Clara tidak menghiraukan Satya. Dia menidurkan Alaia seperti biasanya, lalu menyerahkannya kepada pelayan.Ketika kembali ke kamar, Clara duduk di sofa sambil membuka beberapa hadiah. Sesuai dugaannya, semua itu adalah perhiasan mahal.Clara sontak merasa tidak tertarik. Satya yang duduk di seberang pun melirik Clara yang memegang sebuah kalung mahal. Dia bertanya, "Kenapa? Nggak suka, ya?"Clara menggeleng, lalu mengelus perutnya yang masih rata sambil menyahut, "Bukan begitu. Kamu juga tahu aku nggak suka barang-barang seperti ini. Dibandingkan dengan perhiasan, aku lebih butuh uang.""Ketika kita tinggal di Kota Aruma, aku nggak berani menggunakan kartu bank kakakku, juga nggak berani meminta uang darimu. Aku nggak berani bersosialisasi di luar, bahkan pernah kehabisan uang sampai nggak bisa makan.""Sekarang kita sudah punya Joe dan Alaia, ditambah aku hamil lagi. Aku pasti butuh uang untuk pengeluaran mereka, 'kan? Mana mungkin aku terus meminta dari pelayan? Aku hanya akan malu."
Satya menelan ludah. Sebenarnya, dia sangat ingin melupakan masa lalunya dan mengabaikan Benira untuk menjalani kehidupan bersama Clara. Akan tetapi, Satya tetap pergi.Clara menatap punggung Satya. Sesaat kemudian, dia kembali ke ruang konsultasi dan duduk di hadapan dokter. Dia menatap dokter dengan terkejut, lalu bertanya dengan suara bergetar, "Dokter, apa kamu bisa mengulanginya sekali lagi?"Dokter merasa sangat simpati padanya. Dia menyerahkan hasil tes, lalu berucap dengan lembut, "Jantung janin nggak berkembang dengan baik. Kusarankan untuk menggugurkan kandunganmu."Clara menunduk menatap hasil tes itu. Dengan wajah berlinang air mata, dia menengadah sembari bertanya, "Apa dia akan kesakitan kalau jantungnya bermasalah?"Dokter menggeleng dengan pelan. Ekspresi Clara tampak getir. Dia melepaskan cincin berlian di jari manisnya. Itu adalah berlian merah muda sebesar 5 karat, harganya sangat mahal.Clara menyodorkan cincin itu dan bertanya dengan kecewa, "Kalau suamiku menanyak
Keesokan paginya, Satya baru pulang. Begitu masuk ke apartemen dan melepaskan sepatunya, pelayan menghampiri Satya dan berbisik, "Nyonya terus menangis sendirian selama Tuan nggak ada di rumah. Aku takut matanya rusak karena nggak berhenti menangis."Gerakan Satya terhenti. Kemudian, dia melepaskan jaket dan masuk ke kamar tidur. Cahaya matahari terpancar dari jendela. Alaia tidur di pelukan Clara. Wajahnya memerah. Satya duduk di tempat tidur, lalu Clara pun terbangun.Clara mengamati Satya. Janggutnya belum dicukur dan pakaiannya sama sekali tidak diganti. Biasanya, Satya selalu mengganti baju setiap hari. Tampaknya, beberapa hari ini Satya sangat sibuk menjaga Benira. Sudah jelas Benira sangat penting bagi Satya. Jadi, sepertinya bayi di dalam kandungan Clara tidak penting ....Clara memandangi wajah Satya. Dulu, dia sangat tergila-gila kepada Satya. Namun, sekarang semuanya sudah berakhir. Clara sama sekali tidak marah-marah. Hanya saja, air mata Clara mengalir sehingga Satya pun p
Clara makan kue dengan pelan. Satya hanya berdiri dan Clara tidak memedulikannya. Sikap Clara sangat dingin sehingga Satya makin ingin mendekati Clara.Satya mandi. Saat keluar, dia hanya memakai jubah mandi. Satya duduk di samping Clara sambil membelai tubuhnya. Namun, Clara menepis tangan Satya sehingga Satya pun tertawa.Satya bersandar di sofa. Dia mengeluarkan sebatang rokok, tetapi dia tidak menyalakannya. Dia hanya ingin mencium aroma nikotin.Satya memandang Clara seraya berkata, "Bulan depan ada pernikahan anak konglomerat di Barline. Katanya, acaranya sangat mewah. Bahkan, keluarga kerajaan Ingliss juga menghadiri acara pernikahan itu. Nanti kamu dampingi aku ke sana. Anggap saja kamu sekalian jalan-jalan."Jari Clara bergetar dan dia menunduk. Satya mengira Clara tidak bersedia untuk menghadiri acara itu. Ketika Satya berniat membujuknya, Clara tiba-tiba menyetujui ajakan Satya. Clara tersenyum dan menanggapi, "Boleh juga. Aku sudah datang ke sini begitu lama, tapi aku belum
Malam hari telah tiba. Para pembantu telah tidur, begitu pula dengan anak-anak.Clara sibuk sampai larut malam sebelum akhirnya mandi dan merawat dirinya. Ketika dia mengoleskan produk perawatan, Satya tak kuasa turun dari ranjang. Dia memeluk tubuh ramping Clara dan mencium lembut di belakang lehernya. Kemudian, pria itu berucap dengan suara serak, "Lama sekali kamu mengoleskannya. Aku bantu, ya!"Clara memberikan sebotol minyak esensial padanya. Tangan Satya segera bergerak di seluruh tubuh istrinya. Pria itu menyentuh semua bagian yang harus disentuh dan bahkan yang tidak seharusnya. Clara bersandar di dada suaminya. Dia memejamkan mata perlahan dan terlihat sangat rileks.Layaknya seorang istri yang biasanya membahas kejadian sehari-hari, Clara pun berujar, "Awalnya apartemen ini cukup untuk beberapa orang. Tapi karena bertambah Aida dan Alaia, rasanya sudah nggak muat lagi. Dulu, Aida sudah banyak membantuku. Aku nggak ingin memperlakukannya dengan buruk. Suruh dia berbagi kamar d
Clara mengenakan kembali kacamata hitamnya dan tersenyum. Dia berjalan menuju pintu masuk vila.Sinar matahari pada siang hari terasa begitu pas. Sebaliknya, Gracia merasa merinding di belakangnya. Dia memandangi punggung ramping Clara dan akhirnya tak kuasa bertanya, "Apa kamu masih mencintai Pak Satya?"Clara menghentikan langkah kakinya, tetapi tidak berbalik. Setelah memikirkannya, Clara akhirnya memberikan jawaban yang pasti kepada Gracia, "Nggak."Usai menjawab, Clara berjalan keluar dari gerbang vila. Di depan sana, ada sebuah mobil hitam yang mengilat. Sopir asal Jermeni yang berbadan kekar telah membukakan pintu untuknya. Clara masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tegak.Mobil hitamnya melaju di jalanan Barline. Sinar matahari menyinari melalui jendela mobil. Suasana yang tenang dan damai dirasakan oleh Clara.Situasi ini mirip waktu mereka pertama kali berkencan. Kala itu, Clara dan Satya duduk di dalam mobil. Dia ingat jelas, detak jantungnya berdegup begitu cepat ketika pr
Sinar matahari siang membuat orang ingin bermalas-malasan.Clara baru terbangun dari tidur siangnya, sementara kedua anaknya masih belum bangun. Dia pun asyik membaca majalah di ruang keluarga ....Tiba-tiba, seorang pembantu mengetuk pintu seraya berucap, "Nyonya, Gracia bawa seseorang ke rumah. Dia bilang ingin bertemu denganmu."Clara sontak mengepalkan tangannya. Kemudian, dia meletakkan majalah yang dipegangnya. Clara berbicara dengan suara lantang, "Beri tahu dia, aku akan menemuinya di aula bunga."....Di aula bunga.Seseorang yang terlihat seperti sopir tampak gelisah. Dia adalah bawahan Benira. Gracia memberitahunya bahwa dia akan bertemu dengan istri sah Satya hari ini. Asalkan mengikuti perintah Clara, dia akan bisa mendapatkan banyak uang. Anak-anaknya sedang belajar di luar negeri, jadi dia memang membutuhkan banyak uang.Sekitar 10 menit kemudian, Clara baru datang. Begitu dia masuk, pembantu membawakan sup sarang burung dan berucap sambil tersenyum, "Aku khawatir Nyonya
Di vila.Di atas ranjang bulat yang mewah, suara napas pria dan wanita perlahan mereda. Namun, pria itu masih merasa tidak puas. Dia memeluk si wanita dengan erat di dalam dekapannya. Tindakannya ini membuat sekujur tubuh wanita itu gemetar.Satya memegang erat kedua tangan Clara, lalu menekannya di atas bantal. Matanya yang hitam terus menatap istrinya tanpa berkedip.Mata Clara terbuka dengan air mata yang membasahi bulu matanya. Tubuhnya gemetar dan menunjukkan kerapuhan yang tak terucapkan. Wajah kecilnya pucat dengan sedikit kemerahan. Clara tampak seperti terbungkus dalam embun.Saat ini, Satya menjilati dagu hingga ke telinganya. Dia berbisik dengan suara serak, "Kamu benar-benar cantik."Semenjak hamil, Clara selalu sangat patuh dan hanya akan menolak suaminya sesekali. Perasaan itu berbeda dari biasanya sehingga Satya sungguh menyukainya. Kini, dia membujuk lagi, "Sekali lagi … ya?"Clara menunduk dan memejamkan mata perlahan. Dia menolak dengan gemetar, "Terlalu lelah!"Sayan