Selesai berbicara, Satya turun dari ranjang dan menggendong Alaia ke kloset. Kemudian, Satya menutup pintu kamar mandi dan kembali ke pinggir ranjang untuk berciuman dengan Clara. Dia berucap, "Clara, selamat tahun baru!"....Hari keempat, Vigo dipindahkan ke rumah sakit lain. Renata tidak pernah menjenguknya. Ini bukan karena Renata sibuk merawat Axel, melainkan karena sibuk bercinta dengan kekasihnya.Veren menjenguk Vigo. Dia duduk di depan ranjang sambil mengupas apel. Setelah ragu-ragu, dia berkata kepada Vigo, "Baru-baru ini, Renata jatuh cinta dengan seorang pria. Pria itu meminjam 120 miliar darinya untuk berbisnis.""Dia ceroboh sekali. Masa langsung meminjamkan uang itu begitu saja? Dengar-dengar, masih ada uang lain selain 120 miliar itu. Entah berapa totalnya kalau dijumlahkan. Tapi, dia nggak berani pakai uang Keluarga Sadali. Semua itu maharnya, seharusnya nggak tersisa banyak lagi."Ekspresi Vigo tampak datar. Ketika melihat ekspresinya itu, Veren bisa menebak bahwa put
Setelah naik ke mobil, Nella tidak melontarkan sepatah kata pun. Matanya masih berkaca-kaca. Gracia duduk di sebelahnya. Sebagai seorang wanita, dia tentu memahami perasaan Nella. Nella menyukai Vigo.Sayangnya, keduanya tidak pantas untuk bersama, apalagi Vigo sudah punya istri. Gracia menepuk bahu Nella, lalu menghibur, "Kamu masih muda, pasti ada pria yang tulus mencintaimu nanti."Nella menggeleng ringan. Ketika masih muda, mudah bagi seseorang untuk jatuh cinta. Namun, ini akan sulit untuk dilakukan seiring bertambahnya usia. Dia tidak bisa mengungkapkan perasaannya kepada Vigo. Bagaimanapun, dirinya hanya wanita simpanan.Gracia hanya bisa mengembuskan napas. Setelah mengantar Nella pulang, dia kembali ke vila untuk melapor kepada Satya. Mereka bertemu di taman dan mengobrol untuk sesaat.Menjelang sore hari, Gracia pulang ke vilanya, sedangkan Satya masuk ke ruang kerjanya. Begitu mendorong pintu, terlihat Clara memegang sepucuk surat di tangannya. Itu surat dari Jazli. Isinya s
Yuna merendahkan suaranya saat meneruskan, "Aku nggak nyangka Jazli adalah orang Pak Satya."Nada bicara Yuna dipenuhi kekaguman. Kemarin malam, dia dan Randy telah menganalisis bahwa Satya jauh lebih hebat daripada Malik. Satya masih muda, tetapi menguasai berbagai metode yang bisa membuat lawannya kewalahan.Yuna berkata, "Kamu tinggal saja dengan tenang di Kota Handa. Kalau Pak Satya butuh bantuan, suamiku pasti akan membantunya."Clara menggenggam tangan Yuna, lalu menyahut sambil tersenyum lembut, "Terima kasih. Aku jadi tenang kalau begini."Yuna menuangkan segelas teh mawar untuk Clara. Dia berujar, "Coba teh ini, bisa menenangkan diri dan bagus untuk kecantikan."Keduanya mengobrol dengan seru. Kemudian, Yuna masih punya urusan lain sehingga pergi duluan. Clara merasa teh mawar itu sangat lezat sehingga memilih untuk menghabiskannya. Tanpa diduga, Clara malah bertemu seseorang setelah Yuna pergi.Pintu ruang privat dibuka dari luar. Terlihat Malik dan Surya. Surya tersenyum sam
Malam itu, Satya mengantar Clara dan anak-anak ke Kota Handa. Aida merasa sangat enggan. Dia ikut mengantar mereka ke bandara dan menunggu sampai pesawat mereka terbang. Air matanya mengalir tanpa henti.Pukul 8.30 malam, pesawat pribadi Grup Chandra tiba di bandara Kota Handa. Di tempat parkir, tampak 4 mobil mewah sudah menunggu. Jazli dan Diana telah membuat persiapan matang untuk menyambut keluarga Satya.Segera, Satya membawa istri dan anak-anaknya keluar dari bandara. Clara menggandeng Joe, Satya menggendong Alaia. Alaia memeluk leher Satya dengan erat sambil memandang pemandangan yang asing.Saat ini, Dicky yang merupakan asisten Jazli maju untuk memberi sebuket bunga kepada Clara. Dia berkata, "Bu, selamat datang di Kota Handa."Perlakuan ini jelas jauh berbeda jika dibandingkan dengan sebelumnya. Clara menerima bunga itu. Bagaimanapun, dia tidak boleh mempermalukan suaminya.Jazli membuka pintu mobil untuk mereka. Dia terlihat berwibawa seperti biasa, tidak terlihat bahwa diri
Satya menunduk menatap Clara. Clara mengangguk. Jadi, Satya berkata, "Oke, kami akan keluar sebentar lagi."Terdengar suara langkah kaki yang menjauh. Clara melepaskan Satya, lalu merenung dan berucap, "Orang tua Pak Jazli memang di tanganmu, tapi sekarang aku di wilayah Pak Jazli. Jangan sampai merusak hubungan. Kamu harus bisa menjaga harga diri mereka."Satya mengelus wajah Clara. Dia tersenyum sambil membalas, "Aku akan menurutimu kalau soal hubungan wanita.""Kamu paling ahli berhubungan dengan wanita, 'kan? Sejak kapan jadi mau menurutiku?" ejek Clara.Karena tidak ada siapa pun di sini, Satya menyahut, "Sejak menetapkan hatiku, aku nggak pernah berhubungan dengan wanita mana pun lagi. Cuma ada kamu di hatiku. Tubuhku juga milikmu."Clara tidak ingin mendengarnya lagi. Dengan wajah memerah, dia mendesak Satya untuk turun. "Jangan buat mereka menunggu terlalu lama."Satya meraih lengan Clara, lalu berkata dengan lirih, "Clara, kalau Jazli punya niat jahat padamu, beri tahu saja ak
Mendengar ini, ekspresi Jazli terlihat agak bingung. Dia tahu alasan Diana mandul, tetapi tidak pernah mengungkitnya.Jazli memang tidak berniat melakukannya malam ini. Begitu Diana membahas tentang anak, dia menjadi makin tidak berminat. Setelah menenangkan diri, Jazli menyingkirkan tangan Diana sambil berkata, "Sudah malam, tidurlah."Diana pun merasa malu. Latar belakangnya memang kurang bagus sehingga statusnya agak rendah. Namun, dia benar-benar menginginkan anak seperti Alaia.Diana menggenggam tangan Jazli, lalu berujar dengan lirih, "Anak itu bukan anak kandung mereka. Mereka sudah punya seorang putra dan akan melahirkan lagi nanti ...."Jazli bisa menebak isi pikiran Diana. Dia meletakkan tangan di belakang kepala sendiri, lalu bertanya, "Kamu ingin mengadopsi anak itu?"Ekspresi Diana dipenuhi penantian. Namun, Jazli menolak, "Kamu juga sudah lihat mereka sangat menyayanginya seperti anak kandung. Mana mungkin mereka bersedia. Lupakan saja niatmu itu."Diana bersikeras ingin
Bulan Mei, cuaca mulai panas. Tanpa disadari, usia kandungan Clara sudah 7 bulan. Dia akan melahirkan 2 bulan lagi. Untungnya, dia tidak pilih-pilih makan selama kehamilannya. Meskipun demikian, tubuhnya tetap ramping.Diana menemaninya mengobrol, sedangkan Alaia melukis di samping mereka. Diana benar-benar menyayangi Alaia. Setelah ragu-ragu sejenak, dia berkata, "Alaia imut sekali. Setiap kali membahas Alaia dengan Jazli, aku merasa sangat sedih karena nggak punya anak."Clara tersenyum sambil menyahut, "Kalian punya latar belakang yang bagus. Seharusnya mudah saja untuk adopsi anak, 'kan?"Diana termangu sejenak. Kemudian, dia berbicara terus terang, "Sebenarnya aku dan Jazli ingin mengadopsi Alaia. Aku tahu kalian bakal sedih, tapi kami pasti merawatnya dengan baik."Begitu melontarkan kalimat itu, mata Diana tampak berkaca-kaca. Dia tulus menyayangi Alaia. Alaia kira-kira memahami percakapan mereka. Dia menatap kedua wanita itu, lalu memanggil, "Ibu."Panggilan itu terdengar seper
Sebenarnya Diana merasa cemas, tetapi hatinya menjadi tenang kembali saat melihat Alaia. Dia tidak tega melihat anak ini sedih, apalagi melihatnya kehilangan ayah. Kalaupun memaksa untuk mengadopsi, hubungannya dengan Alaia hanya akan memburuk. Jadi, sebaiknya dia membantu mereka.Karena punya urusan penting, Clara menitipkan anak-anaknya kepada Diana. Diana berkata, "Tenang saja, aku pasti akan menjaga mereka."Clara mengangguk dan berterima kasih, lalu segera pergi. Alaia hanya bisa menatap ibunya sambil memeluk Diana. Diana merasa sangat puas dengan pelukan ini.....Clara keluar dengan membawa 20 orang pengawal. Pukul 4 sore, ada banyak orang terkemuka berkumpul di galeri seni. Jazli tampak memegang gelas sampanye. Dia dikelilingi oleh para wanita cantik yang berlomba mendapat perhatiannya.Jazli sangat menikmati suasana ini. Sementara itu, Clara berjalan masuk sendiri. Dia telah mengatur pekerjaan untuk para pengawalnya itu.Staf tidak mengenali Clara sehingga menyuruhnya menunjuk