Annika sama sekali tidak tahu tentang pikiran negatif Zakki. Dia merawat kedua anaknya seperti biasa. Wajahnya yang disinari mentari pagi tampak begitu menawan. Ini adalah pemandangan yang sangat diidamkan setiap pria untuk selamanya.Ariel sangat penurut dan makan dengan lahap, sedangkan Jose sangat pendiam. Bayi yang berusia hampir 2 tahun ini makan dengan terampil. Semua makanan seolah-olah terasa sama di lidahnya. Dia menghabiskan makanannya tanpa menikmatinya.Zakki memandang putranya sambil bertanya, "Sikap seperti ini mirip siapa?"Annika meraih gelas yang berisi susu dan meminumnya. Kemudian, dia membalas dengan lembut, "Zakki, dulu kamu juga seperti ini. Semua makanan terasa sama di lidahmu. Kamu nggak pernah memedulikan cita rasa makanan.""Sekarang juga nggak." Dia melanjutkan dengan nada rendah, "Ada banyak hal lain yang jauh lebih menarik."Ariel yang sedang makan kentang tumbuk bertanya dengan suara mengecap, "Ayah, apa yang lebih menarik?"Annika menendang kaki Zakki dar
Sebenarnya, Zakki tahu bahwa Annika marah. Dia hanya tidak ingin Annika melihatnya turun dari mobil dengan menyedihkan. Dia sangat menikmati perhatian dan kelembutan yang Annika berikan. Di sisi lain, dia membenci dirinya sendiri.Saat ini, Annika sedang memperhatikan Zakki dari balkon lantai dua. Sejak kembali bersama, ini pertama kalinya Zakki bersikap seperti ini. Ucapan yang mesra dan menggoda seperti biasanya tidak terdengar lagi hari ini.Annika memandang Zakki yang duduk di dalam mobil. Zakki terlihat sama seperti dulu. Akan tetapi, Annika menyadari bahwa ada yang berbeda dengan mental Zakki. Pria angkuh itu tidak bisa menggerakkan kedua kakinya dan lengan kanannya. Hal ini pasti sangat membebani pikirannya!Malam pun tiba. Selesai mandi, Annika duduk di meja rias kamar tamu dan mengaplikasikan produk perawatan kulit. Tubuhnya tiba-tiba dipeluk dengan satu tangan. Annika melihat Zakki dari pantulan cermin. Zakki mengenakan jubah mandi. Dia meletakkan dagunya di atas pundak Anni
Bangunan seluas 300 meter lebih ini dibangun dengan gaya retro sehingga terlihat sangat estetik. Melisa dan kekasih barunya mengangkat gelas untuk menyambut para tamu. Wajahnya tampak merah merona. Ketika Annika datang, Melisa menoleh sambil bertanya, "Zakki nggak datang?"Annika menyerahkan hadiah, lalu tersenyum seraya menyahut, "Dia sedang mengurus pekerjaannya di rumah."Melisa memang sangat pandai berbasa-basi. Begitu melihat Annika, dia langsung mengajaknya berbicara. "Kamu membawa pengaruh baik untuknya. Selama ini, Zakki nggak suka bersosialisasi. Dia hampir nggak pernah punya skandal. Jarang ada pria seperti ini." Kemudian, dia bertanya dengan suara rendah, "Chika sudah menikah. Menurutmu, apa Zakki sudah bisa melupakan dia?"Annika mengusap tangan Melisa sembari berkata, "Jangan bahas masa lalu lagi."Mendengar ini, Melisa pun memuji Annika. Pada saat mereka berdua sedang asyik berbicara, tiba-tiba terdengar suara musik dari dalam vila. Ternyata, pesta dansa sudah dimulai. Se
Tiba-tiba, penjaga pintu bertanya dengan hormat, "Tuan Zakki, biar aku mendorongmu ke dalam, ya?"Mendorongnya masuk .... Kata-kata ini membuat Zakki tersinggung. Dia menertawai dirinya sendiri, lalu menyahut, "Nggak perlu!"Setelah itu, Zakki melajukan kursi rodanya dan segera pergi. Kecepatannya sangat tinggi. Dia tidak pernah membenci dirinya sendiri sampai seperti ini. Dia juga tidak pernah berpikir dirinya akan seperti badut dan anjing terlantar.Zakki sebenarnya ingin memberikan kejutan kepada Annika. Dia ingin Annika melihatnya akhirnya berani keluar menghadiri pesta layaknya orang sehat. Konyok sekali! Bisa-bisanya Zakki berpikir dirinya orang yang sehat.Apa yang membuat Zakki berpikiran bahwa dirinya sehat? Zakki bahkan tidak berani masuk ke acara itu. Dia takut dengan tatapan orang lain. Dia juga takut orang-orang akan bertanya kepada Annika mengapa masih mau hidup bersama pria cacat seperti dirinya.Di sisi lain, Annika melihat mobil Zakki yang melaju pergi. Dia berdiri di
Annika menyahut sama lirihnya, "Kamu mau aku tanya apa?"Zakki menarik Annika mendekat. Cengkeraman tangannya begitu erat hingga wanita itu sedikit kesakitan. Katanya, "Tanyalah padaku, kenapa aku nggak masuk!""Kenapa kamu nggak masuk?" tanya Annika, menuruti mau Zakki. Namun, sebelum Zakki menjawab, Annika meneruskan, "Zakki, dulu kamu nggak punya fobia sosial. Kamu bebas mau pergi atau nggak .... Aku nggak bisa terus-terusan menjaga perasaanmu, terus-terusan menebak apa kamu akan marah atau nggak. Kalau begini terus, kita berdua bakal sama-sama lelah."Annika akhirnya mengutarakan unek-uneknya. Hanya saja, dia merasa sedikit menyesal. Dia pun memanggil Zakki dengan nada yang lebih lembut.Zakki tidak memberi Annika kesempatan untuk bicara lebih banyak. Dia melepaskan cengkeraman tangannya, lalu mundur ke dekat jendela, membiarkan kegelapan melingkupinya. Kemudian, dia berkata dengan sangat lirih, "Annika, kadang cinta juga bisa membunuh."Annika hanya berjarak satu langkah dari Zakk
Justin meminta maaf dengan tulus karena ingkar janji dan jatuh hati pada wanita lain.Sambil memegang dokumen yang diberikan Justin, Annika berkata, "Kak Justin, terima kasih atas dokumen-dokumen ini. Kalau soal hati, kurasa itu sudah takdir.""Ya, semua memang sudah digariskan takdir," sahut Justin sambil tersenyum tipis. Senyumannya mengandung sedikit kepahitan, tetapi dia tidak menyuarakannya.Selesai makan, Justin mengantar Annika ke parkiran. Annika mengenakan sepatu hak tinggi dan tidak sengaja menginjak lubang. Saat Annika terhuyung dan hampir jatuh, Justin sontak menahan pinggangnya. Sentuhan ini membuat pria itu sedikit nostalgia, sorot matanya pun melembut. Katanya, "Kuharap jurnal-jurnal itu bisa membantu Zakki segera sembuh!"Annika membalas sambil mengulum senyum lembut, "Terima kasih, Kak Justin. Aku pamit dulu, ya!"Justin membukakan pintu mobil untuk Annika dengan sopan. Dia menatapnya rindu untuk terakhir kalinya malam itu. Dia tahu, mereka sudah tidak punya harapan un
Zakki menolak untuk berhenti. Dia menatap Annika dengan tenang dan berkata, "Aku sangat tenang sekarang! Annika, aku nggak butuh simpatimu, apalagi rasa kasihanmu. Kamu ... pergi saja!"Annika berdiri mematung dan menanyakan alasannya. Zakki tidak langsung menjawab. Mata hitamnya menatap Annika beberapa lama. Kemudian, dia mengeluarkan sebatang rokok dari saku dengan tangan bergetar dan menyalakannya. Dia tidak mengisap rokok itu, melainkan hanya menunduk dan memandang asapnya.Setelah sekian lama, Zakki baru berujar dengan lirih, "Bukannya kamu selalu bertanya-tanya, apa aku tahu soal kehamilanmu saat itu? Aku tahu, Annika! Waktu kamu pergi, Dania memberikan hasil tes yang mengonfirmasi kalau kamu hamil. Dia juga memberitahuku kamu akan kembali ke Kota Aruma dan menyuruhku mengejarmu.""Annika, apa kamu tahu bagaimana perasaanku saat itu? Aku ingin mengejarmu, tapi aku duduk di kursi roda dan nggak berdaya. Aku bahkan nggak bisa bangun waktu terjatuh. Hari itu, aku baru benar-benar sa
Annika tidak lagi menangis terisak-isak. Bagaimanapun, dia adalah ibu dari dua anak. Namun, sesuai perkataannya, kali ini dia tidak akan pernah kembali pada Zakki. Dia tetap akan memedulikan pria itu, tetapi dia akan menjaga jarak darinya.Sebuah Rolls Rayce perak perlahan keluar dari vila. Zakki yang berada di ruang kerja mengawasinya dalam diam hingga mobil itu menghilang dari pandangan. Annika sudah meninggalkannya. Wanita itu akhirnya pergi setelah disakiti oleh kata-katanya. Zakki sadar betapa kejam ucapannya kemarin malam.Zakki ingin merokok, tetapi dia tidak bisa menyalakan rokoknya dengan tangan yang terus bergetar. Alhasil, dia mematahkan rokok itu dengan kesal. Setelah itu, dia mendorong kursi rodanya ke ruang tamu. Ruangan itu sangat rapi, seakan-akan tidak pernah ditinggali orang.Kemudian, Zakki pergi ke kamar utama dan mendapati seprai sudah diganti. Dari ruang ganti, masih tercium aroma parfum pakaian yang selalu dirindukannya. Dia juga melihat kotak obat yang berisi ob