Keesokan paginya, Satya baru pulang. Begitu masuk ke apartemen dan melepaskan sepatunya, pelayan menghampiri Satya dan berbisik, "Nyonya terus menangis sendirian selama Tuan nggak ada di rumah. Aku takut matanya rusak karena nggak berhenti menangis."Gerakan Satya terhenti. Kemudian, dia melepaskan jaket dan masuk ke kamar tidur. Cahaya matahari terpancar dari jendela. Alaia tidur di pelukan Clara. Wajahnya memerah. Satya duduk di tempat tidur, lalu Clara pun terbangun.Clara mengamati Satya. Janggutnya belum dicukur dan pakaiannya sama sekali tidak diganti. Biasanya, Satya selalu mengganti baju setiap hari. Tampaknya, beberapa hari ini Satya sangat sibuk menjaga Benira. Sudah jelas Benira sangat penting bagi Satya. Jadi, sepertinya bayi di dalam kandungan Clara tidak penting ....Clara memandangi wajah Satya. Dulu, dia sangat tergila-gila kepada Satya. Namun, sekarang semuanya sudah berakhir. Clara sama sekali tidak marah-marah. Hanya saja, air mata Clara mengalir sehingga Satya pun p
Clara makan kue dengan pelan. Satya hanya berdiri dan Clara tidak memedulikannya. Sikap Clara sangat dingin sehingga Satya makin ingin mendekati Clara.Satya mandi. Saat keluar, dia hanya memakai jubah mandi. Satya duduk di samping Clara sambil membelai tubuhnya. Namun, Clara menepis tangan Satya sehingga Satya pun tertawa.Satya bersandar di sofa. Dia mengeluarkan sebatang rokok, tetapi dia tidak menyalakannya. Dia hanya ingin mencium aroma nikotin.Satya memandang Clara seraya berkata, "Bulan depan ada pernikahan anak konglomerat di Barline. Katanya, acaranya sangat mewah. Bahkan, keluarga kerajaan Ingliss juga menghadiri acara pernikahan itu. Nanti kamu dampingi aku ke sana. Anggap saja kamu sekalian jalan-jalan."Jari Clara bergetar dan dia menunduk. Satya mengira Clara tidak bersedia untuk menghadiri acara itu. Ketika Satya berniat membujuknya, Clara tiba-tiba menyetujui ajakan Satya. Clara tersenyum dan menanggapi, "Boleh juga. Aku sudah datang ke sini begitu lama, tapi aku belum
Malam hari telah tiba. Para pembantu telah tidur, begitu pula dengan anak-anak.Clara sibuk sampai larut malam sebelum akhirnya mandi dan merawat dirinya. Ketika dia mengoleskan produk perawatan, Satya tak kuasa turun dari ranjang. Dia memeluk tubuh ramping Clara dan mencium lembut di belakang lehernya. Kemudian, pria itu berucap dengan suara serak, "Lama sekali kamu mengoleskannya. Aku bantu, ya!"Clara memberikan sebotol minyak esensial padanya. Tangan Satya segera bergerak di seluruh tubuh istrinya. Pria itu menyentuh semua bagian yang harus disentuh dan bahkan yang tidak seharusnya. Clara bersandar di dada suaminya. Dia memejamkan mata perlahan dan terlihat sangat rileks.Layaknya seorang istri yang biasanya membahas kejadian sehari-hari, Clara pun berujar, "Awalnya apartemen ini cukup untuk beberapa orang. Tapi karena bertambah Aida dan Alaia, rasanya sudah nggak muat lagi. Dulu, Aida sudah banyak membantuku. Aku nggak ingin memperlakukannya dengan buruk. Suruh dia berbagi kamar d
Clara mengenakan kembali kacamata hitamnya dan tersenyum. Dia berjalan menuju pintu masuk vila.Sinar matahari pada siang hari terasa begitu pas. Sebaliknya, Gracia merasa merinding di belakangnya. Dia memandangi punggung ramping Clara dan akhirnya tak kuasa bertanya, "Apa kamu masih mencintai Pak Satya?"Clara menghentikan langkah kakinya, tetapi tidak berbalik. Setelah memikirkannya, Clara akhirnya memberikan jawaban yang pasti kepada Gracia, "Nggak."Usai menjawab, Clara berjalan keluar dari gerbang vila. Di depan sana, ada sebuah mobil hitam yang mengilat. Sopir asal Jermeni yang berbadan kekar telah membukakan pintu untuknya. Clara masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tegak.Mobil hitamnya melaju di jalanan Barline. Sinar matahari menyinari melalui jendela mobil. Suasana yang tenang dan damai dirasakan oleh Clara.Situasi ini mirip waktu mereka pertama kali berkencan. Kala itu, Clara dan Satya duduk di dalam mobil. Dia ingat jelas, detak jantungnya berdegup begitu cepat ketika pr
Sinar matahari siang membuat orang ingin bermalas-malasan.Clara baru terbangun dari tidur siangnya, sementara kedua anaknya masih belum bangun. Dia pun asyik membaca majalah di ruang keluarga ....Tiba-tiba, seorang pembantu mengetuk pintu seraya berucap, "Nyonya, Gracia bawa seseorang ke rumah. Dia bilang ingin bertemu denganmu."Clara sontak mengepalkan tangannya. Kemudian, dia meletakkan majalah yang dipegangnya. Clara berbicara dengan suara lantang, "Beri tahu dia, aku akan menemuinya di aula bunga."....Di aula bunga.Seseorang yang terlihat seperti sopir tampak gelisah. Dia adalah bawahan Benira. Gracia memberitahunya bahwa dia akan bertemu dengan istri sah Satya hari ini. Asalkan mengikuti perintah Clara, dia akan bisa mendapatkan banyak uang. Anak-anaknya sedang belajar di luar negeri, jadi dia memang membutuhkan banyak uang.Sekitar 10 menit kemudian, Clara baru datang. Begitu dia masuk, pembantu membawakan sup sarang burung dan berucap sambil tersenyum, "Aku khawatir Nyonya
Di vila.Di atas ranjang bulat yang mewah, suara napas pria dan wanita perlahan mereda. Namun, pria itu masih merasa tidak puas. Dia memeluk si wanita dengan erat di dalam dekapannya. Tindakannya ini membuat sekujur tubuh wanita itu gemetar.Satya memegang erat kedua tangan Clara, lalu menekannya di atas bantal. Matanya yang hitam terus menatap istrinya tanpa berkedip.Mata Clara terbuka dengan air mata yang membasahi bulu matanya. Tubuhnya gemetar dan menunjukkan kerapuhan yang tak terucapkan. Wajah kecilnya pucat dengan sedikit kemerahan. Clara tampak seperti terbungkus dalam embun.Saat ini, Satya menjilati dagu hingga ke telinganya. Dia berbisik dengan suara serak, "Kamu benar-benar cantik."Semenjak hamil, Clara selalu sangat patuh dan hanya akan menolak suaminya sesekali. Perasaan itu berbeda dari biasanya sehingga Satya sungguh menyukainya. Kini, dia membujuk lagi, "Sekali lagi … ya?"Clara menunduk dan memejamkan mata perlahan. Dia menolak dengan gemetar, "Terlalu lelah!"Sayan
Sopir itu terdiam sejenak, lalu berucap, "Nyonya, kebaikanmu membuatku lebih terharu daripada mendapatkan uang."Sopir itu menceritakan semua yang dia tahu kepada Clara, "Ketika Nona Benira melihat koran itu, dia sangat marah. Malam itu, dia minum sebotol arak dan akhirnya masuk rumah sakit pada tengah malam. Keesokan harinya, Tuan Satya pergi ke sana sebelum senja ... dan tinggal di sana sekitar 2 sampai 3 jam."Mendengar kabar ini, Clara hanya tersenyum.Sopir itu melanjutkan dengan hati-hati, "Setelah Nona Benira keluar dari rumah sakit, dia sangat senang dan pergi membeli gaun pesta putih yang sangat mahal. Aku dengar dari pembantu, katanya harga satu gaun itu sampai miliaran. Itu dibeli dengan kartu Tuan Satya."Berhubung takut Clara kesal, sopir itu pun berhenti berbicara. Clara malah mengangkat cangkir teh dan meneguknya. Dia berbicara dengan cuek, "Sudah pasti Satya yang membuatnya senang."Sopir itu hanya seorang pekerja kasar. Dia mengira ini adalah permainan antara dua wanit
Suasana musim gugur kian kental. Tanpa terasa, hari pernikahan putra konglomerat itu sudah tiba.Benira bangun pagi-pagi sekali, lalu merias diri dan mengenakan gaun putih polosnya. Dia harus tiba di Gereja sebelum pukul 10 pagi dan mengejutkan semua orang dengan gaun mewahnya. Benira ingin semua orang tahu bahwa dia lebih baik dari Clara dan lebih pantas menjadi Nyonya Chandra.Benira membelanjakan banyak uang untuk persiapannya. Dia bahkan menghabiskan 600 juta hanya untuk membayar tim rias. Selain itu, mobil mewah yang dinaikinya juga seharga puluhan miliar. Kepuasan material ini tentu saja didanai oleh Satya. Namun, Benira sama sekali belum puas. Dia tetap ingin menjadi Nyonya Chandra!Pada pukul 8.30 pagi, Benira berangkat dengan mobil. Dia duduk di kursi belakang sambil membayangkan bagaimana Satya akan terpesona saat melihat dirinya. Mungkin saja mereka bisa menghabiskan waktu bersama malam ini. Benira tetaplah wanita yang memiliki kebutuhan biologis. Setelah sekian lama tidak m