Joe duduk tegak dengan setelan resmi. Dia memandang sepasang kekasih di depannya dengan tenang. Dia tahu tidak ada yang bisa mengubah situasi ini, bahkan kemunculan Cordelia saja tidak bisa menggoyahkan hubungan mereka.Meskipun Joe sudah menyerah, ada beberapa kata yang ingin disampaikannya kepada Alaia. Mungkin itu karena dia belum bisa benar-benar menerima kenyataan.....Alaia pergi ke toilet. Saat dia keluar untuk mencuci tangan, aliran air dari keran berwarna emas mengalir dengan deras di antara pergelangan tangannya yang lembut.Setelah selesai mencuci, Alaia mematikan keran dan melihat ke cermin untuk merapikan riasannya. Tatapannya tiba-tiba terpaku.Di cermin setengah badan itu, terlihat bayangan Joe. Pria itu bersandar di pintu dengan pandangan tenang. Alaia tidak tahu sejak kapan dia datang. Dia sama sekali tidak mendengar suara apa pun."Selamat untukmu dan Xavier," ucap Joe dengan suara pelan.Pernikahan Alaia dan Joe dijadwalkan pada hari Natal. Dihitung-hitung, itu suda
Ketiganya terdiam. Setelah beberapa saat, Alaia yang berbicara lebih dulu. Dia memandang Marcella dengan lembut, lalu berkata, "Kakakku mabuk, tolong jaga dia."Marcella yang memang baik hati dan tidak suka menyusahkan orang lain, tahu posisinya di hati Joe. Dia mengangguk dan melihat Alaia berlalu di sampingnya.Marcella belum pernah jatuh cinta. Namun, dia bisa membayangkan betapa dalam perasaan yang terpendam selama enam tahun.....Di lorong panjang dengan lampu gantung mewah di atasnya, Alaia berjalan perlahan. Di belakangnya, ada pria yang pernah sangat dia cintai.Joe bilang tidak ingin menyulitkannya. Pria itu juga membahas tentang Kota Aruma dan kenangan mereka.Alaia berpikir tidak peduli seberapa mendalam kenangan itu, semuanya harus terkubur dalam hati dan dilupakan selamanya. Saat sesekali mengingatnya, itu hanya akan menjadi kenangan yang indah. Sementara itu, manusia harus terus maju.Lorong itu terasa sangat panjang, seolah-olah menghabiskan seluruh hidup Alaia untuk sa
Lucy melanjutkan, "Ck, ck. Selvy, lihat dirimu yang pura-pura suci itu. Kamu berani bilang nggak suka Joe? Orang yang kamu sukai malah jadi adik iparmu .... Rasanya lebih menyakitkan daripada mati, 'kan?"....Ekspresi Selvy tetap tenang. Dia memandang Lucy dari atas, lalu menjawab sambil tersenyum, "Lucy, kalau kamu mau menggila, pergilah ke rumah Keluarga Chandra.""Yang nggak mau nikah denganmu adalah Joe, bukan keluargaku. Jadi, jangan cari masalah di depan rumah kami." Usai berkata demikian, Selvy menyuruh satpam untuk menutup pintu.Gerbang berwarna merah tua perlahan tertutup. Lucy tidak bisa menahan dirinya. Dia berlari ke gerbang dan memukulnya dengan keras.Wanita itu memaki, "Selvy, dasar munafik. Kamu bahkan nggak berani mengakui bahwa kamu suka Joe. Kamu juga nggak berani mengaku bahwa kamu adalah wanita yang ditolak sama Joe."Ekspresi satpam terlihat tidak nyaman. Sementara itu, Selvy menggeleng dan memarahi dengan suara rendah, "Benar-benar orang gila!"Selvy berjalan m
Tiba-tiba, tangan Marcella ditangkap oleh Joe. Dia masih belum sepenuhnya sadar, tetapi bisa mengenali bahwa wanita di depannya adalah istrinya, Marcella.Hari ini, Marcella sangat cantik. Alisnya diukir rapi dan hidungnya mancung. Sebenarnya paras Marcella sangat enak dipandang. Tubuhnya juga ramping dan proporsional. Dia adalah istrinya, juga orang yang akan menghabiskan sisa hidupnya bersamanya.Joe memegang pergelangan tangan Marcella dan menariknya perlahan-lahan hingga dia berada di dekat tubuhnya yang panas. Mereka sangat dekat dan suasana terasa sangat panas.Marcella bisa merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang. Itu terasa menggelegak dan membakar telapak tangannya hingga membuatnya hampir ingin pergi.Marcella belum pernah berhubungan dekat dengan pria sebelumnya. Pengalaman paling intimnya hanya berciuman dengan Joe."Joe," bisik Marcella yang kebingungan. Pria itu memeluk pinggang rampingnya, lalu perlahan mengencangkan pelukan dan mulai menciumnya ....Gaun pengan
Di Grup Chandra, Tasya tampak sangat terkejut ketika melihat Joe datang ke kantor. Dia sontak bertanya, "Pak Joe, bukannya kamu baru menikah?"Di kantor presdir seluas lebih dari 100 meter persegi, sinar matahari musim dingin masuk melalui jendela besar dan meninggalkan pantulan cahaya emas di mana-mana.Joe yang tampak mengesankan duduk di balik meja kerjanya. Mendengar pertanyaan dari Tasya, dia mendongak dan menjawab dengan tenang, "Aku mau menangani sendiri kasus di Afrata Selatan. Siapkan semuanya, nanti kita akan ada makan siang bisnis."Tasya mengangguk, tetapi dia menghela napas dalam hatinya. Namun, Joe tidak menyangka akan bertemu dengan kakak Marcella, Selvy, di klub bisnis tersebut.Selvy adalah wanita yang tangguh di dunia bisnis. Dia berpakaian rapi dan membawa tas kerja. Sambil memandang adik iparnya, dia meledek, "Apa aku nggak salah lihat? Bukannya Pak Joe baru saja menikah dengan adikku?"Selvy bertanya, "Kenapa kamu malah datang ke sini? Mau cari gadis muda? Aduh, si
Sekitar lima menit kemudian, Marcella kembali dari halaman belakang. Dia mengenakan mantel abu-abu muda.Wanita itu memegang seikat bunga segar yang dipetik dari rumah kaca keluarga. Pembantu sudah siap dengan vas bunga besar."Sudah pulang kerja?" tanya Marcella kepada suaminya dengan nada ramah dan sopan.Nada bicaranya lembut, tetapi Joe malah merasa itu terlalu formal. Dia melihat istrinya berdiri di samping sambil merapikan bunga-bunga itu. Marcella memiliki aura yang sangat baik, hangat, dan lembut.Joe teringat dengan malam sebelumnya. Meskipun mabuk, dia masih ingat momen intim bersama istrinya. Itu adalah pengalaman pertama bagi Marcella. Dia sama sekali tidak memiliki pengalaman.Ketika Joe mengambil alih, Marcella menggigit bahunya dengan erat. Pada saat itu, Joe sempat merasa tertekan. Namun, dorongan fisiknya membuatnya enggan memberikan waktu bagi Marcella untuk beradaptasi.Wanita itu merasa sangat kesakitan dan terus menggigit bahunya serta memeluk lehernya. Ketika rasa
Kamar mandi dipenuhi uap. Marcella berendam di dalam air hangat, memikirkan hubungan seks tadi.Joe benar-benar memperlakukannya dengan lembut. Namun, kesempurnaannya ini terlihat tidak nyata dan seperti robot. Marcella sendiri tidak berani meminta terlalu banyak. Jika meminta terlalu banyak dari hubungan tak setara ini, dia akan terkesan kurang dewasa.Sesaat kemudian, Marcella keluar dari bak mandi. Masih ada yang harus dibicarakannya dengan Joe sehingga dia membungkus tubuhnya dengan handuk dan keluar.Lampu gantung di kamar tidur telah padam. Joe hanya menyalakan lampu baca. Dia pun bersandar di ujung ranjang sambil merekam audio untuk Tasya.Ketika melihat Marcella, Joe berpesan beberapa hal lagi kepada Tasya sebelum berhenti berbicara. Marcella mengambil sebotol obat, lalu duduk di pinggir ranjang dan mengoles dengan pelan.Marcella sebenarnya masih merasa malu, tetapi dia harus mengolesnya supaya tidak kesakitan saat berjalan besok. Gerakannya sangat kaku. Joe menatapnya sesaat
Setelah Joe menuruni tangga, terdengar suara mesin mobil dari lantai 1. Kemudian, suara itu perlahan-lahan menjauh.Marcella hanya bisa terduduk dengan lemas. Joe telah pergi. Mereka jelas-jelas sudah berjanji akan pulang bersama, tetapi malah terjadi perubahan mendadak seperti ini.Sementara itu, Joe pergi tanpa ragu sedikit pun. Bukannya Marcella tidak tahu betapa sibuknya Joe, tetapi mereka adalah pengantin baru.Meskipun masih begitu pagi, Marcella tidak bisa tidur lagi. Dia memakai jaket, lalu pergi ke balkon untuk melihat pemandangan. Terlihat kabut pagi yang tebal. Ini seperti suasana hati Marcella yang suram.Sesaat kemudian, Marcella baru masuk kembali karena kedinginan. Ranjang besar itu tampak agak berantakan karena kehangatan semalam. Namun, hatinya justru terasa dingin. Marcella memeluk tubuhnya sendiri supaya terasa lebih hangat.Saat ini, seorang pelayan naik ke lantai atas. Mungkin karena Joe telah berpesan kepadanya, pelayan itu bertanya dengan sopan, "Nyonya, mobil da