Clara menarik lepas tangannya dari genggaman Satya. Dia tidak butuh penjelasan pria itu dan tidak ingin ditemani olehnya. Dengan berderai air mata, Clara berujar pelan, "Aku nggak mau melihatmu."Clara menutup wajahnya dengan selimut dan menangis sendirian. Satya mungkin menyesali kepergian anak mereka. Dia mungkin akan bersedih selama beberapa hari. Namun, setelah beberapa lama, luka itu akan sembuh.Berbeda dengan Clara. Anak yang hilang itu bagaikan sepotong bagian tubuh yang diambil langsung darinya. Rasa sakit karena kehilangan ini tidak akan pernah bisa terlupakan seumur hidupnya.....Satya menemani Clara semalam di rumah sakit. Keesokan harinya, dia memiliki acara sosial penting, jadi dia harus kembali ke vila.Ruang ganti sudah dirapikan. Noda darah bekas keguguran Clara juga sudah dibersihkan tanpa meninggalkan jejak. Hanya saja, samar-samar masih tercium bau darah di udara. Satya membuka pintu lemari, lalu mengambil dasi dan mengikatnya. Dia mengganti pakaian yang rapi dan
Setelah beberapa saat, Satya berkata dengan pelan, "Aku akan menemanimu di sini, nggak akan ke mana-mana."Clara tersenyum tipis. Dia tidak mengungkit kebohongan Satya, melainkan ikut bersandiwara bersamanya. Clara menatap dingin Satya yang berperan sebagai suami dan ayah yang baik. Hatinya tidak tersentuh lagi karena dia tahu bahwa janji pria bagaikan sepatu kaca Cinderella. Janjinya akan hilang setelah tengah malam tiba dan sifatnya akan kembali seperti biasanya.Satya tidak meninggalkan Clara sepanjang hari. Dia bahkan menonaktifkan ponselnya.Ketika hari sudah senja, Joe mengantuk. Dia menyandarkan kepalanya, tetapi tidak mau tidur. Melihat ini, Satya pun menggendong Joe, lalu berkata kepada Clara, "Aku bawa dia pulang untuk tidur dulu. Aku akan datang lagi besok pagi."Clara memandang Satya dengan tenang. Dia menduga bahwa Satya menonaktifkan ponselnya seharian karena akan menemui Benira pada malam hari. Sampai saat ini, Clara masih belum mengungkit kebohongan Satya. Ketika Satya
Aida bertanya dengan terkejut, "Nyonya, kamu mau ke mana pada saat ini?"Clara menundukkan kepalanya. Bulu matanya tampak bergetar ringan. Tak lama kemudian, dia berucap seraya menyunggingkan senyuman, "Semuanya sudah hampir berakhir. Aku akan segera bebas."Aida tidak memahami perkataannya. Hanya saja, Aida tahu bahwa Clara pasti memiliki rencana sekarang. Seperti halnya dia yang berani mengamputasi kaki dan mengangkat rahim Benira. Aida benar-benar kagum dengan tindakannya. Hal itu membutuhkan keberanian yang luar biasa. Padahal, dulu Clara bahkan tidak berani membunuh ayam.Aida memanggil sopir dan membantunya mengganti pakaian. Setelah itu, Aida mengambil syal bulu domba berwarna gelap dan melilit Clara dengan sangat rapat. Dia berucap dengan sedih, "Aku temani Nyonya, ya? Aku nggak bisa tenang."Clara memegang tangan Aida dengan lembut. Dia ragu-ragu sejenak sebelum berujar, "Anak ini punya cacat bawaan. Bagaimanapun, dia memang nggak bisa dilahirkan apalagi dibesarkan."Usai mend
Satya segera menahan tangannya.Clara langsung melepaskannya. Dia berjalan keluar dengan langkah cepat, tanpa keraguan sedikit pun. Dia juga tidak meneteskan air mata untuk Satya. Pria yang telah berkhianat dan berselingkuh tidak pantas membuatnya menangis lagi.Clara hanya pergi begitu saja. Dia berjalan di lorong. Tubuhnya kedinginan sehingga dia merapatkan mantelnya di tubuhnya ....Dari belakang, terdengar suara Satya yang hampir putus asa. "Clara!"Clara pun berbalik dan menatapnya. Dia berbicara pelan, "Jangan mendekat. Satya ... jangan kemari. Di titik ini, apa kamu masih akan bilang kita bisa hidup bahagia bersama? Satya, apa menurutmu bisa? Kamu kira ada wanita mana yang bisa? Kecuali wanita itu sama sekali nggak suka padamu. Dia hanya mau uang dan tubuhmu ... tapi aku nggak bisa.""Satya, aku nggak bisa. Ketika bersamamu dan menikahimu dulu, aku berharap bisa bersamamu selama sisa hidupku. Kalau nggak bisa, nggak masalah juga. Paling nggak, kita berpisahlah baik-baik. Paling
Satya tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menatap Clara dalam diam. Pikirnya, Clara pasti sudah lama menyiapkan kata-kata ini. Menurut Satya, Clara pasti juga sudah lama memutuskan untuk bercerai dan meninggalkannya. Clara tidak pernah percaya Satya bisa memberikan seluruh hatinya. Wanita itu juga tidak pernah berpikir untuk bersama dengannya selamanya.Beberapa saat kemudian, Clara berujar lagi dengan suara rendah, "Serahkan Joe padaku."Satya merangkul bahu Clara. Dia tidak mengatakan iya ataupun tidak. Sejujurnya, dia juga tahu betul bahwa hubungan mereka sudah tidak bisa dilanjutkan. Dari kata-kata Clara, Satya tidak bisa mendengar sedikit pun jejak perasaan atau kerinduan. Tidak pula terdengar amarah dan kecemburuan.Satya tidak berani membayangkan, apa yang membuat cinta Clara padanya pupus tak bersisa. Clara berkata bahwa dia tidak mencintai Satya lagi, tidak menginginkannya lagi.Saat keduanya terdiam, seorang pelayan datang membawa ponsel dan berkata bahwa Benira menelepon. Pe
Satya ingin mengatakan sesuatu, tetapi tenggorokannya seakan-akan terkunci. Setelah beberapa lama, akhirnya dia berkata dengan suara serak, "Kamu bisa pergi setelah salju berhenti. Anggap saja ini masa nifasmu. Tenanglah, aku akan keluar saat fajar. Karena akta nikah kita diurus di Kota Aruma, pengajuan akta cerai juga harus diajukan di sana. Joe dan anak itu bisa ikut kamu. Jaga mereka baik-baik ...."....Satya tidak mampu mengungkapkan gundah di hatinya. Dia tahu bahwa keputusan ini dibuat dengan terlalu terburu-buru. Dia juga tahu betul, jika dia mempertimbangkannya lagi, dia tidak akan melepaskan Clara. Hanya saja, Clara menginginkan kebebasan. Wanita itu tidak ingin berada di sisinya lagi.Pelukan terakhir dari Satya tidak mengandung gelora hasrat seperti dahulu. Ini hanyalah pelukan terakhirnya sebagai suami kepada istrinya. Mulai besok, mereka sudah bukan pasangan suami istri.Satya memeluk tubuh rapuh Clara erat-erat. Kemudian, dia membisikkan sesuatu yang belum pernah dia kat
Aida langsung menyindir, "Ya, dia kesayanganmu!"Kemudian, Aida bangkit untuk pergi dan tidak lupa membawa mangkuknya. Jika tahu seperti ini, dia tidak akan memberinya makan.Namun, Aida tetap harus berkemas. Ketika melewati kamar, Aida berjalan sepelan mungkin supaya tidak mengganggu Clara.Ternyata, Clara tidak tidur. Aida menggaruk kepalanya, lalu berkata dengan terbata-bata, "Tu ... Tuan menyuruhku ... merapikan ruang ganti."Clara tersenyum tipis dan menyahut, "Maksudmu koper, 'kan?"Mata Aida sontak memerah. Dia menyeka air mata, lalu berujar sembari terisak-isak, "Aku kira semua sudah membaik saat melihat kalian begitu akur belakangan ini. Hasilnya malah menjadi seperti ini."Clara tidak menjelaskan, hanya menyuruh Aida merapikan kopernya. Setelah membereskannya, Aida membawa koper ke ruang kerja, tetapi Satya sudah tidak berada di sana.Satya berada di kamar tidur Joe. Sinar matahari yang lembut menyinari wajah Joe. Satya berjongkok sambil mengelus wajah mungil putranya. Dia ti
Di dalam vila, suasana di ruang tamu tampak harmonis. Para pelayan meletakkan 2 mangkuk mie di atas meja makan beserta kue 3 tingkat yang terlihat indah.Hari ini adalah ulang tahun Benira yang ke-34. Dia sengaja keluar dari rumah sakit lebih awal untuk merayakan ulang tahunnya dengan Satya.Di luar sana, salju masih turun. Salju ini sudah turun selama setengah bulan sehingga seluruh Barline seolah-olah ditutupi oleh salju.Benira menggerakkan kursi rodanya dan datang ke belakang Satya. Dia memeluk Satya dan berucap dengan lembut, "Satya, kuharap salju ini nggak akan berhenti, jadi kamu akan terus berada di sisiku. Ini bukan mimpi, 'kan? Kamu benar-benar ingin menceraikannya untuk bersamaku?"Aku takut semua ini cuma mimpi. Kalau benar begitu, aku lebih memilih untuk nggak bangun dan terus terjebak dalam mimpi indah ini."Benira memeluk Satya dengan erat, lalu meneruskan dengan bahagia, "Asalkan kamu bersedia tinggal di sisiku, aku akan memaafkan semua kesalahanmu. Yang penting kamu me