Benira sontak tertawa terbahak-bahak sampai air matanya keluar. Dia menatap Satya dan berkata, "Satya, kamu sudah gila, ya? Kamu sampai melakukan hal seperti itu demi dia? Kalian sudah nggak punya perasaan untuk satu sama lain, tapi kamu masih menghalalkan segala cara untuk membuatnya hamil?""Gimana denganku? Aku sudah mau mati. Apa kamu pernah berpikir untuk memberiku sesuatu yang berharga? Apa hanya vila mewah yang nggak bisa kubawa pergi ini serta obat dan operasi yang tiada habisnya?"Benira melemparkan diri ke pelukan Satya dan memeluknya. Dia duduk di pangkuan Satya sembari menggosokkan tubuhnya untuk membuat Satya berhasrat.Benira terus mencium Satya dan meraba tubuhnya. Sambil mengemut bibir Satya, Benira bergumam bahwa dirinya menginginkan seorang anak. Kemudian, dia meraih kemaluan Satya dan berucap lirih, "Dia nggak bisa memuaskanmu, 'kan? Aku tahu kamu sangat menginginkannya."Satya sontak menarik rambut Benira, memaksanya untuk mengangkat kepala. Dia menyahut dengan lant
"Lagi mikirin apa?" tanya Satya."Mikirin Joe. Kapan dia kemari? Aku khawatir dia sendirian di Kota Aruma," sahut Clara.Satya menggigit cerutu, tetapi tidak menyalakannya. Dia mengelus leher Clara dan bertanya, "Ada Bi Aida yang menjaganya, nggak usah khawatir. Tapi, seharusnya nggak lama lagi. Joe mungkin akan sampai seminggu lagi."Selesai berbicara, Satya ingin mencium Clara, tetapi Clara menghindar. Satya memahami apa yang terjadi. Dia memeluk Clara, lalu berbisik, "Aku nggak menyentuhnya, kami hanya bertemu karena ada urusan. Sentuh saja kalau nggak percaya. Kamu bisa tahu aku melakukannya atau nggak."Clara hanya mengumpat dalam hati. Satya terkekeh-kekeh dan mengubah topik pembicaraan. "Dua hari lagi adalah Festival Pertengahan Musim Gugur. Kamu ingin merayakannya nggak? Dulu kamu sangat suka melukis dan menggantung lampion, gimana kalau kamu melakukannya lagi?""Lagi pula, ada anak kecil di rumah. Kamu harus membesarkannya dengan baik. Kalau melihat seni sejak kecil, dia mungk
Pelayan itu merasa agak ragu, tetapi Clara tampak bertekad. Pelayan itu tidak berani membantah, apalagi merasa majikannya ini tidak seperti dulu lagi. Meskipun Clara masih lembut seperti dulu, tatapannya memberikan kesan berbeda yang membuat orang sungkan padanya.Clara mengambil syalnya, lalu meletakkannya di bahu dan berjalan dengan santai untuk menemui Benira.Karena sedang Festival Pertengahan Musim Gugur, ada banyak lampion merah yang tergantung di apartemen ini. Meskipun suasana terlihat meriah, dekorasi seperti ini justru membuat Benira tampak makin menyedihkan.Cuaca di malam hari agak dingin, tetapi Benira hanya mengenakan gaun bertali, belum lagi rambut panjangnya yang terlihat bergelombang. Semua ini membuatnya terlihat seperti wanita penggoda. Hanya dalam beberapa menit, entah sudah berapa banyak pria yang menanyakan harga per malam.Benira pun memaki mereka dengan galak. Kemudian, dia merasa sangat kesal. Karena tidak memiliki status apa pun, dia terlihat seperti pelacur y
Clara tidak menghiraukan Satya. Dia menidurkan Alaia seperti biasanya, lalu menyerahkannya kepada pelayan.Ketika kembali ke kamar, Clara duduk di sofa sambil membuka beberapa hadiah. Sesuai dugaannya, semua itu adalah perhiasan mahal.Clara sontak merasa tidak tertarik. Satya yang duduk di seberang pun melirik Clara yang memegang sebuah kalung mahal. Dia bertanya, "Kenapa? Nggak suka, ya?"Clara menggeleng, lalu mengelus perutnya yang masih rata sambil menyahut, "Bukan begitu. Kamu juga tahu aku nggak suka barang-barang seperti ini. Dibandingkan dengan perhiasan, aku lebih butuh uang.""Ketika kita tinggal di Kota Aruma, aku nggak berani menggunakan kartu bank kakakku, juga nggak berani meminta uang darimu. Aku nggak berani bersosialisasi di luar, bahkan pernah kehabisan uang sampai nggak bisa makan.""Sekarang kita sudah punya Joe dan Alaia, ditambah aku hamil lagi. Aku pasti butuh uang untuk pengeluaran mereka, 'kan? Mana mungkin aku terus meminta dari pelayan? Aku hanya akan malu."
Satya menelan ludah. Sebenarnya, dia sangat ingin melupakan masa lalunya dan mengabaikan Benira untuk menjalani kehidupan bersama Clara. Akan tetapi, Satya tetap pergi.Clara menatap punggung Satya. Sesaat kemudian, dia kembali ke ruang konsultasi dan duduk di hadapan dokter. Dia menatap dokter dengan terkejut, lalu bertanya dengan suara bergetar, "Dokter, apa kamu bisa mengulanginya sekali lagi?"Dokter merasa sangat simpati padanya. Dia menyerahkan hasil tes, lalu berucap dengan lembut, "Jantung janin nggak berkembang dengan baik. Kusarankan untuk menggugurkan kandunganmu."Clara menunduk menatap hasil tes itu. Dengan wajah berlinang air mata, dia menengadah sembari bertanya, "Apa dia akan kesakitan kalau jantungnya bermasalah?"Dokter menggeleng dengan pelan. Ekspresi Clara tampak getir. Dia melepaskan cincin berlian di jari manisnya. Itu adalah berlian merah muda sebesar 5 karat, harganya sangat mahal.Clara menyodorkan cincin itu dan bertanya dengan kecewa, "Kalau suamiku menanyak
Keesokan paginya, Satya baru pulang. Begitu masuk ke apartemen dan melepaskan sepatunya, pelayan menghampiri Satya dan berbisik, "Nyonya terus menangis sendirian selama Tuan nggak ada di rumah. Aku takut matanya rusak karena nggak berhenti menangis."Gerakan Satya terhenti. Kemudian, dia melepaskan jaket dan masuk ke kamar tidur. Cahaya matahari terpancar dari jendela. Alaia tidur di pelukan Clara. Wajahnya memerah. Satya duduk di tempat tidur, lalu Clara pun terbangun.Clara mengamati Satya. Janggutnya belum dicukur dan pakaiannya sama sekali tidak diganti. Biasanya, Satya selalu mengganti baju setiap hari. Tampaknya, beberapa hari ini Satya sangat sibuk menjaga Benira. Sudah jelas Benira sangat penting bagi Satya. Jadi, sepertinya bayi di dalam kandungan Clara tidak penting ....Clara memandangi wajah Satya. Dulu, dia sangat tergila-gila kepada Satya. Namun, sekarang semuanya sudah berakhir. Clara sama sekali tidak marah-marah. Hanya saja, air mata Clara mengalir sehingga Satya pun p
Clara makan kue dengan pelan. Satya hanya berdiri dan Clara tidak memedulikannya. Sikap Clara sangat dingin sehingga Satya makin ingin mendekati Clara.Satya mandi. Saat keluar, dia hanya memakai jubah mandi. Satya duduk di samping Clara sambil membelai tubuhnya. Namun, Clara menepis tangan Satya sehingga Satya pun tertawa.Satya bersandar di sofa. Dia mengeluarkan sebatang rokok, tetapi dia tidak menyalakannya. Dia hanya ingin mencium aroma nikotin.Satya memandang Clara seraya berkata, "Bulan depan ada pernikahan anak konglomerat di Barline. Katanya, acaranya sangat mewah. Bahkan, keluarga kerajaan Ingliss juga menghadiri acara pernikahan itu. Nanti kamu dampingi aku ke sana. Anggap saja kamu sekalian jalan-jalan."Jari Clara bergetar dan dia menunduk. Satya mengira Clara tidak bersedia untuk menghadiri acara itu. Ketika Satya berniat membujuknya, Clara tiba-tiba menyetujui ajakan Satya. Clara tersenyum dan menanggapi, "Boleh juga. Aku sudah datang ke sini begitu lama, tapi aku belum
Malam hari telah tiba. Para pembantu telah tidur, begitu pula dengan anak-anak.Clara sibuk sampai larut malam sebelum akhirnya mandi dan merawat dirinya. Ketika dia mengoleskan produk perawatan, Satya tak kuasa turun dari ranjang. Dia memeluk tubuh ramping Clara dan mencium lembut di belakang lehernya. Kemudian, pria itu berucap dengan suara serak, "Lama sekali kamu mengoleskannya. Aku bantu, ya!"Clara memberikan sebotol minyak esensial padanya. Tangan Satya segera bergerak di seluruh tubuh istrinya. Pria itu menyentuh semua bagian yang harus disentuh dan bahkan yang tidak seharusnya. Clara bersandar di dada suaminya. Dia memejamkan mata perlahan dan terlihat sangat rileks.Layaknya seorang istri yang biasanya membahas kejadian sehari-hari, Clara pun berujar, "Awalnya apartemen ini cukup untuk beberapa orang. Tapi karena bertambah Aida dan Alaia, rasanya sudah nggak muat lagi. Dulu, Aida sudah banyak membantuku. Aku nggak ingin memperlakukannya dengan buruk. Suruh dia berbagi kamar d