Satya tidak menerima panggilan. Dia menolak panggilan itu, lalu berkata dengan santai, "Gracia yang meneleponku. Kinerjanya makin menurun saja. Padahal dia tahu kamu baru bebas."Clara membatin, 'Pria memang pintar berbohong saat selingkuh. Sementara itu, wanita hanya bisa menjadi detektif untuk mengungkap kebohongan.'Meskipun begitu, Clara tidak melontarkan isi pikirannya. Dia berucap, "Pekerjaan jauh lebih penting, angkat saja teleponnya."Ucapan Clara ini seolah-olah adalah pengampunan untuk Satya. Saat ini, hasrat Satya telah mereda. Dia berdeham dan menyahut dengan nada agak bersalah, "Aku pergi ke ruang kerjaku dulu."Clara hanya tersenyum tipis. Sesudah Satya pergi, Clara merapikan pakaiannya dan membuka pintu untuk pergi ke ruang tamu.Pelayan sedang menyuapi Alaia minum susu. Clara baru sadar bahwa mereka adalah pelayan dari Hastama yang merawat Joe dulu.Begitu melihat Clara, mereka pun menyapa dengan hormat, "Nyonya."Para pelayan ini terus berada di Hastama sehingga tidak
Clara tentu menghentikan tindakan gila Satya itu. Dia mendekapkan Alaia ke pelukannya sambil menegur, "Ini bayi, bukan hewan peliharaan. Jangan begitu dong."Satya sama sekali tidak peduli. Ketika hendak mengatakan sesuatu, Clara mendongak meliriknya. Di bawah cahaya lampu, wanita ini mengenakan piama sutra yang terlihat seksi. Belum lagi kehamilan Clara yang membuatnya makin menawan.Satya menelan ludah. Dia mengelus wajah Alaia dengan canggung dan berkata, "Sebenarnya bayi ini imut juga, tapi menjengkelkan kalau lagi nangis."Clara tidak merespons. Jika itu wanita lain, mungkin Satya tidak akan peduli. Namun, Clara sungguh memikat di matanya. Dia ingin sekali memberikan semua yang terbaik kepada wanita ini hanya untuk melihatnya tersenyum.Mereka tidak bisa bermesra-mesraan karena ada bayi, tetapi Satya sedang bernafsu. Dia berbaring dengan tenang. Karena tidak tahan lagi, dia pergi ke kamar mandi untuk menenangkan diri. Ketika keluar, Clara dan Alaia sudah tertidur.Ponsel di saku S
Benira sontak tertawa terbahak-bahak sampai air matanya keluar. Dia menatap Satya dan berkata, "Satya, kamu sudah gila, ya? Kamu sampai melakukan hal seperti itu demi dia? Kalian sudah nggak punya perasaan untuk satu sama lain, tapi kamu masih menghalalkan segala cara untuk membuatnya hamil?""Gimana denganku? Aku sudah mau mati. Apa kamu pernah berpikir untuk memberiku sesuatu yang berharga? Apa hanya vila mewah yang nggak bisa kubawa pergi ini serta obat dan operasi yang tiada habisnya?"Benira melemparkan diri ke pelukan Satya dan memeluknya. Dia duduk di pangkuan Satya sembari menggosokkan tubuhnya untuk membuat Satya berhasrat.Benira terus mencium Satya dan meraba tubuhnya. Sambil mengemut bibir Satya, Benira bergumam bahwa dirinya menginginkan seorang anak. Kemudian, dia meraih kemaluan Satya dan berucap lirih, "Dia nggak bisa memuaskanmu, 'kan? Aku tahu kamu sangat menginginkannya."Satya sontak menarik rambut Benira, memaksanya untuk mengangkat kepala. Dia menyahut dengan lant
"Lagi mikirin apa?" tanya Satya."Mikirin Joe. Kapan dia kemari? Aku khawatir dia sendirian di Kota Aruma," sahut Clara.Satya menggigit cerutu, tetapi tidak menyalakannya. Dia mengelus leher Clara dan bertanya, "Ada Bi Aida yang menjaganya, nggak usah khawatir. Tapi, seharusnya nggak lama lagi. Joe mungkin akan sampai seminggu lagi."Selesai berbicara, Satya ingin mencium Clara, tetapi Clara menghindar. Satya memahami apa yang terjadi. Dia memeluk Clara, lalu berbisik, "Aku nggak menyentuhnya, kami hanya bertemu karena ada urusan. Sentuh saja kalau nggak percaya. Kamu bisa tahu aku melakukannya atau nggak."Clara hanya mengumpat dalam hati. Satya terkekeh-kekeh dan mengubah topik pembicaraan. "Dua hari lagi adalah Festival Pertengahan Musim Gugur. Kamu ingin merayakannya nggak? Dulu kamu sangat suka melukis dan menggantung lampion, gimana kalau kamu melakukannya lagi?""Lagi pula, ada anak kecil di rumah. Kamu harus membesarkannya dengan baik. Kalau melihat seni sejak kecil, dia mungk
Pelayan itu merasa agak ragu, tetapi Clara tampak bertekad. Pelayan itu tidak berani membantah, apalagi merasa majikannya ini tidak seperti dulu lagi. Meskipun Clara masih lembut seperti dulu, tatapannya memberikan kesan berbeda yang membuat orang sungkan padanya.Clara mengambil syalnya, lalu meletakkannya di bahu dan berjalan dengan santai untuk menemui Benira.Karena sedang Festival Pertengahan Musim Gugur, ada banyak lampion merah yang tergantung di apartemen ini. Meskipun suasana terlihat meriah, dekorasi seperti ini justru membuat Benira tampak makin menyedihkan.Cuaca di malam hari agak dingin, tetapi Benira hanya mengenakan gaun bertali, belum lagi rambut panjangnya yang terlihat bergelombang. Semua ini membuatnya terlihat seperti wanita penggoda. Hanya dalam beberapa menit, entah sudah berapa banyak pria yang menanyakan harga per malam.Benira pun memaki mereka dengan galak. Kemudian, dia merasa sangat kesal. Karena tidak memiliki status apa pun, dia terlihat seperti pelacur y
Clara tidak menghiraukan Satya. Dia menidurkan Alaia seperti biasanya, lalu menyerahkannya kepada pelayan.Ketika kembali ke kamar, Clara duduk di sofa sambil membuka beberapa hadiah. Sesuai dugaannya, semua itu adalah perhiasan mahal.Clara sontak merasa tidak tertarik. Satya yang duduk di seberang pun melirik Clara yang memegang sebuah kalung mahal. Dia bertanya, "Kenapa? Nggak suka, ya?"Clara menggeleng, lalu mengelus perutnya yang masih rata sambil menyahut, "Bukan begitu. Kamu juga tahu aku nggak suka barang-barang seperti ini. Dibandingkan dengan perhiasan, aku lebih butuh uang.""Ketika kita tinggal di Kota Aruma, aku nggak berani menggunakan kartu bank kakakku, juga nggak berani meminta uang darimu. Aku nggak berani bersosialisasi di luar, bahkan pernah kehabisan uang sampai nggak bisa makan.""Sekarang kita sudah punya Joe dan Alaia, ditambah aku hamil lagi. Aku pasti butuh uang untuk pengeluaran mereka, 'kan? Mana mungkin aku terus meminta dari pelayan? Aku hanya akan malu."
Satya menelan ludah. Sebenarnya, dia sangat ingin melupakan masa lalunya dan mengabaikan Benira untuk menjalani kehidupan bersama Clara. Akan tetapi, Satya tetap pergi.Clara menatap punggung Satya. Sesaat kemudian, dia kembali ke ruang konsultasi dan duduk di hadapan dokter. Dia menatap dokter dengan terkejut, lalu bertanya dengan suara bergetar, "Dokter, apa kamu bisa mengulanginya sekali lagi?"Dokter merasa sangat simpati padanya. Dia menyerahkan hasil tes, lalu berucap dengan lembut, "Jantung janin nggak berkembang dengan baik. Kusarankan untuk menggugurkan kandunganmu."Clara menunduk menatap hasil tes itu. Dengan wajah berlinang air mata, dia menengadah sembari bertanya, "Apa dia akan kesakitan kalau jantungnya bermasalah?"Dokter menggeleng dengan pelan. Ekspresi Clara tampak getir. Dia melepaskan cincin berlian di jari manisnya. Itu adalah berlian merah muda sebesar 5 karat, harganya sangat mahal.Clara menyodorkan cincin itu dan bertanya dengan kecewa, "Kalau suamiku menanyak
Keesokan paginya, Satya baru pulang. Begitu masuk ke apartemen dan melepaskan sepatunya, pelayan menghampiri Satya dan berbisik, "Nyonya terus menangis sendirian selama Tuan nggak ada di rumah. Aku takut matanya rusak karena nggak berhenti menangis."Gerakan Satya terhenti. Kemudian, dia melepaskan jaket dan masuk ke kamar tidur. Cahaya matahari terpancar dari jendela. Alaia tidur di pelukan Clara. Wajahnya memerah. Satya duduk di tempat tidur, lalu Clara pun terbangun.Clara mengamati Satya. Janggutnya belum dicukur dan pakaiannya sama sekali tidak diganti. Biasanya, Satya selalu mengganti baju setiap hari. Tampaknya, beberapa hari ini Satya sangat sibuk menjaga Benira. Sudah jelas Benira sangat penting bagi Satya. Jadi, sepertinya bayi di dalam kandungan Clara tidak penting ....Clara memandangi wajah Satya. Dulu, dia sangat tergila-gila kepada Satya. Namun, sekarang semuanya sudah berakhir. Clara sama sekali tidak marah-marah. Hanya saja, air mata Clara mengalir sehingga Satya pun p