Kamar mandi dipenuhi uap. Marcella berendam di dalam air hangat, memikirkan hubungan seks tadi.Joe benar-benar memperlakukannya dengan lembut. Namun, kesempurnaannya ini terlihat tidak nyata dan seperti robot. Marcella sendiri tidak berani meminta terlalu banyak. Jika meminta terlalu banyak dari hubungan tak setara ini, dia akan terkesan kurang dewasa.Sesaat kemudian, Marcella keluar dari bak mandi. Masih ada yang harus dibicarakannya dengan Joe sehingga dia membungkus tubuhnya dengan handuk dan keluar.Lampu gantung di kamar tidur telah padam. Joe hanya menyalakan lampu baca. Dia pun bersandar di ujung ranjang sambil merekam audio untuk Tasya.Ketika melihat Marcella, Joe berpesan beberapa hal lagi kepada Tasya sebelum berhenti berbicara. Marcella mengambil sebotol obat, lalu duduk di pinggir ranjang dan mengoles dengan pelan.Marcella sebenarnya masih merasa malu, tetapi dia harus mengolesnya supaya tidak kesakitan saat berjalan besok. Gerakannya sangat kaku. Joe menatapnya sesaat
Setelah Joe menuruni tangga, terdengar suara mesin mobil dari lantai 1. Kemudian, suara itu perlahan-lahan menjauh.Marcella hanya bisa terduduk dengan lemas. Joe telah pergi. Mereka jelas-jelas sudah berjanji akan pulang bersama, tetapi malah terjadi perubahan mendadak seperti ini.Sementara itu, Joe pergi tanpa ragu sedikit pun. Bukannya Marcella tidak tahu betapa sibuknya Joe, tetapi mereka adalah pengantin baru.Meskipun masih begitu pagi, Marcella tidak bisa tidur lagi. Dia memakai jaket, lalu pergi ke balkon untuk melihat pemandangan. Terlihat kabut pagi yang tebal. Ini seperti suasana hati Marcella yang suram.Sesaat kemudian, Marcella baru masuk kembali karena kedinginan. Ranjang besar itu tampak agak berantakan karena kehangatan semalam. Namun, hatinya justru terasa dingin. Marcella memeluk tubuhnya sendiri supaya terasa lebih hangat.Saat ini, seorang pelayan naik ke lantai atas. Mungkin karena Joe telah berpesan kepadanya, pelayan itu bertanya dengan sopan, "Nyonya, mobil da
Sopir tidak menyahut dan hanya menyerahkannya kepada bawahan Keluarga Orlando. Sally bergegas keluar saat mendengar suara di luar. Begitu keluar, dia langsung melihat putrinya sedang memegang pipi sendiri.Jelas sekali, Gibson menampar Marcella. Ekspresi Sally sontak menjadi masam. Dia terkekeh-kekeh kepada Gibson dan berkata, "Selvy bekerja keras di perusahaan karena kamu. Sekarang Marcella menikah dengan anggota Keluarga Chandra sesuai keinginanmu. Kamu masih merasa nggak puas?""Ayam betina sekalipun butuh beberapa bulan sebelum bertelur. Gibson, kamu kira aku nggak tahu pikiranmu? Kamu merasa dirimu rugi memiliki Selvy dan Marcella. Kamu cuma memedulikan anak haram wanita simpananmu.""Kamu memanfaatkan Selvy dan Marcella untuk memperoleh kekayaan dan kemuliaan. Asal kamu tahu, selama aku masih hidup, jangan harap anak haram itu bisa masuk ke keluarga ini!"Gibson tentu merasa kesal karena kebusukannya terbongkar. Dia bertanya, "Apa kamu nggak bisa menahan diri kalau ada orang luar
Malam hari, Selvy masuk ke kamar adiknya. Marcella masih belum tidur. Dia duduk di depan meja sambil menyulam waru landak. Itu adalah sulaman yang diinginkan museum nasional. Demi sulaman ini, Marcella telah bekerja keras selama 2 tahun.Selvy berdiri di depan pintu sambil memandang adiknya. Dia membawakan obat untuk Marcella. Dia sering menyaksikan Marcella menyulam seperti ini. Dia tahu Marcella akan menyulam setiap kali merasa sedih. Mungkin dengan menyulam, Marcella baru bisa merasakan kedamaian.Ketika Marcella berhenti menyulam, Selvy baru berjalan masuk. Dia menarik adiknya ke sofa, lalu mengamati wajahnya. Terlihat sedikit bekas merah di pipi Marcella yang lembut.Selvy yang begitu kuat sampai berkaca-kaca melihatnya. Dia membantu Marcella mengoles obat dan bergumam, "Marcella, lain kali jangan pulang kalau nggak ada aku di rumah. Lupakan saja tradisi itu. Kalau si tua bangka itu nggak senang, suruh dia mati saja.""Kak," panggil Marcella seraya terisak-isak.Selvy merasa tidak
Dulu, tempat ini adalah rumah Joe dan Alaia. Sekarang, Joe hanya bisa mengenang masa lalu.Vila ini sudah kosong untuk waktu yang lama, tetapi selalu ada pelayan yang datang untuk beberes. Tidak ada sedikit pun debu di dalam. Bahkan, semua pakaian dan barang-barang Alaia tertata rapi.Joe mengambil sebuah buku, lalu membaca kalimat di atasnya, "Hubungan yang singkat justru lebih mendalam daripada berbagai perasaan di dunia."Malam ini, Joe mengenang kekasih lamanya. Dia tidak akan menyangka bahwa api cinta yang pernah ada di hati Marcella telah padam malam ini. Kini di hati Marcella, Joe bukan suaminya, melainkan seorang pria yang tidak pernah bisa digapainya.Langit berangsur terang. Joe terbangun dari tidurnya. Hari ini adalah hari pernikahan Alaia.Hari ketiganya, Joe baru pulang ke Kota Brata. Joe dan Marcella baru menikah, tetapi dia tidak bisa merasakan kehangatan apa pun saat mobilnya tiba di depan vila. Vila ini tampak sepi. Joe hanya bisa mencium aroma masakan dari dapur.Pela
Mungkin karena panggilan ini terlalu lembut, Marcella pun tertegun sesaat. Dia mendongak dan menatap Joe cukup lama sebelum tersenyum tipis. "Kamu sudah pulang?"Marcella tidak terdengar menyalahkan Joe ataupun mengeluh. Jika bersikap manja, dia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri. Dia pun tidak akan menuntut Joe untuk memperlakukannya dengan sangat baik. Yang jelas, dia akan mempertahankan hubungan ini sebisa mungkin.Joe menghampiri, lalu menjulurkan tangan untuk menyentuh sulaman itu. Dia cukup takjub dengan keterampilan Marcella ini. Dia bertanya, "Kamu seharusnya sudah mempelajarinya selama bertahun-tahun, 'kan? Siapa gurumu?""Nama guruku Nida," jawab Marcella sambil mengangguk.Nida adalah ahli sulam terkenal di dalam negeri. Reputasinya tidak perlu diragukan lagi. Joe sontak tersenyum dan memuji, "Pantas saja, sulamanmu begitu indah."Setelah merenung sejenak, Joe berkata, "Aku nggak sempat menemanimu pulang hari itu karena terlalu terburu-buru. Omong-omong, ada proyek yan
Selesai melampiaskan hasratnya, Joe berbaring di samping dan bernapas dengan terengah-engah. Sekujur tubuhnya berkeringat, tetapi ekspresinya dipenuhi kepuasan.Sesaat kemudian, Joe yang sudah lebih tenang berbalik dan bertanya kepada istrinya, "Nggak enak ya?"Marcella tampak meringkuk dan membelakangi Joe. Dia memeluk tubuhnya sendiri. Bahunya yang putih bergetar sedikit. Beberapa detik kemudian, dia baru membalas, "Bukan begitu."Joe beristirahat sejenak. Setelah merasa berenergi kembali, dia menginginkannya lagi. Begitu Joe menyentuh bahu Marcella, wanita itu langsung menghindar dan berujar, "Rasanya agak sakit."Marcella tidak memberi Joe kesempatan untuk bertanya. Dia turun dari ranjang dan segera pergi ke kamar mandi. Di belakang, Joe hanya menatapnya dan merasa tidak ada yang menarik. Hubungan badan seperti ini memang harus atas dasar suka sama suka.Joe tidak bodoh. Dia tentu tahu Marcella tidak menginginkannya. Dia tidak memaksa dan mengambil jubah mandi untuk pergi ke kamar
Begitu mendengar Joe memanggilnya dengan sebutan formal, jantung Gibson sontak berdetak kencang. Bagaimanapun, dia telah lama berkecimpung di dunia bisnis.Gibson pun mulai memikirkan alasan Joe tiba-tiba mencarinya. Apa mungkin dugaannya salah? Joe sebenarnya peduli pada Marcella?Gibson segera menyanjung, "Joe, kenapa memanggilku Pak Gibson? Kamu jelas-jelas memanggilku ayah 2 hari yang lalu!'Joe tidak peduli pada sanjungan ini. Dia langsung berbicara ke intinya, "Kudengar kamu menampar istriku waktu dia pulang? Pak Gibson, aku nggak peduli kamu mau gimana bersikap di rumahmu.""Tapi, Marcella istriku. Marganya telah berubah. Apa hakmu menamparnya? Kamu merasa bisnismu terlalu lancar atau merasa aku mudah ditindas?"Gibson ingin membantah, tetapi Joe tidak memberinya kesempatan apa pun. Joe segera mengakhiri panggilan, juga tidak menjawab panggilan Gibson. Karena hari masih pagi, dia memeriksa dokumen dan mencari penanggung jawab perusahaan di Kota Aruma.Setelah menyelesaikan peker