Di ruang ganti vila, Satya sedang bermesraan dengan Clara. Hari ini, Clara mengenakan gaun model rumbai berwarna perak. Gaun mewah yang membalut tubuh elok dan rampingnya membuatnya terkesan sangat menawan. Lengan dan dadanya yang ditonjolkan juga sangat menggoda.Ruangan luas itu dipasangi cermin di tiap sisi. Si pria kian menunjukkan dominasinya, sementara si wanita makin luluh. Rintihan minta ampun yang terucap dari bibir Clara malah menambah gairah Satya. Sambil terus menggoda tubuh wanitanya, Satya membisikkan kata-kata rayuan yang meninggalkan hawa panas ke leher Clara, "Sudah seperti ini, kamu masih bilang nggak mau, hm?"Tubuh Clara yang sedang hamil menjadi sangat sintal. Satya tidak bisa menahan diri untuk memujanya. Ponsel di saku jas Satya terus menyala dan menunjukkan notifikasi panggilan, tetapi Clara sudah mengaktifkan mode senyap. Saat ini, Satya sedang terbelenggu gelora asmara, mana sempat dia memedulikan panggilan telepon?Satya terus merayu Clara untuk berhubungan i
Namun, Satya tidak mendengar ucapan Clara. Dia buru-buru pergi dengan sosok Benira memenuhi pikirannya. Dia tidak mungkin mengira, bayi yang lama dia nantikan kelahirannya sudah meninggal di perut ibunya.Satya pergi dengan amarah memuncak, sementara Clara ditinggal sendirian, menahan sakitnya keguguran. Tubuhnya sangat kesakitan hingga bergetar hebat. Dia memegangi perutnya sambil memandang tetesan darah yang perlahan mengubah warna karpet menjadi merah.Semua ini terasa ironis. Padahal belum lama ini, Satya memeluk Clara dan mengajaknya untuk menjalani hidup dengan baik. Kini, dia malah menamparnya demi Benira. Janji manis pria itu memang tidak pernah bisa dipercaya.Bayi dalam perutnya seperti mendesak untuk keluar. Rasa sakit yang menusuk menghantam Clara. Dengan bertumpu pada dinding, dia melangkah pelan-pelan menuju tangga. Kemudian, dia memanggil dengan suara serak, "Bi Aida ... Bi Aida!"Kebetulan Aida ada di lantai bawah. Sewaktu mendengar namanya dipanggil dan mendongak ke at
Gracia menatap atasannya dengan ekspresi rumit, lalu berujar pelan, "Pak Satya, Clara keguguran. Dokter bilang perutnya terkena hantaman keras hingga menyebabkan keguguran. Saat ini ... janin sudah keluar sepenuhnya dan rahim Clara sudah bersih."Satya langsung tertegun. Dia melupakan rokok di sela-sela jarinya dan segala sesuatu yang ada di sekitar. Yang ada dalam benaknya sekarang hanyalah kata-kata Gracia."Janin sudah keluar sepenuhnya dan rahim Clara sudah bersih."Di luar jendela, suasana akhir musim gugur kian kental, ditandai dengan daun-daun yang berguguran. Di dalam gedung rumah sakit, seorang pria tampan berkemeja putih tampak termenung untuk waktu yang lama. Satya sangat syok dan tidak bisa menerima fakta ini.Gracia juga tidak kalah sedih. Dia berkata dengan nada tersendat, "Clara sudah dilarikan ke rumah sakit dan kondisinya sangat lemah. Pak Satya, kamu mau menemani Nona Benira atau pergi menemui istrimu?"Satya langsung melangkah menuju lift. Gracia bergegas mengikutiny
Clara menarik lepas tangannya dari genggaman Satya. Dia tidak butuh penjelasan pria itu dan tidak ingin ditemani olehnya. Dengan berderai air mata, Clara berujar pelan, "Aku nggak mau melihatmu."Clara menutup wajahnya dengan selimut dan menangis sendirian. Satya mungkin menyesali kepergian anak mereka. Dia mungkin akan bersedih selama beberapa hari. Namun, setelah beberapa lama, luka itu akan sembuh.Berbeda dengan Clara. Anak yang hilang itu bagaikan sepotong bagian tubuh yang diambil langsung darinya. Rasa sakit karena kehilangan ini tidak akan pernah bisa terlupakan seumur hidupnya.....Satya menemani Clara semalam di rumah sakit. Keesokan harinya, dia memiliki acara sosial penting, jadi dia harus kembali ke vila.Ruang ganti sudah dirapikan. Noda darah bekas keguguran Clara juga sudah dibersihkan tanpa meninggalkan jejak. Hanya saja, samar-samar masih tercium bau darah di udara. Satya membuka pintu lemari, lalu mengambil dasi dan mengikatnya. Dia mengganti pakaian yang rapi dan
Setelah beberapa saat, Satya berkata dengan pelan, "Aku akan menemanimu di sini, nggak akan ke mana-mana."Clara tersenyum tipis. Dia tidak mengungkit kebohongan Satya, melainkan ikut bersandiwara bersamanya. Clara menatap dingin Satya yang berperan sebagai suami dan ayah yang baik. Hatinya tidak tersentuh lagi karena dia tahu bahwa janji pria bagaikan sepatu kaca Cinderella. Janjinya akan hilang setelah tengah malam tiba dan sifatnya akan kembali seperti biasanya.Satya tidak meninggalkan Clara sepanjang hari. Dia bahkan menonaktifkan ponselnya.Ketika hari sudah senja, Joe mengantuk. Dia menyandarkan kepalanya, tetapi tidak mau tidur. Melihat ini, Satya pun menggendong Joe, lalu berkata kepada Clara, "Aku bawa dia pulang untuk tidur dulu. Aku akan datang lagi besok pagi."Clara memandang Satya dengan tenang. Dia menduga bahwa Satya menonaktifkan ponselnya seharian karena akan menemui Benira pada malam hari. Sampai saat ini, Clara masih belum mengungkit kebohongan Satya. Ketika Satya
Aida bertanya dengan terkejut, "Nyonya, kamu mau ke mana pada saat ini?"Clara menundukkan kepalanya. Bulu matanya tampak bergetar ringan. Tak lama kemudian, dia berucap seraya menyunggingkan senyuman, "Semuanya sudah hampir berakhir. Aku akan segera bebas."Aida tidak memahami perkataannya. Hanya saja, Aida tahu bahwa Clara pasti memiliki rencana sekarang. Seperti halnya dia yang berani mengamputasi kaki dan mengangkat rahim Benira. Aida benar-benar kagum dengan tindakannya. Hal itu membutuhkan keberanian yang luar biasa. Padahal, dulu Clara bahkan tidak berani membunuh ayam.Aida memanggil sopir dan membantunya mengganti pakaian. Setelah itu, Aida mengambil syal bulu domba berwarna gelap dan melilit Clara dengan sangat rapat. Dia berucap dengan sedih, "Aku temani Nyonya, ya? Aku nggak bisa tenang."Clara memegang tangan Aida dengan lembut. Dia ragu-ragu sejenak sebelum berujar, "Anak ini punya cacat bawaan. Bagaimanapun, dia memang nggak bisa dilahirkan apalagi dibesarkan."Usai mend
Satya segera menahan tangannya.Clara langsung melepaskannya. Dia berjalan keluar dengan langkah cepat, tanpa keraguan sedikit pun. Dia juga tidak meneteskan air mata untuk Satya. Pria yang telah berkhianat dan berselingkuh tidak pantas membuatnya menangis lagi.Clara hanya pergi begitu saja. Dia berjalan di lorong. Tubuhnya kedinginan sehingga dia merapatkan mantelnya di tubuhnya ....Dari belakang, terdengar suara Satya yang hampir putus asa. "Clara!"Clara pun berbalik dan menatapnya. Dia berbicara pelan, "Jangan mendekat. Satya ... jangan kemari. Di titik ini, apa kamu masih akan bilang kita bisa hidup bahagia bersama? Satya, apa menurutmu bisa? Kamu kira ada wanita mana yang bisa? Kecuali wanita itu sama sekali nggak suka padamu. Dia hanya mau uang dan tubuhmu ... tapi aku nggak bisa.""Satya, aku nggak bisa. Ketika bersamamu dan menikahimu dulu, aku berharap bisa bersamamu selama sisa hidupku. Kalau nggak bisa, nggak masalah juga. Paling nggak, kita berpisahlah baik-baik. Paling
Satya tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menatap Clara dalam diam. Pikirnya, Clara pasti sudah lama menyiapkan kata-kata ini. Menurut Satya, Clara pasti juga sudah lama memutuskan untuk bercerai dan meninggalkannya. Clara tidak pernah percaya Satya bisa memberikan seluruh hatinya. Wanita itu juga tidak pernah berpikir untuk bersama dengannya selamanya.Beberapa saat kemudian, Clara berujar lagi dengan suara rendah, "Serahkan Joe padaku."Satya merangkul bahu Clara. Dia tidak mengatakan iya ataupun tidak. Sejujurnya, dia juga tahu betul bahwa hubungan mereka sudah tidak bisa dilanjutkan. Dari kata-kata Clara, Satya tidak bisa mendengar sedikit pun jejak perasaan atau kerinduan. Tidak pula terdengar amarah dan kecemburuan.Satya tidak berani membayangkan, apa yang membuat cinta Clara padanya pupus tak bersisa. Clara berkata bahwa dia tidak mencintai Satya lagi, tidak menginginkannya lagi.Saat keduanya terdiam, seorang pelayan datang membawa ponsel dan berkata bahwa Benira menelepon. Pe