Xavier meletakkan cangkirnya. Dia memandang Alaia dengan tatapan yang dalam, lalu bertanya dengan suara rendah dan lembut, "Kamu sepertinya lapar banget. Lupa makan siang lagi?"Alaia meletakkan alat makannya, lalu mengambil serbet dan menyeka bibirnya. Wanita itu menjawab, "Masakan Francis di sini cukup autentik, jadi aku makan lebih banyak."Xavier berucap dengan nada ceria sambil tersenyum menawan, "Alaia, sebenarnya aku juga bisa memasak hidangan Francis dengan baik. Lain kali, kamu harus mencobanya. Bukannya kamu membeli sebuah apartemen kecil? Nanti, aku akan datang dan memasak untukmu."Xavier menambahkan, "Rasanya kita belum pernah menghabiskan waktu berdua saja. Apartemen kecil itu pasti terasa hangat di musim ini."Kata-katanya bukanlah sekadar isyarat, melainkan sudah sangat jelas. Dia ingin menjadi suami Alaia yang sesungguhnya.Di meja makan, Alaia duduk dengan tenang. Cahaya lampu yang menyinari dari atas membuat bulu halus di wajahnya terlihat jelas. Itu memberinya tampi
Xavier benar-benar serius .... Alaia terdiam cukup lama. Pada akhirnya, dia mendongak sambil memanggil, "Xavier.""Panggil aku Vier," timpal Xavier.Namun, Alaia tetap memanggil, "Xavier."....Xavier tersenyum. Dia menarik Alaia sambil berucap, "Ayo ke kamar, aku punya hadiah untukmu. Kamu pasti akan menyukainya."Alaia mengikutinya dari belakang. Wanita itu bertanya pelan, "Apa itu?"Setelah masuk, Xavier menutup pintu kamar tidur utama. Di luar, Anna yang menyadari situasinya pun segera pergi.Xavier mengeluarkan sebuah kotak hitam dari tas kerjanya, lalu menyerahkannya pada Alaia.Alaia membuka kotak itu dengan penasaran .... Kotak panjang itu terbagi menjadi lima bagian. Masing-masing berisi bebek kecil yang terbuat dari lilin lebah, semuanya terlihat sangat hidup dan lucu.Alaia sangat menyukainya. Dia menyentuh bebek-bebek kecil itu dengan lembut, lalu bertanya pada Xavier, "Kenapa tiba-tiba memberiku ini? Kamu kelihatannya bukan orang yang kekanak-kanakan."Melihat Alaia begitu
"Xavier," panggil Alaia.Wajah mungil Alaia terbenam di bantal. Dia berkata lagi dengan suara serak yang menggoda, "Terlalu cepat. Xavier, ini terlalu cepat!"Bukannya berhenti, Xavier terus melanjutkan aksinya. Alaia refleks meremas seprai dengan erat.Kepala Alaia bergerak gelisah di bantal. Dia mengeluarkan suara erangan rendah ... seperti hendak menerima Xavier, tetapi juga seperti ingin mendorongnya pergi.Xavier menautkan jari-jari mereka, lalu kembali mencium Alaia. Sambil mengecup bibir merahnya yang lembut, dia berkata, "Aku suka padamu. Aku sudah bertahun-tahun menyukaimu. Aku sudah menyukaimu sejak pertama melihatmu di Universitas Camrige.""Bagiku ini nggak terlalu cepat. Kamu nggak tahu berapa kali aku tergoda untuk langsung menidurimu waktu kamu muncul tanpa pertahanan di depanku. Aku bahkan nggak peduli apa kamu masih memikirkan orang lain.""Alaia, ini sedikit pun nggak terlalu cepat. Aku sudah menyukaimu selama delapan tahun," tambah Xavier.Alaia termangu menatap Xavi
Alaia terbangun pada pukul 2 subuh. Kamar hotel dalam keadaan temaram, hanya ada cahaya laptop di sofa.Pria yang bercumbu berkali-kali dengan Alaia tadi sedang duduk menghadap laptop, kemungkinan sedang melihat indeks saham. Cahaya laptop yang menyinari wajah Xavier mempertegas garis rahangnya, membuat ekspresinya terkesan lebih serius.Xavier yang bercinta dengan Alaia dan Xavier yang sekarang seperti orang berbeda. Tadi dia begitu sabar dan lembut, sekaligus juga liar.Sewaktu gairahnya memuncak, Xavier juga bisa sedikit kasar dan mendominasi. Meski dia beberapa kali membisikkan kata cinta, Alaia bisa merasakan Xavier masih menahan diri. Bagaimanapun, ini pertama kalinya mereka bercinta.Alaia menatap Xavier cukup lama. Mereka sudah menjadi suami istri yang sesungguhnya. Hubungan mereka juga harmonis. Meski sedikit malu, dia terus menatapnya."Apa aku membangunkanmu?" tanya Xavier sambil mendongak. Dia menutup laptopnya, lalu menghampiri ranjang.Alaia mengira Xavier ingin tidur, ja
Malam itu berjalan indah. Esoknya, Alaia bangun cukup siang. Setelah membuka mata, dia melihat seikat mawar merah muda segar dan selembar kartu indah di samping bantal. Ada pula seuntai gelang berlian tipis di atasnya.Alaia langsung mengenali gelang itu sebagai "Bimasakti", karya eksklusif seorang desainer perhiasan ternama. Model gelang itu hanya ada satu di dunia.Alaia segera memakai gelang itu dengan perasaan gembira. Dia lalu mengambil buket mawar dan menghirup aromanya. Kemudian, dia baru membaca pesan di kartu yang ditulis Xavier.[ Baju yang dibelikan Anna ada di samping ranjang. Aku akan pulang menemanimu malam ini. ]Alaia membaca dua baris kalimat di kartu itu berulang kali. Hatinya girang, tetapi dia malah mendengus dan bergumam kecil, "Siapa yang ingin dia temani?"Alaia mandi dan menggosok gigi, lalu mengganti pakaian. Kemudian, dia menyantap sarapan lengkap yang disiapkan restoran.Selesai makan, Alaia pulang ke apartemen kecilnya untuk melukis. Ketika Xavier senggang,
"Joe, nggak ada yang sanggup menunggumu selamanya di Kota Aruma." Kata-kata ini terus bergema di kepala Joe dan akan selalu dia ingat selama sisa hidupnya.Biarpun Joe memiliki rumah tangga yang sempurna, di dalam malam dia akan selalu merindukan kejayaan masa mudanya dan perasaan murni itu.....Di ruang rapat Grup Chandra.Ketika menyadari Joe yang melamun untuk kedua kalinya, Tasya berbisik mengingatkan, "Pak Joe, bagaimana pendapat Bapak tentang proposal Pak Xavier?"Joe kembali memfokuskan perhatiannya ke rapat. Dia melihat ke depan, menatap Xavier yang juga sedang menatapnya. Meski Xavier berpakaian rapi, Joe bisa membayangkan percintaan panas pria itu semalam dengan Alaia.Perpisahan sementara akan membuat hubungan terasa lebih spesial. Joe mendengus pelan.Kini, Joe 100% yakin bahwa Xavier sengaja membuat Alaia kembali ke Kota Brata. Tujuannya tentu saja agar Alaia mengakhiri hubungannya dengan Joe, lalu mereka bisa bersama dengan tenang.Suasana terasa tegang saat kedua rival
Joe merasakan sesuatu yang amis di mulutnya. Kemudian, seteguk darah menyembur keluar dari mulutnya dan mengenai kaca transparan jendela.Tasya yang baru masuk kebetulan melihat hal ini. Dia bergegas menghampiri Joe dan bertanya, "Pak Joe kenapa?"Joe memegangi perutnya dan tetes-tetes keringat mulai muncul di dahinya. Dia mengibaskan tangannya dan berucap, "Aku nggak apa-apa."Tasya sudah lama bekerja bagi Joe. Hatinya sedikit perih saat melihat Joe bekerja hingga ambruk begini.Tasya berkata dengan nada tercekat, "Mana mungkin nggak apa-apa. Waktu itu Dokter Ariel sudah berpesan agar Bapak nggak terlalu gila kerja. Bapak bekerja begitu keras, tapi akhirnya ...."Meski Tasya tidak melanjutkan kata-katanya, Joe tahu apa yang hendak dia katakan. Segiat apa pun dia bekerja, dia tetap kehilangan Alaia. Lantas mengapa dia masih bekerja begitu keras?Tasya membantu Joe turun ke lantai bawah dan masuk ke mobil. Dia lalu meminta sopir pergi ke Rumah Sakit Ruslan. Joe duduk di kursi belakang,
Joe menelepon Tasya di depan pintu. Tasya terdengar ragu-ragu saat bicara. Joe menebak Tasya pasti pergi mencari Alaia.Joe turun ke lantai bawah dan masuk ke mobilnya. Dia menyuruh sopir untuk pergi ke apartemen Alaia. Joe tahu Alaia selalu melukis pada siang hari. Jadi, Alaia pasti pulang ke apartemennya.....Di ruang pemeriksaan, Ariel menyuruh suster untuk membereskan barang. Kemudian, Ariel keluar sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku jasnya.Ariel berjalan ke gedung rawat inap. Beberapa hari yang lalu, dia mengobati seorang anak yang mengidap penyakit parah. Jadi, dia ingin menjenguk anak itu selagi senggang.Gedung rawat inap anak-anak dipenuhi dengan orang tua yang terlihat cemas dan anak-anak yang ketakutan. Semua orang yang sakit pasti merasa menderita.Dokter dan suster menyapa saat melihat Ariel, "Dokter Ariel."Ariel tersenyum. Dia sudah memeriksa anak itu dan kondisinya stabil. Ariel juga berpesan kepada suster untuk memperhatikan beberapa hal, termasuk menambah p