Alih-alih merawat Clara, lebih tepat mengatakan bahwa perawat pribadi itu ditugaskan untuk mengawasinya. Selain saat Satya berada di rumah, Clara sama sekali tidak memiliki kebebasan. Satya memberinya makanan dan pakaian mewah, tetapi wanita itu tetap kaku seperti boneka.Ini pertama kalinya Annika bertemu dengan Clara. Wanita itu lebih muda dan mungil dari bayangannya. Kulitnya sangat putih dan wajah cantiknya tampak rapuh.Di malam selarut ini, Clara memainkan piano dengan tubuh berbalut piama sutra berwarna putih. Piamanya longgar dan sama sekali tidak menunjukkan tanda bahwa dia tengah hamil enam bulan. Di sofa sampingnya, Satya yang mengenakan kemeja dan celana panjang duduk memangku laptop. Dia bekerja sambil menemani istrinya. Atmosfer di sana terlihat sangat harmonis."Kak!" panggil Annika dengan suara lembut.Satya perlahan mendongak dan memandang ke arah adiknya. Fakta bahwa Annika bisa menemukan tempat ini tidak mengejutkannya. Sepasang kakak dan adik itu beradu pandang seje
Bertepatan dengan terlontarnya kata-kata Satya, pelayan datang dengan membawa sepiring pangsit. Annika sama sekali tidak menyentuh makanan itu. Dia menatap Satya lekat-lekat, merasa kakaknya telah berubah. Dengan bibir bergetar, dia bertanya dengan lirih, "Kak, kamu yakin hubunganmu dengannya ini hanya demi balas dendam?""Ya!" sahut Satya dengan cepat.Annika tersenyum sedih, lalu berkata, "Kamu nggak berani jujur. Begitu kamu mengaku kalau kamu menyukainya, kamu akan menyalahkan diri sendiri dan terpuruk. Karena kamulah yang membuat dia jadi seperti ini!"Annika sangat sedih. Dia tahu betul bahwa menipu diri sendiri tidak semudah menipu orang lain. Dia yakin Satya juga sangat tersiksa.Annika tidak ingin tinggal lebih lama. Dia segera meraih kopernya dan berujar pelan, "Asistenku masih menunggu di luar. Kak, kamu bisa menyembunyikannya untuk sementara waktu, tapi apa kamu bisa melakukan ini seumur hidup?" Usai berkata begitu, dia segera melangkah pergi."Annika!" panggil Satya dengan
Tubuh Clara sontak menegang. Langkah kaki Satya terdengar makin dekat. Akhirnya, sebuah tangan menepuk lembut bahu kurusnya.Satya memandang sosok Annika yang perlahan-lahan menghilang dari pandangan. Dia memicingkan matanya dan bertanya sekali lagi, "Clara, kamu lihat apa?" Dia ikut berjongkok dan menahan dagu lancip wanita itu dengan jari-jarinya yang ramping.Clara mendongak, menunjukkan mata besarnya yang basah oleh air mata. Dia menggigit bibirnya dan membalas, "Kalian bertengkar hebat!"Usai berkata begitu, Clara menghambur ke pelukan Satya. Dia tengah hamil enam bulan, tetapi berat badannya hanya 50-an kilogram. Tubuh lemahnya yang berada dalam pelukan Satya menebarkan aroma lembut samar yang menggoda pria itu. Sejak insiden yang melibatkan Davin itu, mereka tidak pernah berhubungan intim.Apalagi, kini Clara seperti gadis kecil polos yang demensia. Satya mengira Clara tidak tertarik dengan hal itu. Meskipun wanita itu adalah istri sahnya dan penampilannya pun cukup dewasa, Saty
Satya tenggelam dalam pikirannya. Ucapan Annika tadi berputar-putar dalam benaknya."Kalau kamu memang nggak mencintainya ... apa kamu akan membiarkan adik Yoyok mengandung anakmu?"Satya merasa dia tidak mungkin mencintai Clara. Tipe wanitanya adalah yang dewasa dan pintar, sementara Clara sangat jauh dari kriterianya. Kelebihan apa yang dimiliki wanita itu? Menjelang terlelap, Satya kembali meyakinkan diri sendiri bahwa dia memang tidak mencintai Clara.....Begitu Annika masuk ke mobil, asistennya yang bernama John bertanya pelan, "Bu Annika, apa kita akan ke hotel sekarang?"Suasana hati Annika sekarang kurang baik. Sambil menyandar ke kursi, dia menyahut, "Kita menginap satu malam di sini. John, pesankan tiket pesawat ke Kota Aruma besok pagi."John sedikit terkejut. Namun, dia adalah karyawan profesional. Dia tahu diri untuk tidak ikut campur urusan atasannya, jadi dia tidak bertanya lebih banyak. Setelah tiba di hotel, John memesankan tiket dan mengirimkan detail penerbangan ke
Davin yang duduk di sofa memandang Annika. Dia tidak mengenal Annika, tetapi tampang Satya dan Annika sangat mirip. Jadi, Davin bisa menebak identitas Annika. Davin berusaha menahan amarahnya di depan ibunya dan bertanya, "Untuk apa kamu datang?"John ingin bicara. Hanya saja, Annika menghentikan John. Annika duduk di samping Davin sembari memperhatikan kedua tangannya yang cacat. Setelah beberapa saat, Annika berucap, "Clara memintaku datang untuk menjagamu."Davin terkejut. Dia menatap Annika lekat-lekat, lalu bertanya lagi, "Bagaimana kondisinya? Apa dia ... disiksa?" Dia tahu jelas sekejam apa tindakan pria itu.Annika berpikir sejenak. Kemudian, dia berkata, "Clara sudah hamil. Tentu saja itu anak kakakku. Davin, lupakan Clara. Dengan begitu, hidupmu akan lebih mudah."Davin menangis. Dia tahu seharusnya dia tidak kehilangan kendali di depan Annika. Davin mengangkat kepalanya, lalu berujar, "Satya itu memang nggak berperikemanusiaan. Dia nggak pantas untuk Clara."Davin memohon ke
Setelah mobil Helena melaju pergi, Annika hendak mencari mobilnya. Tiba-tiba, sebuah mobil hitam menyalakan lampu mobilnya ke arah Annika.Annika menyipitkan matanya, dia melihat Zakki yang duduk di kursi penumpang belakang. Sopir turun dari mobil, lalu berlari menghampiri Annika dan berucap, "Nyonya, Tuan sudah menunggu dari tadi untuk pulang makan bersama Nyonya. Tuan Muda dan Nona juga ikut makan."Annika merasa tidak berdaya, Zakki sangat kekanak-kanakan. Annika bertanya kepada Syamsul, "Jadi, mobilku gimana?"Syamsul menggaruk kepalanya, dia menyahut dengan canggung, "Mobil Nyonya sudah dibawa ke vila."Sepertinya, Annika tidak punya pilihan lain lagi. Dia langsung menghampiri mobil, lalu membuka pintu dan naik ke mobil. Annika melihat Zakki.Zakki hanya mengangguk, lalu berujar kepada Syamsul, "Kita pulang."Syamsul segera menjalankan mobil. Suasana di dalam mobil sangat hening. Annika bersandar di kursi dan tidak berbicara. Sebenarnya, Annika masih merasa sedih karena Clara dan
Annika langsung menangis. Dia bersandar di pelukan Zakki dan Zakki merangkul pinggang Annika dengan erat. Air mata Annika membasahi kemeja Zakki sehingga membuat Zakki merasa tidak nyaman. Namun, Zakki tidak memedulikannya. Dia hanya ingin memeluk Annika dengan erat.Sudah lama mereka tidak berpelukan seperti ini. Zakki dan Annika tahu kepahitan yang mereka rasakan. Momen-momen saat mereka bercinta seakan-akan tidak bisa kembali lagi.Zakki memandang Annika yang berada di pelukannya, lalu berkata dengan suara serak, "Annika, kembali ke sisiku dan jadi istriku lagi."Annika memeluk Zakki dengan erat. Dia tidak berbicara dan hanya menggeleng. Air matanya terus mengalir. Sebelumnya, Annika khawatir Zakki akan terpuruk. Sekarang Zakki bisa berdiri!Saat ini, perasaan Annika campur aduk. Dia kehilangan kendali. Zakki memanggil Annika, tetapi Annika tidak menyahut karena dia sedang menangis dan tubuhnya gemetaran. Annika juga tidak tahu bagaimana caranya menghadapi Zakki yang sudah sehat.Ca
Zakki menatap Annika lekat-lekat, dia tidak memaksa Annika lagi. Zakki hanya memeluk Annika dengan erat lagi agar Annika bisa merasakan kehangatan dari tubuhnya. Akhirnya, Zakki membujuk Annika dengan lembut, "Annika, gimana kalau aku mengejarmu lagi sampai kamu bersedia menjadi istriku?"....Raditya, kedua anak-anak, dan para pelayan sudah tahu bahwa Zakki telah pulih. Mereka sangat senang. Makan siang hari ini sangat lezat. Selesai makan, Raditya pun pergi.Annika memandang sosok Raditya sambil merenung. Kemudian, dia berjalan ke dapur dan mengambil sebotol air. Begitu membuka pintu kulkas, seseorang membantu Annika mengambil botol air. Annika mendongak dan melihat Zakki.Zakki bertanya sembari mengernyit, "Apa yang kamu pikirkan?"Annika tidak ingin bicara panjang lebar dengan Zakki. Dia menggeleng dan menyahut, "Nggak ada."Selesai bicara, Annika hendak pergi. Zakki meraih pergelangan tangan Annika dan menariknya. Namun, ada pelayan yang keluar masuk di dapur sehingga Zakki tidak