Satya menunduk menatap Clara. Clara mengangguk. Jadi, Satya berkata, "Oke, kami akan keluar sebentar lagi."Terdengar suara langkah kaki yang menjauh. Clara melepaskan Satya, lalu merenung dan berucap, "Orang tua Pak Jazli memang di tanganmu, tapi sekarang aku di wilayah Pak Jazli. Jangan sampai merusak hubungan. Kamu harus bisa menjaga harga diri mereka."Satya mengelus wajah Clara. Dia tersenyum sambil membalas, "Aku akan menurutimu kalau soal hubungan wanita.""Kamu paling ahli berhubungan dengan wanita, 'kan? Sejak kapan jadi mau menurutiku?" ejek Clara.Karena tidak ada siapa pun di sini, Satya menyahut, "Sejak menetapkan hatiku, aku nggak pernah berhubungan dengan wanita mana pun lagi. Cuma ada kamu di hatiku. Tubuhku juga milikmu."Clara tidak ingin mendengarnya lagi. Dengan wajah memerah, dia mendesak Satya untuk turun. "Jangan buat mereka menunggu terlalu lama."Satya meraih lengan Clara, lalu berkata dengan lirih, "Clara, kalau Jazli punya niat jahat padamu, beri tahu saja ak
Mendengar ini, ekspresi Jazli terlihat agak bingung. Dia tahu alasan Diana mandul, tetapi tidak pernah mengungkitnya.Jazli memang tidak berniat melakukannya malam ini. Begitu Diana membahas tentang anak, dia menjadi makin tidak berminat. Setelah menenangkan diri, Jazli menyingkirkan tangan Diana sambil berkata, "Sudah malam, tidurlah."Diana pun merasa malu. Latar belakangnya memang kurang bagus sehingga statusnya agak rendah. Namun, dia benar-benar menginginkan anak seperti Alaia.Diana menggenggam tangan Jazli, lalu berujar dengan lirih, "Anak itu bukan anak kandung mereka. Mereka sudah punya seorang putra dan akan melahirkan lagi nanti ...."Jazli bisa menebak isi pikiran Diana. Dia meletakkan tangan di belakang kepala sendiri, lalu bertanya, "Kamu ingin mengadopsi anak itu?"Ekspresi Diana dipenuhi penantian. Namun, Jazli menolak, "Kamu juga sudah lihat mereka sangat menyayanginya seperti anak kandung. Mana mungkin mereka bersedia. Lupakan saja niatmu itu."Diana bersikeras ingin
Bulan Mei, cuaca mulai panas. Tanpa disadari, usia kandungan Clara sudah 7 bulan. Dia akan melahirkan 2 bulan lagi. Untungnya, dia tidak pilih-pilih makan selama kehamilannya. Meskipun demikian, tubuhnya tetap ramping.Diana menemaninya mengobrol, sedangkan Alaia melukis di samping mereka. Diana benar-benar menyayangi Alaia. Setelah ragu-ragu sejenak, dia berkata, "Alaia imut sekali. Setiap kali membahas Alaia dengan Jazli, aku merasa sangat sedih karena nggak punya anak."Clara tersenyum sambil menyahut, "Kalian punya latar belakang yang bagus. Seharusnya mudah saja untuk adopsi anak, 'kan?"Diana termangu sejenak. Kemudian, dia berbicara terus terang, "Sebenarnya aku dan Jazli ingin mengadopsi Alaia. Aku tahu kalian bakal sedih, tapi kami pasti merawatnya dengan baik."Begitu melontarkan kalimat itu, mata Diana tampak berkaca-kaca. Dia tulus menyayangi Alaia. Alaia kira-kira memahami percakapan mereka. Dia menatap kedua wanita itu, lalu memanggil, "Ibu."Panggilan itu terdengar seper
Sebenarnya Diana merasa cemas, tetapi hatinya menjadi tenang kembali saat melihat Alaia. Dia tidak tega melihat anak ini sedih, apalagi melihatnya kehilangan ayah. Kalaupun memaksa untuk mengadopsi, hubungannya dengan Alaia hanya akan memburuk. Jadi, sebaiknya dia membantu mereka.Karena punya urusan penting, Clara menitipkan anak-anaknya kepada Diana. Diana berkata, "Tenang saja, aku pasti akan menjaga mereka."Clara mengangguk dan berterima kasih, lalu segera pergi. Alaia hanya bisa menatap ibunya sambil memeluk Diana. Diana merasa sangat puas dengan pelukan ini.....Clara keluar dengan membawa 20 orang pengawal. Pukul 4 sore, ada banyak orang terkemuka berkumpul di galeri seni. Jazli tampak memegang gelas sampanye. Dia dikelilingi oleh para wanita cantik yang berlomba mendapat perhatiannya.Jazli sangat menikmati suasana ini. Sementara itu, Clara berjalan masuk sendiri. Dia telah mengatur pekerjaan untuk para pengawalnya itu.Staf tidak mengenali Clara sehingga menyuruhnya menunjuk
Suasana menjadi hening. Meskipun panggilan itu bersifat sangat pribadi, Jazli sama sekali tidak menghindar dari Clara.Faktanya, Jazli tentu saja ingin menghindar, tetapi situasi tidak mengizinkannya untuk sekarang. Dia ingin mengungkapkan ketulusannya kepada Clara, tetapi Clara tidak ingin menerimanya lagi. Clara berucap, "Sudah terlambat.""Sekarang aku punya 2 permintaan. Pertama, nyatakan sikapmu. Kedua, undurkan diri. Kamu belum tahu kalau aku sudah mencari kandidat. Begitu terjadi perubahan, orang itu akan menggantikanmu," lanjut Clara dengan nada datar.Jazli tidak percaya. Dia bertanya, "Memangnya siapa yang pantas menggantikan posisiku?"Clara menyunggingkan bibir sambil menyahut, "Dicky, sekretaris yang paling kamu percayai."Jazli terkejut mendengarnya. Dia tidak percaya Dicky akan mengkhianatinya. Sementara itu, Clara berucap dengan penuh percaya diri, "Dia nggak mengkhianatimu. Tapi, aku yakin dia akan mencampakkanmu setelah ditawari keuntungan ini. Kamu sendiri juga tahu
Ujung gaun Clara basah karena air ketuban. Dia berusaha bertahan sambil berteriak, "Pengawal! Cepat kemari ...."Dua orang pengawal segera menghampiri. Mereka kebingungan karena tidak pernah mengalami hal seperti ini. Namun, Clara masih sadar sepenuhnya sehingga menginstruksi, "Cepat siapkan mobil. Anakku sudah mau lahir!"Kebetulan sekali, Dicky dan Jazli melihat pemandangan mengejutkan ini. Tanpa ragu sedikit pun, mereka bergegas menghampiri untuk menolong.Clara pun dibawa ke mobil. Rasa sakit yang dahsyat ini membuat keningnya bercucuran keringat. Melihatnya kesakitan seperti ini, Jazli merasa tidak tega. Dia menjulurkan tangan sambil berkata, "Kamu boleh menggigit tanganku kalau nggak tahan."Jazli lagi-lagi melakukan sesuatu yang berlebihan. Clara sama sekali tidak meladeninya. Dia bisa menanggung rasa sakit ini sendirian.Jazli pun merasa malu. Sebenarnya selain ingin terlepas dari kekangan Satya, Jazli berkhianat juga karena alasan lain, yaitu ingin mendapatkan Clara. Dia sungg
Bukannya anak mereka perempuan? Kenapa jadi anak laki-laki? Tanpa melihat bayi itu, Satya langsung bertanya, "Apa kalian salah orang? Istriku jelas-jelas mengandung anak perempuan ...."Suster itu mengerlingkan matanya dan menyahut, "Pak, cuma ada Bu Clara di ruang bersalin ini."Satya segera bangkit. Setelah merenung sesaat, dia berkata, "Ya, ya. Bagus juga kalau anak laki-laki. Joe jadi punya teman bermain."Satya tersenyum kepada Clara. Clara sangat lemas sekarang. Dia menoleh menatap anaknya, lalu bertanya, "Kenapa? Kamu nggak suka anak laki-laki?""Mana mungkin!" Satya menyeka keringat Clara sambil meneruskan, "Itu anakku sendiri.""Kamu saja nggak melihatnya," ujar Clara yang mencebik.Satya segera menggendong bayi kecil itu. Wajah anak ini benar-benar mirip dengannya. Hanya saja, perasaan Satya sungguh rumit karena berbagai masalah yang terjadi.Clara sudah merasa lebih baik. Dia menggendong anaknya, lalu berkata, "Kita pasti bisa dapat anak perempuan setelah ini."Satya seketik
Jazli tidak bisa memahami pemikiran Diana. Dia bertanya, "Kamu benar-benar ingin bercerai cuma karena aku selingkuh? Diana, wanita yang sudah bercerai akan sulit menemukan pria baik-baik. Kamu kira berbisnis di Kota Brata mudah? Jangan naif!"Diana sudah membulatkan tekadnya. Dengan mata berkaca-kaca, dia menyahut, "Aku sudah mempertimbangkan semua ini. Faktanya, sebelum hari ini, aku nggak pernah berpikir untuk bercerai. Aku tulus mencintaimu dulu. Di hatiku, kamu adalah duniaku.""Aku merasa sangat sakit saat tahu kamu punya banyak wanita di luar. Tapi, aku berusaha memberi tahu diri sendiri kalau kamu akan pulang setelah puas bermain. Aku kira aku bisa terus bersabar. Tapi setelah melihat Pak Satya dan Bu Clara, aku baru menyadari sesuatu.""Sebenarnya kita hidup bersama dan saling menoleransi karena belum menemukan yang lebih baik. Aku tahu kamu tertarik pada Bu Clara, tapi aku nggak marah karena tahu Bu Clara nggak mungkin menyukaimu. Dia sudah melihat pemandangan indah, jadi ngga