Clara mengenakan kembali kacamata hitamnya dan tersenyum. Dia berjalan menuju pintu masuk vila.Sinar matahari pada siang hari terasa begitu pas. Sebaliknya, Gracia merasa merinding di belakangnya. Dia memandangi punggung ramping Clara dan akhirnya tak kuasa bertanya, "Apa kamu masih mencintai Pak Satya?"Clara menghentikan langkah kakinya, tetapi tidak berbalik. Setelah memikirkannya, Clara akhirnya memberikan jawaban yang pasti kepada Gracia, "Nggak."Usai menjawab, Clara berjalan keluar dari gerbang vila. Di depan sana, ada sebuah mobil hitam yang mengilat. Sopir asal Jermeni yang berbadan kekar telah membukakan pintu untuknya. Clara masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tegak.Mobil hitamnya melaju di jalanan Barline. Sinar matahari menyinari melalui jendela mobil. Suasana yang tenang dan damai dirasakan oleh Clara.Situasi ini mirip waktu mereka pertama kali berkencan. Kala itu, Clara dan Satya duduk di dalam mobil. Dia ingat jelas, detak jantungnya berdegup begitu cepat ketika pr
Sinar matahari siang membuat orang ingin bermalas-malasan.Clara baru terbangun dari tidur siangnya, sementara kedua anaknya masih belum bangun. Dia pun asyik membaca majalah di ruang keluarga ....Tiba-tiba, seorang pembantu mengetuk pintu seraya berucap, "Nyonya, Gracia bawa seseorang ke rumah. Dia bilang ingin bertemu denganmu."Clara sontak mengepalkan tangannya. Kemudian, dia meletakkan majalah yang dipegangnya. Clara berbicara dengan suara lantang, "Beri tahu dia, aku akan menemuinya di aula bunga."....Di aula bunga.Seseorang yang terlihat seperti sopir tampak gelisah. Dia adalah bawahan Benira. Gracia memberitahunya bahwa dia akan bertemu dengan istri sah Satya hari ini. Asalkan mengikuti perintah Clara, dia akan bisa mendapatkan banyak uang. Anak-anaknya sedang belajar di luar negeri, jadi dia memang membutuhkan banyak uang.Sekitar 10 menit kemudian, Clara baru datang. Begitu dia masuk, pembantu membawakan sup sarang burung dan berucap sambil tersenyum, "Aku khawatir Nyonya
Di vila.Di atas ranjang bulat yang mewah, suara napas pria dan wanita perlahan mereda. Namun, pria itu masih merasa tidak puas. Dia memeluk si wanita dengan erat di dalam dekapannya. Tindakannya ini membuat sekujur tubuh wanita itu gemetar.Satya memegang erat kedua tangan Clara, lalu menekannya di atas bantal. Matanya yang hitam terus menatap istrinya tanpa berkedip.Mata Clara terbuka dengan air mata yang membasahi bulu matanya. Tubuhnya gemetar dan menunjukkan kerapuhan yang tak terucapkan. Wajah kecilnya pucat dengan sedikit kemerahan. Clara tampak seperti terbungkus dalam embun.Saat ini, Satya menjilati dagu hingga ke telinganya. Dia berbisik dengan suara serak, "Kamu benar-benar cantik."Semenjak hamil, Clara selalu sangat patuh dan hanya akan menolak suaminya sesekali. Perasaan itu berbeda dari biasanya sehingga Satya sungguh menyukainya. Kini, dia membujuk lagi, "Sekali lagi … ya?"Clara menunduk dan memejamkan mata perlahan. Dia menolak dengan gemetar, "Terlalu lelah!"Sayan
Sopir itu terdiam sejenak, lalu berucap, "Nyonya, kebaikanmu membuatku lebih terharu daripada mendapatkan uang."Sopir itu menceritakan semua yang dia tahu kepada Clara, "Ketika Nona Benira melihat koran itu, dia sangat marah. Malam itu, dia minum sebotol arak dan akhirnya masuk rumah sakit pada tengah malam. Keesokan harinya, Tuan Satya pergi ke sana sebelum senja ... dan tinggal di sana sekitar 2 sampai 3 jam."Mendengar kabar ini, Clara hanya tersenyum.Sopir itu melanjutkan dengan hati-hati, "Setelah Nona Benira keluar dari rumah sakit, dia sangat senang dan pergi membeli gaun pesta putih yang sangat mahal. Aku dengar dari pembantu, katanya harga satu gaun itu sampai miliaran. Itu dibeli dengan kartu Tuan Satya."Berhubung takut Clara kesal, sopir itu pun berhenti berbicara. Clara malah mengangkat cangkir teh dan meneguknya. Dia berbicara dengan cuek, "Sudah pasti Satya yang membuatnya senang."Sopir itu hanya seorang pekerja kasar. Dia mengira ini adalah permainan antara dua wanit
Suasana musim gugur kian kental. Tanpa terasa, hari pernikahan putra konglomerat itu sudah tiba.Benira bangun pagi-pagi sekali, lalu merias diri dan mengenakan gaun putih polosnya. Dia harus tiba di Gereja sebelum pukul 10 pagi dan mengejutkan semua orang dengan gaun mewahnya. Benira ingin semua orang tahu bahwa dia lebih baik dari Clara dan lebih pantas menjadi Nyonya Chandra.Benira membelanjakan banyak uang untuk persiapannya. Dia bahkan menghabiskan 600 juta hanya untuk membayar tim rias. Selain itu, mobil mewah yang dinaikinya juga seharga puluhan miliar. Kepuasan material ini tentu saja didanai oleh Satya. Namun, Benira sama sekali belum puas. Dia tetap ingin menjadi Nyonya Chandra!Pada pukul 8.30 pagi, Benira berangkat dengan mobil. Dia duduk di kursi belakang sambil membayangkan bagaimana Satya akan terpesona saat melihat dirinya. Mungkin saja mereka bisa menghabiskan waktu bersama malam ini. Benira tetaplah wanita yang memiliki kebutuhan biologis. Setelah sekian lama tidak m
Di ruang ganti vila, Satya sedang bermesraan dengan Clara. Hari ini, Clara mengenakan gaun model rumbai berwarna perak. Gaun mewah yang membalut tubuh elok dan rampingnya membuatnya terkesan sangat menawan. Lengan dan dadanya yang ditonjolkan juga sangat menggoda.Ruangan luas itu dipasangi cermin di tiap sisi. Si pria kian menunjukkan dominasinya, sementara si wanita makin luluh. Rintihan minta ampun yang terucap dari bibir Clara malah menambah gairah Satya. Sambil terus menggoda tubuh wanitanya, Satya membisikkan kata-kata rayuan yang meninggalkan hawa panas ke leher Clara, "Sudah seperti ini, kamu masih bilang nggak mau, hm?"Tubuh Clara yang sedang hamil menjadi sangat sintal. Satya tidak bisa menahan diri untuk memujanya. Ponsel di saku jas Satya terus menyala dan menunjukkan notifikasi panggilan, tetapi Clara sudah mengaktifkan mode senyap. Saat ini, Satya sedang terbelenggu gelora asmara, mana sempat dia memedulikan panggilan telepon?Satya terus merayu Clara untuk berhubungan i
Namun, Satya tidak mendengar ucapan Clara. Dia buru-buru pergi dengan sosok Benira memenuhi pikirannya. Dia tidak mungkin mengira, bayi yang lama dia nantikan kelahirannya sudah meninggal di perut ibunya.Satya pergi dengan amarah memuncak, sementara Clara ditinggal sendirian, menahan sakitnya keguguran. Tubuhnya sangat kesakitan hingga bergetar hebat. Dia memegangi perutnya sambil memandang tetesan darah yang perlahan mengubah warna karpet menjadi merah.Semua ini terasa ironis. Padahal belum lama ini, Satya memeluk Clara dan mengajaknya untuk menjalani hidup dengan baik. Kini, dia malah menamparnya demi Benira. Janji manis pria itu memang tidak pernah bisa dipercaya.Bayi dalam perutnya seperti mendesak untuk keluar. Rasa sakit yang menusuk menghantam Clara. Dengan bertumpu pada dinding, dia melangkah pelan-pelan menuju tangga. Kemudian, dia memanggil dengan suara serak, "Bi Aida ... Bi Aida!"Kebetulan Aida ada di lantai bawah. Sewaktu mendengar namanya dipanggil dan mendongak ke at
Gracia menatap atasannya dengan ekspresi rumit, lalu berujar pelan, "Pak Satya, Clara keguguran. Dokter bilang perutnya terkena hantaman keras hingga menyebabkan keguguran. Saat ini ... janin sudah keluar sepenuhnya dan rahim Clara sudah bersih."Satya langsung tertegun. Dia melupakan rokok di sela-sela jarinya dan segala sesuatu yang ada di sekitar. Yang ada dalam benaknya sekarang hanyalah kata-kata Gracia."Janin sudah keluar sepenuhnya dan rahim Clara sudah bersih."Di luar jendela, suasana akhir musim gugur kian kental, ditandai dengan daun-daun yang berguguran. Di dalam gedung rumah sakit, seorang pria tampan berkemeja putih tampak termenung untuk waktu yang lama. Satya sangat syok dan tidak bisa menerima fakta ini.Gracia juga tidak kalah sedih. Dia berkata dengan nada tersendat, "Clara sudah dilarikan ke rumah sakit dan kondisinya sangat lemah. Pak Satya, kamu mau menemani Nona Benira atau pergi menemui istrimu?"Satya langsung melangkah menuju lift. Gracia bergegas mengikutiny