” Bian tidak menjawab.Pemuda itu nampak menunjuk ke arah bar dan bertanya kepada Fi

Bab terbaru

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 103

    Bian menjalani hari-harinya dengan sepi. Bukan karena dia tidak memiliki teman tapi karena dia yang memilih menarik diri dari pergaulan. Entah sampai kapan, Bian tidak tahu. Dia butuh ruang dan waktu untuk menyendiri. Memikirkan masa depannya yang kini dipenuhi oleh bayangan utang kepada ayah Prisa.Tidak sedikit baginya tentu saja, mengingat biaya pengobatan adiknya yang juga tidak bisa dibilang murah. Bian sudah berusaha sampai dia menggadaikan harga diri dan cintanya. Sampai dia harus menjadi seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Anak muda yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu harus bersedia menghapus mimpinya untuk bisa hidup bersama seseorang yang ia cinta suatu hari nanti.Tapi sepertinya itu tidak lagi menjadi masalah besar baginya, karena Prisa dengan senang hati memberikan jalan untuknya. Sesuai kesepakatannya dan ayah Prisa, hubungan yang selalu didambakan oleh gadis itu hingga membuatnya menjadi orang yang egois akan berakhi ketika Prisa terbukti berk

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 102

    “Brengsek!” Pemuda itu melepaskan gagang pintu yang ia genggam.Dia bergerak mundur disertai dengan senyuman kecut yang kini menghiasi wajahnya. Wajah gadis itu terlihat pucat. Tangannya mencengkram erat selimut yang membelit tubuh telanjangnya. Sementara seorang pemuda lain terlihat buru-buru memakai celananya kembali.Bian terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala tak percaya. Dia datang dengan membawa makanan dan obat demam untuk kekasihnya. Setelah tiba di kota Jogja, dia mendapatkan kabar bahwa Prisa sedang sakit. Dia datang dengan membawa apa yang ia pikir dibutuhkan oleh gadis itu tanpa mengabari terlebih dulu.Ia pikir, Prisa akan senang dengan kedatangannya yang pasti akan mengejutkan dan perhatian yang ia berikan kepada gadis itu. Tapi, justru Bian yang terlihat terkejut dengan kejadian yang membuatnya cukup muak.“Bian, tunggu!” teriak gadis itu dengan wajah panik luar biasa.Prisa bangun dari atas ranjang dan berlari mengejar Bian yang sama sekali tidak mengindahkan pangg

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 101

    Fio berdiri di depan teras rumahnya yang sekarang terasa asing baginya. Setelah acara pemakaman Nara selesai, dia tak langsung pulang. Gadis itu membantu Ningsih mengurus acara tiga harian terlebih dahulu. Sampai malam menjelang, Fio masih bertahan di sisi Ningsih yang akhirnya memperlihatkan ketidakberdayaannya sebagai seorang manusia biasa. Wanita paruh baya itu sesekali meneteskan air mata meski tidak diiringi dengan isak tangis. Tapi, Fio tahu bahwa di dalam hati Ningsih semuanya terasa begitu berat dan nyaris tak mampi ia topang.“Kenapa tidak masuk?”Fio menoleh. “Kamu masih di sini?” Fio terkejut dan segera menatap motor Bian yang ternyata masih ada di luar pagar rumahnya.Bian mengangguk. “Aku baru saja akan pergi tapi aku lupa mengatakan sesuatu padamu.”Fio mengerutkan kening dalam. “Apa?” tanyanya.Di bawah langit tanpa bintang, Bian menatap Fio dengan wajah sendunya. Dia menghela napas dalam dan menunduk sejenak. Pemuda itu terkekeh pelan.“Lucu sekali, ya? Sejauh apapun k

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 100

    Malam itu benar-benar menjadi malam terakhir Bian mengobrol dengan Fio. Gadis itu tidak mau lagi membuka akses untuknya meski hanya untuk menyapa. Hal itu terbukti saat Bian tanpa sengaja berjumpa dengan Fio di kantin kampus. Bian yang sudah menyiapkan diri untuk sekedar tersenyum dan menyapa Fio mengurungkan niat kala dia melihat Fio memilih menundukkan kepalanya supaya tidak perlu menatapnya. Bian bertahan dengan kebimbangan hati yang masih menyelimutinya. Dia terus menemani Prisa hari demi hari meski tidak ada satu hari yang ia lewati tanpa teringat semua kenanganya bersama Fio. Dia menguatkan hatinya. Dia terus membisikkan satu kalimat yang berhasil membuatnya menguatkan pundaknya lebih dari sebelumnya. Semua demi Ibu dan adikku. “Halo?” Suara pria itu terdengar seiring dengan langkah kakinya yang semakin pelan. Isak tangis dari seberang telepon berhasil membuat detak jantungnya dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia membeku di tempat saat ibunya mengatakan hal yang paling ia

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 99

    “Tidak semudah itu, Fi!” sahut Bian dengan wajah tak terima. “Aku tidak mungkin membuat kamu ikut memikirkan masalahku sementara aku tahu kamu juga punya masalahmu sendiri,” lanjut pemuda itu. Fio hanya diam. Dia hanya mampu menghela napas berat. Semuanya sudah terjadi dan tidak akan pernah bisa diputar kembali. Tidak ada yang bisa Fio lakukan selain pasrah dengan fakta yang ia dapatkan. “Sudahlah! Sepertinya juga tidak ada gunanya kita berdebat,” ucap Bian. Fio mengangguk mengerti meski hatinya terasa sesak. “Bian?” panggil Fio. Bian menoleh. “Hm?” “Setelah malam ini, aku mungkin tidak akan pernah memberikan kamu kesempatan lain lagi. Jadi, Bi…” Fio tidak berani menatap mata mantan kekasihnya meski hanya lima detik saja. “Kembalilah kepada dia yang sudah kamu pilih. Aku akan menemukan bahagiaku sendiri jadi kamu juga harus bahagia.” Setelah mengatakan kalimat itu, Fio bergegas berdiri di depan pintu dan meminta Bian untuk pulang secara baik-baik. Baginya, dia tidak bisa lagi mem

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 98

    Setelah selesai makan, Bian dan Fio hanya saling diam. Fio merasa tidak ada hal penting yang harus ia katakan kepada Bian. Sementara Bian, pemuda itu ingin sekali mengatakan hal yang sebenarnya pada mantan kekasihnya. Di perjalanan menuju ke kos Fio, Bian memikirkan hal di luar nalarnya selama ini. Taruhannya sangat besar dan dia bisa saja menyesal di kemudian hari.Tapi, dia tidak akan pernah tahu jika mencoba sesuatu mungkin akan mendatangkan hal yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bian meneguk ludah dengan pandangan yang ia alihkan kepada gadis cantik bernama lengkap Fiona Ruby Cantika itu.“Fi,” ucapnya serupa bisikan.Suaranya seperti malu-malu untuk keluar. Bian gugup dan juga bingung bagaimana harus memulai pembicaraannya. Dia hanya tersenyum saat Fio menoleh dan menatapnya dalam diam. Gadis itu menunggu kalimat yang hendak Bian lontarkan kepadanya.“Aku ingin bicara sesuatu kepadamu.” Bian memantapkan hatinya. “Tapi…” dia menggantung ucapannya. “Mungkin apa yang akan aku bic

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 97

    Bian memacu motornya dengan kecepatan sedang. Dia ragu-ragu untuk datang ke acara keluarga Prisa. Rasanya dia hanya akan menjadi bahan olok-olokan saja di sana. Tapi dia sudah berjanji pada kekasihnya untuk datang. Acara ulang tahun pernikahan Tante Nilam, yang tak lain adalah adik kandung dari ayah Prisa. Bian memang sudah pernah bertemu dengan Nilam sebelumnya. Hanya saja pertemuannya tidak menyenangkan. Pemuda itu telah sampai di depan sebuah hotel bintang empat yang menjadi tempat acara. Bian merapikan kemejanya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia sedikit terlambat. Langkahnya terasa ringan dan tanpa beban. “Semoga mereka meminta Prisa untuk memutuskanku,” batinnya. Begitu kakinya menginjak lantai ballroom hotel, Bian merasa seperti sedang memasuki ruang persidangan. Banyak pasang mata menatapnya dengan wajah terheran-heran. Bagaimana tidak? Bian tidak mengenakan jas. Padahal di dalam undangan sudah tertulis dress code malam itu adalah jas berwarna hitam bagi pria dan gaun

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 96

    Fio memilih menghindar jika tidak sengaja dia bertemu dengan Bian. Selama enam minggu mereka bahkan tidak pernah bertemu. Bukan hanya karena Fio yang mencoba menghindar, tapi juga karena Bian yang memilih untuk tidak menemui Fio lagi. Meski rasanya dia sangat ingin melihat kondisi gadis itu. Ada hal yang mengikat dirinya dengan Prisa dan dia tidak bisa melewati batas lagi. Sore itu, Fio tidak sedang baik-baik saja. Pandangannya mulai tidak fokus. Wajah pucatnya beberapa kali membuat beberapa teman yang ia lewati merasa cemas. Dan sesekali ada yang melihatnya sambil berbisik-bisik dan juga tertawa. Gadis itu kembali menelan ludah karena tenggorokannya yang terasa kering. Tangannya mengusap dahi yang mulai mengeluarkan keringat dingin. Perutnya sakit luar biasa. Tubuh gadis itu hampir oleng. Tapi dia beruntung karena seseorang menangkap tubuhnya dengan cepat dari arah belakang. Fio meringis. Kemudian seseorang itu menuntunnya supaya duduk di bangku yang berada tak jauh dari tempat mere

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 95

    Percakapannya dengan sang ibu terus saja berputar di kepala dan membuatnya harus berkali-kali menghela napas dalam. Bian tidak bisa memejamkan matanya barang sebentar saja. Benaknya terus saja memikirkan hal yang mungkin terjadi kelak. Hatinya terus mencemooh dirinya yang dinilai sangat lemah. Bian tidak bisa membuktikan bahwa pilihannya untuk berada di Jogja adalah hal yang tepat. Oleh karena itu, dia memilih berbohong kepada ibunya.Pemuda itu bangkit berdiri dan meraih kotak rokok dan juga pemantik api dari atas meja. Dia berjalan menuju ke teras kamar kos dengan langkah gontai. Bian menyalakan rokoknya dan menikmati nikotin serta tar dari benda yang kini sudah menjadi teman setianya. Dulu, Fio selalu berpesan supaya dia tidak merokok. Kesehatannya sangat berharga dan Bian dengan mudahnya melanggar pesan Fio.Dia tidak mampu, dia memang lemah. Semua orang memandangnya sebagai mahasiswa teladan dan juga calon menantu idaman. Bian bahkan kini terkekeh geli mendengar t

DMCA.com Protection Status