Begitu masuk ke kamar, Satya baru teringat bahwa mereka sudah bercerai. Sebenarnya mereka tidak seharusnya tidur bersama. Namun saat ini sudah larut, dia tidak ingin membereskan ruang tamu dan tidur sendirian di sana. Oleh karena itu, Satya berjalan ke ranjang dan menyibak selimutnya. Dia melihat Joe tidur dalam pelukan Clara.Wajahnya yang putih mulus itu mendekap di dada ibunya. Pemandangan ini terlihat begitu hangat, tetapi Satya justru merasa berbeda .... Hasrat yang telah ditahannya kembali menggelora. Dia memindahkan anaknya ke samping, lalu menindih dan mencium Clara tanpa segan-segan sambil membuka rok piamanya ....Satya begitu terburu-buru. Bahkan sebelum Clara sempat mempersiapkan diri, Satya telah tidak sabaran berhubungan intim dengannya.Ranjang yang besar dan mewah itu berguncang hebat, begitu juga dengan wanita yang ditindih Satya. Clara berusaha keras untuk melawan dengan suaranya yang terbata-bata, "Jangan! Jangan ...."Namun Satya tidak merasakan apa pun. Mereka mema
Dalam hatinya, Aida mengutuk, 'Sungguh keterlaluan.'Satya turun ke lantai bawah dengan perlahan-lahan. Di lantai satu adalah ruang tamu. Benira tampak mengenakan mantel dan dipadukan dengan berbagai perhiasan yang terlihat mahal. Dia sedang duduk di sofa sambil minum teh. Setiap gerak-geriknya seolah-olah menunjukkan bahwa dia adalah Nyonya di rumah ini.Terdengar suara langkah kaki dari tangga. Benira mendongak melihat ke atas dan tertegun seketika. Dia sudah menunggu sekitar 10 menit lebih di ruang tamu. Awalnya Benira tidak berpikir berlebihan karena mengira Satya sudah ketiduran. Namun Satya sekarang malah terlihat mengenakan piamanya dengan asal-asalan. Di dadanya bahkan terlihat bekas cakaran yang samar-samar, jelas sekali itu adalah bekas cakar yang ditinggalkan wanita ....Ternyata Satya memang tidur, tapi dia tidur dengan Clara.Benira merasa tidak tahan. Belakangan ini Satya tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Benira selalu menganggap Satya hanya terlalu sibuk dalam peker
Satya terperangah untuk sesaat. Tanpa berpikir panjang, dia langsung berlari ke arah tangga sambil berkata dengan nada tinggi, "Bi Aida, bawa Nona Benira ke kamar tamu."Adegan mesra tadi juga turut disaksikan Aida, tetapi dia tidak berani bersuara. Dia merasa sangat kasihan terhadap Clara. Clara begitu polos, entah seberapa jijiknya dia saat melihat semua ini. Clara sedari awal memang sudah merasa jijik terhadap Satya, sepertinya kelak Clara tidak akan sudi lagi disentuh Satya.Aida sangat tidak menyukai Benira. Dia berjalan ke hadapan Benira dengan wajah muram, lalu berkata, "Ayo, Nona Benira!"Benira merasa kesal. Dia tidak menyangka Satya begitu tega meninggalkannya tanpa mempertimbangkan hubungan mereka di masa lalu. Lagi pula, tubuh Benira juga sudah mulai bereaksi saat ini. Jika Satya pergi sekarang, lalu bagaimana dengan dirinya?Benira memanggilnya dengan manja, "Satya!"Satya tidak menggubris Benira. Dia hanya berjalan ke hadapan Clara, sedangkan Clara terus bergerak mundur h
Usai menghina Benira, Aida langsung melenggang keluar dari kamar. Benira benar-benar jengkel dengan sikapnya, tapi dia sangat mengerti bahwa ucapan Aida memang benar.Dulu Benira sangat percaya diri, dia mengira dirinya bisa memahami Satya. Jika dibandingkan dengan Clara, tentunya Benira yang lebih cocok berdiri di sisi Satya dan membuat semua orang iri melihatnya. Namun saat mereka muncul bersamaan, Satya malah langsung memilih Clara tanpa ragu-ragu. Ini sudah cukup untuk menjelaskan posisinya di hati Satya.Benira bukannya tidak tahu, melainkan hanya merasa tidak rela! Pada akhirnya, Benira menginap di kamar tamu ini untuk satu malam. Keesokannya, Benira telah bangun pagi-pagi sekali. Dengan mengenakan mantelnya, Benira berjalan keluar untuk menikmati pemandangan bersalju. Vila ini didesain oleh arsitek terkenal, pemandangannya akan terlihat berbeda dari setiap sudut yang berbeda.Di halaman belakang, ada sebuah rumah kaca. Aida sedang menemani Clara untuk memetik mawar dengan senyum
Sambil mengisap rokok, Satya menatap sosok Benira yang menyedihkan. Benira sepertinya bisa menebak maksud Satya. Benar saja, setelah mengisap setengah batang rokoknya, Satya mulai bicara, "Aku nggak suka wanita yang bersikap seenaknya! Terlebih lagi, aku nggak suka hidupku diatur orang lain. Sepertinya ucapanku semalam sudah cukup jelas, posisi direktur adalah kompensasi untukmu. Ke depannya kita nggak akan berhubungan badan lagi!"Benira menanyakan, "Karena Clara?"Satya tidak menjawab pertanyaannya. Dia membuang puntung rokok di asbak, lalu berkata dengan nada datar, "Bereskan barangmu. Sebentar lagi ada sopir yang membawamu ke hotel. Setelah bandara dibuka kembali nanti, kamu kembali ke Kota Brata!"Benira merasa semakin dipermalukan. Dengan mata berkaca-kaca, dia bertanya, "Dari segi mana aku kalah darinya? Baik itu bentuk tubuh ataupun kemampuan ... dari segi mana yang aku kalah darinya?"Satya beranjak dan berjalan ke depan pintu, lalu bergumam sambil memegang gagang pintu, "Kare
Clara tidak membuka pintunya. Dia masih tetap duduk di karpet dan menyaksikan adegan tidak senonoh itu dengan ekspresi datar. Cahaya layar menyinari wajahnya dan sudut matanya mulai berlinang air mata.Di luar pintu, suara ketukan terdengar semakin tergesa-gesa. Namun, Clara telah mengunci pintunya dari dalam. Sekitar 5 menit kemudian, pintu ruang kerja ditendang hingga terbuka. Satya berdiri di luar pintu. Awalnya dia hendak marah, tapi kemudian langsung terpaku saat melihat layar laptop.Terlihat Benira dan dirinya di layar itu. Jelas sekali, Benira diam-diam merekam semuanya dan memberikannya kepada Clara. Satya menghampirinya dan langsung menutup laptop itu dengan kasar. Setelah itu, dia mencabut diska lepas itu dan menghancurkannya hingga berkeping-keping.Satya terdiam sejenak, lalu mengalihkan pandangannya kepada Clara. Clara bersandar di kaki sofa sambil termangu. Satya menggendongnya ke sofa, tetapi tidak meninggalkannya. Tangannya mengelus paha Clara dan berkata dengan lembut
Tangan Clara terus meraba-raba di belakang punggung Satya. Pada akhirnya, dia menyentuh suatu benda yang keras. Ternyata itu adalah lukisan yang tergantung di dinding. Entah dari mana dia mendapatkan kekuatan, Clara langsung meraih lukisan itu dan menghantamkannya ke kepala Satya ....Satya langsung berhenti seketika.Darah segar mengucur dari kepalanya, mengalir melewati wajahnya yang tampan. Pemandangan ini terlihat begitu mengerikan.Clara meringkukkan tubuhnya dan menatap Satya dengan ketakutan. Pakaiannya telah berantakan, baju rajutnya telah melorot hingga pinggangnya dan menampakkan bagian atas tubuhnya yang mulus. Celananya juga telah terbuka hingga setengah dan tergeletak dengan berantakan di mata kakinya.Mendengar keributan tersebut, Aida bergegas ke ruangan itu. Begitu memasuki ruang kerja, Aida langsung melihat pemandangan yang mengerikan ini dan berteriak, "Ada apa ini! Tuan, ada apa dengan dahimu? Pakaian Nyonya juga .... Aduh, Nyonya benar-benar melakukan kesalahan!"Sa
Kalau bukan cinta ... lantas apa ini? Benira tidak mengatakan dengan terus terang pada Satya bahwa dia menginginkan Satya hancur dalam soal percintaan. Dia ingin Satya berakhir lebih tragis 100 kali lipat daripada dirinya. Dia ingin menyaksikan secara langsung, bagaimana Satya mencintai seseorang tapi tidak bisa mendapatkannya.....Saat mendekati tahun baru, orang-orang yang tinggal di daerah Hastama ini adalah konglomerat dari dalam negeri. Di sekitar sana diramaikan dengan suara petasan dan kembang api yang meriah. Namun, Clara menolak untuk makan sama sekali.Seharian ini, dia belum makan sedikit pun dan hanya terus melukis di kamarnya. Dia bahkan tidak memedulikan Joe saat Joe menangis di sampingnya.Saat ini, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, Satya masuk sambil membawakan nampan. Dia mengenakan kemeja putih yang dipadukan dengan celana abu-abu. Penampilannya sangat tampan dan dahinya juga sudah mulai sembuh. Dia hanya berdiri di depan pintu menatap Clara.Satya sudah menduga bahw