Pleasee yaa kalian jangan jambak-jambakann gegara Michelle yaaaa
Gelas wine yang isinya tidak habis dinikmati masih dipandangi oleh Roland. Dia masih belum beranjak dari ruangan kerja setelah David memutuskan pergi. Pria itu masih bergelut dalam pemikiran terhadap respon David yang pergi tanpa berkata-kata.Kejujuran Roland saat itu merupakan spontanitas yang tidak dapat dicegah. Dia menilai menyembunyikan semua fakta hubungannya dengan Michelle dari David adalah hal yang sia-sia dilakukan.Sesuatu yang setengah mati ditutupi akan terbuka suatu hari nanti. Roland berpikir tak ingin mengulur waktu dan merusak segalanya di masa depan. Lebih baik dia memberitahu David demi perasaan David tak terlalu jauh terhadap Michelle.Roland tak masalah bersaing secara terbuka dengan David. Yang terpenting baginya David sudah mengetahui hubungan dan perasaannya terhadap Michelle. Setidaknya Roland masih bersikap ramah kepada David.Gelas wine beserta botol wine yang masih terisi hampir penuh itu ditinggalkan begitu saja oleh Roland. Dia merasa lelah dan ingin men
Deringan handphone begitu berisik mengusik telinga Michelle. Wanita cantik itu terbangun dari tidurnya yang nyaman demi bisa menghentikan suara mengganggu itu.Michelle tersentak ketika terbangun. Matanya melebar sempurna setelah menyadari bahwa dia tidak berada di kamar tidurnya sendiri.Bagaimana bisa Michelle tertidur nyenyak tanpa waspada sedikit pun? Apalagi Michelle tertidur di kamar Roland.Batinnya telah menghina diri yang lalai. Michelle segera bangkit dari tidurnya setelah melihat sinaran matahari mendesak masuk dari sela-sela tirai yang masih menutup jendela kaca.Namun, keinginan itu tertunda oleh Leah yang tak lagi ditemukan di ranjang tidur itu. Handphone di meja nakas yang masih bersuara pun masih berisik menarik perhatian Michelle.“Celine?!” suara serak Michelle menyahut telepon masuk dari Celine.“Kau baru bangun, Michelle?” Celine terdengar sedikit terkejut.“Ini masih pagi, Celine. Kenapa kau meneleponku?” Michelle sengaja bersikap tenang demi menyembunyikan kegelis
Menggelikan! Roland masih belum bisa mempercayai mulutnya mengeluarkan kata manis yang merayu. Seumur hidup dia hanya melakukan hal itu kepada ibunya, di mana dia akan merayu ibunya yang marah setiap kali melakukan kesalahan.Mungkin semua itu karena Michelle. Ditambah lagi Roland menyadari perasaannya terhadap Michelle, sehingga tak ada keraguan mulut Roland melepaskan kata manis yang merayu.Bibirnya yang habis menyereput kopi sedang tipis-tipis menyunggingkan senyuman. Wajah tampannya pun ikut cerah, tak sekelam biasanya. Sementara itu mata hazel-nya menyorot hangat Leah yang duduk di sebelahnya pada sofa panjang di ruangan santai. Memandangi gadis kecil itu yang sibuk memeriksa boneka hasil dari memainkan permainan di mall kemarin.Tangannya tergerak sendiri meraup tubuh Leah kemudian didudukkan di pangkuannya. Pria itu juga tak permisi ketika menciumi pipi Leah karena gemas.“Paman sayang sekali padaku?” tanya Leah tersenyum.Terlepas dari fakta Leah adalah anaknya Michelle, Rola
Mobil yang ditumpangi telah berhenti sempurna di halaman depan rumah, tetapi Michelle masih tidak berniat keluar dari mobil itu.Wanita cantik itu melayangkan tatapan tajam pada Roland yang duduk di sebelahnya—si pemilik mobil itu yang menjadi sopir bagi Michelle beserta Leah yang duduk di kursi penumpang belakang.Janji kelingking? Michelle masih ingin mengejek seperti sebelumnya ketika tahu bahwa Roland telah berjanji pada Leah akan menemani ke acara ulang tahun.Masih tidak masuk di akal Michelle seorang pemikir idealis seperti Roland mau menepati janji yang dibuat dengan cara konyol, terlebih lagi dengan anak kecil yang baru dikenal.Pemikiran Michelle itu dibantah oleh Leah yang merengek pada Roland agar mau memenuhi janji. Michelle kehabisan kata melihat Leah yang tak mau lepas dari Roland.Padahal dia berusaha keras menjauh dari Roland. Michelle berjuang sendiri menata hidup yang indah demi Leah. Sayangnya, harapan itu jadi berantakan ketika takdir mempertemukannya lagi dengan
“Apa yang kau lihat?”Teguran sinis yang terdengar telah mengusik perhatian Roland. Bibirnya menyunggingkan seringai tipis setelah mendapati tatapan kesal dari Michelle yang menegurnya.Ada dorongan yang menghasut Roland bertanya langsung pada Michelle. Namun logika yang menasihati membuat hati pesimis. Mengingat keras kepalanya Michelle menjauh, Roland tidak akan menemukan apa pun dari kecurigaannya jika bertanya langsung pada Michelle.“Hanya melihat-lihat sejauh mana kau berubah selama enam tahun ini.” Roland berjalan mendekati Michelle yang berdiri di depan kamar Leah setelah lama menutup mulut karena berpikir. “Ternyata kau tidak banyak berubah, hanya tubuhmu yang sedikit kurus saja. Apa atasanmu tidak mengizinkan karyawannya memiliki tubuh sedikit berisi?”Michelle mendesis kesal, kemudian memutuskan menjauh dari kamar Leah yang tertutup rapat. “Menurutku bukan urusanmu mengetahui hal-hal yang tidak bersangkutan denganmu.”“Ngomong-ngomong soal David, apa kau tidak penasaran apa
“Leah!” Teriakan ceria Axel memecahkan keheningan yang menegangkan itu. Semua orang menaruh perhatian pada Axel yang berlari ke arah Leah, menatap anak laki-laki itu yang sangat ramah memeluk Leah. “Kenapa kau lama sekali, Leah? Aku sudah menunggumu dari tadi!” mata Axel berbinar terang pada Leah yang baru saja dilepaskan dari pelukannya. Leah tak menanggapi karena lebih ingin menyerahkan paper bag berisikan kotak hadiah yang sejak tadi digenggam. “Selamat ulang tahun, Axel. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Perlu kau ingat ya, Axel! Aku rela menabung uang saku demi memberikan hadiah untukmu. Jadi, kau harus menyukai dan menjaganya. Kau mengerti?” Lucunya, Axel mengangguk patuh. “Aku akan menjaganya seperti aku menjagamu selama di sekolah,” ucapnya yang mengelus-elus lembut rambut Leah. Axel teralihkan pada Michelle yang berada di sebelah Leah. Senyumannya masih sama, masih memancarkan keceriaan. “Bibi Michelle! Aku bahagia sekali Bibi bisa datang juga—” Axel tiba-ti
“Apa kau tidak tahu ucapanmu itu bisa merusak suasana di sini, Ella?”Kritikan pedas dari Odelia meruntuhkan percaya diri Ella, sekaligus melenyapkan sebuah kesenangan yang samar-samar tersembunyi di wajahnya.Tentu saja batin Ella merutuk sikap Odelia yang terang-terangan ingin mempermalukannya. Namun, dia tak mampu menunjukkan demi menjaga image baik di depan Jullian.“Memangnya kenapa Roland berpegangan tangan dengan mantan sekretarisnya? Itu artinya Roland memiliki hubungan baik dengan orang yang tidak lagi bekerja dengannya.”Odelia mendengus kesal, sementara matanya sengaja melayang tajam pada Ella guna memberikan alarm peringatan.“Jangan rusak suasana ulang tahun cucuku dengan perkataanmu yang tidak masuk akal, Ella. Lebih baik kau tidak diundang saja! Setiap kau hadir di acara keluarga ini, ada saja hal buruk yang terjadi.”Odelia beranjak dari duduknya, kedua tangannya terlihat mengipas-ngipas wajahnya yang memerah karena marah.“Sebaiknya kita bergabung dengan Axel saja yang
Michelle tak peduli pada tuduhan kejam Ella, termasuk mata-mata penghinaan yang mendominasi di sana. Wanita itu lebih peduli meraup tubuh Leah, menghalau air-air di tubuh Leah yang percuma saja dilakukan.Tidak apa-apa, semua tuduhan Ella tidak benar. Tidak usah pedulikan orang-orang di sana karena hidup Michelle tidak bergantung pada mereka.Toh, Michelle cukup terbiasa berhadapan pada situasi serupa. Sehingga dia memutuskan membawa Leah pergi sembari menyimpan semua penghinaan itu sendiri.“Mau Mommy gendong?” Michelle tersenyum manis membujuk Leah.Leah mengangguk kemudian datang ke pelukan Michelle. “Mom, aku sudah berjalan dengan benar. Aku tidak melakukannya,” bisiknya yang gemetar ketakutan.“Ya, Leah tidak melukai siapa pun.” Michelle bersuara serupa sambil mengelus-elus kepala Leah yang basah.“Michelle Louise!” Ella memekik kencang mencegah Michelle yang ingin beranjak pergi. “Bagaimana bisa kau pergi setelah menjadi ibu yang buruk membela anakmu yang jelas-jelas bersalah? Su
Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap
Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den
“Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se
Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa
Beberapa jam kemudian Michelle telah dipindahkan ke kamar inap setelah kondisinya dinyatakan stabil. Selang oksigen yang terpasang sudah dilepaskan, kecuali jarum beserta selang infus yang masih terpasang.Meski kondisinya dinyatakan lebih baik dari sebelumnya, Michelle masih bersikap sama yaitu tak mengendurkan sedikit rasa takut dan cemas.Jemarinya bertindak egois terhadap Valencia, tak ingin melepaskan sedikit tangan Valencia dari genggamannya. Bahkan ketika dokter memeriksakan keadaannya, Michelle tak ingin ditinggalkan sedetik pun oleh Valencia.Semua karena bayangan mengerikan itu mengisi seluruh pikiran Michelle.Ketika matanya terbuka, Michelle berpikir dirinya telah tidak lagi berada di bumi karena pandangan mata yang kabur pada warna putih mendominasi. Hal hampir serupa pernah Michelle rasakan ketika tak sadarkan diri sewaktu pasca melahirkan Leah.Namun setelah beberapa kali mengerjapkan mata dan penglihatan mata kembali jernih, Michelle menyadari dirinya yang masih bernya
Valencia membasuh air mata yang membasahi wajah cantiknya dengan sapu tangan pemberian suaminya. Napasnya masih saja sesak setelah memaksa diri agar berhenti dari tangisannya. Duduk di ruang tunggu itu, Valencia berakhir menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Apa yang aku lakukan sudah benar, ‘kan?” tanya Valencia dengan nada masih sedikit terisak.“Mendengar bentakannya tadi, aku bisa menebak rasa terkejut dan kemarahan Kak Roland.” Albert berkomentar tenang.“Dia langsung mematikan telepon tanpa memberitahu apa yang akan dilakukan. Tetapi aku bisa menebak, dia pasti akan langsung ke sini tanpa peduli betapa penting pekerjaannya di sana.”Valencia berkomentar serupa ketika menormalkan kembali napasnya.“Aku hanya berharap Michelle cepat sadar agar bisa memberitahukan semua yang dia lalui sendirian,” lanjutnya berbicara.“Sebaiknya kau pulang saja, Valen. Aku akan menunggu perkembangan tentang Michelle di sini.”Pernyataan Albert membuat Valencia mengangkat kepalanya yang tenang be
Roland terduduk lemas di kursi penumpang belakang pada mobil yang dinaiki. Pria itu mengendurkan dasi yang melingkar rapi di leher, sengaja memberi ruang bebas pada tenggorokan yang dipenuhi sesak tak mengenakkan. Sementara itu mata abu-abunya menatap kosong ke arah depan, tak peduli pada Daniel yang melirik cemas seperti ingin menarik perhatian.Pembicaraan intens beberapa menit lalu bersama Alins dan Danny benar-benar menguras perasaan Roland. Selain mengetahui cerita hidup Michelle yang tertutup sempurna, dia juga mengetahui perihal penyakit dari dua orang yang seperti orang tua pengganti bagi Michelle.Alins mengidap kanker lambung stadium empat, di mana hari itu dokter di rumah sakit itu menyampaikan kabar buruk perihal kanker itu sudah menyebar dan menggerogoti ke jaringan lain di tubuhnya. Sementara Danny disarankan untuk beristirahat dari pekerjaannya dan melakukan tindakan pengobatan pada penyakit jantung yang diderita.Tak ada yang bisa Roland lakukan kecuali terdiam dan men
Roland terhenyak dalam pertanyaan Alins sampai mulutnya bungkam tidak bisa menjawab. Padahal pertanyaan yang diucapkan sudah Roland ketahui sendiri jawabannya, tetapi rasa penasaran mendesaknya ingin mencari tahu secara langsung.“Dibandingkan Michelle, kami sudah siap jika sewaktu-waktu kau mengetahui perihal Leah.” Danny memecahkan keheningan diri yang sebelumnya memilih menjadi pendengar. “Karena sebuah rahasia tidak ada yang abadi untuk disembunyikan,” lanjutnya menimpali.“Apa tujuanmu datang kali ini di kehidupan Michelle masih sama, Roland?” tanya Alins dengan kelembutan namun terselip sebuah ketegasan yang dirasakan kental.Roland masih bersikap sama. Entah mengapa mulutnya terasa sulit untuk terbuka dan bersuara.“Sejak kecil Michelle tak pernah mau menyulitkan siapa pun termasuk ibunya. Michelle kecil selalu terbiasa mandiri dengan sosok orang tua tunggal yang dia miliki. Mungkin karena ibunya yang merupakan kakak kandungku sudah memberitahu bahwa hanya Michelle hanya memili
Di dalam lift yang dinaiki, Roland melepaskan napas kasar. Pria itu merengkuh sedikit kelegaan setelah berbicara dengan Jullian. Setelah sekian lama berlalu, Roland tak lagi ragu ingin mengungkapkan alasan menceraikan Ella.Dia memiliki alasan yang tepat untuk tidak mengubur aib itu sendirian. Jika dulu dia memilih acuh, kali itu dia terdorong harus demi menata masa depan indah bersama wanita yang dicintai.“Sore ini bisa kosongkan jadwalku? Aku ingin menjemput daddy yang pulang sore ini.” Roland tenang meminta pada Daniel yang berdiri di belakang.“Saya akan mengatur untuk Anda.” Daniel mengulas senyuman getir setelah terpaksa memenuhi permintaan Roland.“Oh ... iya, Tuan. Saat menunggu Anda tadi, Nyonya Valencia menghubungi saya. Beliau menanyakan perihal Anda yang tidak menjawab telepon. Saya mengatakan jika Anda sedang menjenguk Tuan Jullian.”Roland tersadar pada handphone-nya yang di-silent-kan di dalam saku dalam jas setelah Daniel mengadu. Tanpa menuda pria itu merogoh saku dal