“Karena kau sudah berani-beraninya menertawakanku, maka kau harus aku hukum!" kata Daren dengan seringainya.
"Hukum?" kaget Zoya yang masih menganga.
"Ya, kau harus aku hukum!" jawab Daren, matanya mendelik kesal, "El, kira-kira..., Hukuman apa yang pantas untuk gadis bodoh yang sudah berani menertawakanku ini?" lanjut Daren seraya bertanya pada El.
"Saya tidak tahu Tuan!" jawab El enteng.
"Bodoh! Dasar payah! Kau sama bodohnya seperti bocah itu!"
'Kenapa hanya aku yang di hukum? Bukan hanya aku yang menertawakannya 'kan? El juga menertawakanku!' batin Zoya yang merasa tidak adil.
"Ah, aku menemukan
Bermenit-menit berlalu, Daren dan El masih terus menyusuri setiap jalanan licin dan berbatu untuk menyusul Zoya yang sudah setengah jam pergi. Namun, tak kunjung kembali juga.“Anda bisa Tuan?” tanya El. Raut wajahnya sedikit khawatir saat melihat sang Tuan yang nampak kesulitan menapakkan kakinya dengan baik dan benar.Plakk!“Apa aku selemah itu?” ketus Daren. Sebenarnya ini bukanlah sebuah jawaban, melainkan sebuah pertanyaan balik yang menyudutkan.“Maafkan saya Tuan!” kata El seperti biasa. Meminta maaf, walaupun entah apa kesalahannya.“Pantas saja bocah itu lama. Jalanannya kenapa licin sekali!” keluh Daren dan, “aw,” pekik Daren, ia tergelincir, pakaiannya kotor semua, apalagi dengan tubuhnya. Dan yang paling menyita perhatian El adalah, wajah Daren yang tertutup lu
“Aku akan menghukummu saat kita sudah berada di rumah nanti El.” uhar Daren dengan kata ancaman yang di dengan senyum tipis.Kedua pria tampan itu benar-benar melakukan apa yang ada dalam pikiran mereka untuk terbebas dari jeratan tanah licin yang membuat mereka berdua tidak bisa berdiri. Yaitu dengan cara merangkak seperti bayi.‘Saya akan menerimanya dengan senang hati Tuan!’ balas El dalam hati. Tidak mengambil pusing apa yang Daren ucapkan padanya barusan. Karena menurut El, ucapan Daren barusan adalah sebuah gertakan yang tak akan pernah menjadi sebuah kenyataan. Karena Daren berujar seraya tersenyum tipis. Hanya untuk menutupi perasaan senangnya saja saat ini.“Di mana bocah itu?” gumam Daren pada dirinya sendiri. Khawatir dan kesal bercampur menjadi satu.“Di sebelah sana Tuan!” El menunjuk
Byurrr! Suara air akibat sesuatu yang jatuh begitu jelas dan keras terdengar. Bahkan, cipratan airnya sampai mengenai Daren dan El yang masih berada di pinggiran sungai. “Aaa...,” Teriak Zoya saat kakinya terpeleset dan jatuh ke sungai. “Zoya!” Teriak Daren dan El nyaris bersamaan. Daren berlari menghampiri Zoya yang sudah berada di dalam sungai dan- - Byurrr!Daren menceburkan dirinya sendiri ke sungai untuk menyelamatkan Zoya yang sudah jatuh tenggelam. “Tuan! Zoya!” Teriak El yang hendak menceburkan diri juga. Namun, belum sempat El menceburkan diri, Daren sudah berhasil membawa Zoya ke atas batu berukuran besar yang berada di pinggiran sungai. “Dasar bocah menyebalkan! Selalu saja cerobo
"Dasar merepotkan! Apa kau tidak bisa melakukan satu hal saja yang benar?" gerutu Daren sepanjang jalan. Zoya yang berada tepat di belakangnya, hanya bisa memanyunkan bibirnya dengan mata melotot ke arah Daren yang kini tengah menggendongnya. 'Dasar menyebalkan! Dirimu sendiri yang menyuruhku, dan sekarang kau menyalahkanku,' balas Zoya dalam hati. "Selain kau merepotkan, kau juga selalu membuatku kesal. Apa tidak bisa bersikap biasa saja? Bersikaplah sewajarnya, jangan melulu membuatku kesal begini!" Ah, pria itu masih saja terus menggerutu, apa mulutnya tidak lelah apa? Pikir Zoya yang menanggapi lewat tatapan dari belakang. "Kenapa kau diam saja?" tanya Daren tiba-tiba, kepalanya mendongak ke belakang karena merasa tidak mendapatkan tanggapan apa-apa dari orang yang sedang ia ajak bicara. Padahal jelas-jelas, gadis itu sedang berada dalam gendongannya dan tidak pergi kemana-mana.
"Dasar aneh!" ucap Daren dan El secara berbarengan. Mereka berdua kompak mengatai Zoya dengan kata 'aneh'. Sedangkan yang dikatai, tengah menyipitkan matanya sambil menatap geram pada dua sosok tampan yang mulutnya sama-sama tidak bisa dijaga itu. Yang kini keduanya terlihat sama-sama sedang menahan tawa karena kekompakan mereka.'Enak saja mengataiku aneh! Kalian berdua lah yang aneh. Orang-orang aneh menyebut diriku aneh. Lucu sekali mereka!' umpat Zoya dalam hati.***Perjalanan terjal dan curam akhirnya terlewati juga. Kini ketiga makhluk hidup yang berbeda paras dan postur tubuh itupun sudah berada di kawasan tempat mereka berkemah."Turun!" perintah Daren yang langsung dituruti oleh Zoya. Gadis manis itu langsung turun dari gendongan sang Tuan, setelah Daren memerintahkannya.Setelah gadis itu turun dari gendongan Daren. Daren menepuk-nepuk pundak, punggung dan bahunya tepat di had
POV DarenBagus sekali, gadis itu tengah mengumpat dan mengataiku dengan kencangnya. Lancang sekali dia. Tapi kenapa, aku malah suka melihatnya mengataiku seperti itu sekarang? Ah, aneh sekali. Apa aku benar-benar mulai menyukainya?Akan kucoba untuk mendekatinya. Aku yakin, gadis itu akan terkejut dengan kehadiranku yang tiba-tiba ini."Apa salahku?" tanyaku pada gadis itu. Benar saja, gadis itu terlonjak kaget seraya membalikkan badannya. Wajahnya begitu pucat pasi, dengan derai air mata yang terus mengalir tiada henti. Apa aku memang sekejam itu? Tapi, apa salahku. Dia bahkan hanya salah paham padaku. Pergi begitu saja tanpa tahu apa sebenarnya yang aku lakukan tadi."Tu-Tuan! Se-sejak kapan Anda di sini?" ucapnya malah balik bertanya kepadaku, bukannya menjawab. Nada bicaranya juga bergetar, aku yakin, ia sangat takut kali ini."S
POV Zoya."Aaah..., Apa yang aku lakukan barusan? Dasar menyebalkan! Aku bahkan sudah mengira, jika pria itu akan menciumku. Bodohnya aku. Kenapa aku bisa sepercaya diri itu? Mau di taruh di mana mukaku, jika aku bertemu lagi dengannya," gumamku pada diri sendiri.Teringat kejadian di bawah pohon beringin tadi."Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu padaku. Aku melihat ada seringai kecil dari bibirnya. Mungkinkah, dia sedang menertawaiku? Sial!"A-apa?" tidak bisa menjawab. Aku malah balik bertanya kepadanya."Apa yang kau pikirkan? Kau berharap aku akan menciummu? Begitukah?" tanyanya kembali, tanpa menjawab pertanyaanku terlebih dahulu. Pria itu bahkan memiringkan kepalanya, agar dapat melihat dengan jelas ekspresi wajahku."Bodoh!" ucap Tuanku yang tidak pernah mau mengalah itu. Ia juga menoyor keningku dengan satu jarinya. Benar-be
"Apa? Kamu bilang apa barusan?" tanya pria itu dengan menyipitkan mata, menatap ke arahku. Ah! Semakin tampan saja."Hei!" ujarnya lagi sambil mengibaskan tangannya padaku. Ah, betapa terkejutnya raga ini. Apa pria itu mendengar apa yang aku katakan barusan ya?"Kenapa diam saja? Cepat sana, ikut bergabung dengan siswa yang lain. Jangan suka menyendiri, ini di hutan, bukan di kota, apalagi ini sudah gelap," ujarnya panjang lebar mengingatkanku. Sekejap aku terpana dengan ketampanannya. Namun, setelah mendengarkan ceramahnya yang panjang lebar itu. Ia malah mengingatkanku pada sosok yang sifatnya tak jauh berbeda dengan pria di hadapanku ini. Siapa lagi, jika bukan Tuan Daren Danendra yang terhormat."Diam lagi," sekali lagi dia berujar. Baru juga mau menjawab, dia sudah bersuara lagi. Lalu, bagaimana aku mau menjawab."Hehe, iya kak!" Sengaja ku jawab singkat sambil tersenyum paksa, agar tidak
Harapan dan doa yang buruk dari orang yang buruk pula hatinya, tak mampu membuat doa yang ia panjatkan menjadi kenyataan. Setelah Daren berhasil menemukan sumber air yang membuat lelah dan dahaganya seketika hilang, Daren memberikan Zoya sebuah air yang ia bawa dengan tangannya sendiri.Sedikit demi sedikit. Walau berceceran dan selalu sedikit yang tersisa untuk di berikan kepada Zoya. Namun, Daren telah berhasil membuat Zoya sadar dari pingsannya yang cukup lama.'Uhuk! Uhuk!'Suara yang keluar dari tenggorokan Zoya, membuat Daren senang bukan main. "Kau sadar, Zoya?!" tanya Daren saat Zoya terbatuk. Matanya masih belum terbuka. Namun Daren sudah tak sabar untuk mengeluarkan suara dan bertanya bagaimana keadaannya.'Uhuk! Uhuk!'Zoya masih terbatuk.Daren menepuk-nepuk punggung Zoya sambil mengelusnya perlahan. "Kau tidak apa?" tanya Daren. "Ayolah, jawab aku. Aku begitu mengkhawatirkan dirimu!" lanjutnya berucap.Perlahan-lahan, kesadaran Zoya mulai kembali. Matanya pun mulai ter
Jatuh dan tergelincir, sudah tidak Daren rasakan lagi betapa kaget dan sakitnya seluruh badan. Demi bisa sampai ke tempat tujuan, Daren memaksakan diri menyusuri jalanan menurun yang akan membawanya ke tepian sungai."Jika bukan karena dahagaku, aku tidak akan mau berjalan sambil menggendong gadis ini. Walau dia tidak berat, tapi dia cukup menyusahkan langkahku," gerutunya setelah ia terjatuh dan bangkit lagi dengan tangannya sendiri.Daren mengeluh, ia menggerutu. Namun, hanya di mulut saja. Hatinya benar-benar ikhlas melakukan itu semua, demi dahaganya yang harus segera di aliri air, juga demi kesadaran Zoya. Tanah dan lumpur mengotori hampir seluruh tubuh Daren. Seakan tak ingin tertinggal, wajahnya pun ikut merasakan bagaimana rasanya terkena lumpur saat Daren mengusap keringat yang bercucuran dari kening hingga ke pipinya.Daren tak peduli, setelah ketemu sungai nanti, ia sudah berjanji akan membersihkan diri. "Hei, apa kau tidak kasihan padaku? Lihat aku, aku kelelahan. Aku k
"El! El! Dimana kau? Cepat bantu aku!" teriak Daren saat ia dengan susah payah sudah berhasil melewati jurang curam yang membuat Zoya terjatuh dan tak sadarkan diri, dengan melewati dan mencari jalan lain.Tidak ada tanggapan dan jawaban dari sosok yang Daren panggil. Matahari sudah mulai meninggi, Daren mulai dehidrasi, apalagi dengan gadis yang ada di pangkuannya saat ini, sudah pasti, kondisi gadis itu jauh lebih buruk dari kondisi Daren yang masih bisa mengangkat beban tubuh Zoya. "Bertahanlah! Kau pasti bisa!" ucap Daren menyemangati Zoya yang masih tak sadarkan diri. Perjalanan cukup jauh, hingga saat ini, Daren baru menemukan jalan di mana ia dan El berpisah subuh tadi."El...." teriak Daren kembali. Kali ini, teriakannya begitu nyaring, hingga tenggorokan Daren terasa kering. "El...." Jika kali ini El tidak mendengar teriakan Daren. Maka sudahlah, jangan harapkan Daren bisa berteriak kembali, karena kerongkongannya setelah berteriak, kini terasa benar-benar kering."Ah, ten
"Uh..., Kalajengking sialan!" umpat Daren saat dirinya sudah berhasil menuruni tanah yang terjal tersebut. Dilihatnya tangannya sendiri yang terasa sangat perih dan gatal. Dan ternyata, tangannya membengkak dan memerah. Mungkin, itu adalah efek dari gigitan kalajengking tadi.Kembali Daren memfokuskan dirinya pada pencariannya pada Zoya yang sampai saat ini masih belum ia temukan."Zoya..." Teriak Daren begitu kencang dan menggelegar. Hingga para hewan kecil keluar dari persembunyiannya."Hei Zoya! Dimana kau gadis bodoh?" Teriaknya lagi dan masih belum mendapatkan jawaban. Lalu, pandangannya tertuju pada sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh tanah dan luka.Zoya, gadis itu terkapar diantara pohon beringin besar dan daun daun yang sudah mengering."Zoya!" Secepat kilat Daren menghampiri Zoya yang tengah terkapar tak sadarkan diri.
Doa kembali Zoya panjatkan pada Tuhan, sang pencipta alam dan segala isinya. Ia berdoa agar siapapun bisa menemukannya dengan segera. Kakinya sudah tak mampu lagi menopang tubuh, di tambah dengan tangannya yang ternyata masih mengeluarkan sisa-sisa darah dari injakan kaki Mayra tadi. "Ya Tuhan, aku mohon... Siapapun tolong aku. Aku akan menikahinya jika dia adalah seorang laki-laki. Tapi, setelah aku lulus sekolah. Dan akan aku jadikan dia saudara, jika dia adalah seorang perempuan," ujar Zoya pasrah. Gadis itu membuat janji dengan Tuhan sesuka hatinya, tanpa memikirkan bagaimana nasib kedepannya. Tentang masa depannya, tentang bagaimana menjalaninya. Akankah ada yang akan datang membantunya atau bahkan tidak. Mengingat ini adalah hutan, dan Zoya hanya sendirian di sana. "Tapi, apakah yang menolongku itu akan mau, jika yang akan dinikahinya atau di jadikan saudaranya adalah seorang gadis miskin yang waj
"Apa kubilang El! Kau memang bodoh! Kenapa kau melarang ku menyusul mereka tadi hah!" Daren geram. Di cengkeramnya kerah baju El dengan sangat kuat, hingga buku-buku tangan Daren terlihat memutih, saking geramnya. "Maafkan saya Tuan!" tunduk El. El sama sekali tidak berani menegakkan kepalanya, apalagi menatap mata Daren, atas apa yang El katakan padanya. "Maaf kau bilang? Beraninya kau meminta maaf setelah mengabaikan perasaanku tadi," dihempaskan pula dengan kencang baju El. Pria tampan berambut hitam pekat itu seketika terbatuk, saat Daren melepaskan cengkraman tangannya. "Apa dengan meminta maaf, semua akan kembali?" Sedangkan Delia dan Delina, serta Gio dan teman sekelompoknya. Mereka semua berdiam mematung setelah menceritakan jika Zoya menghilang dan terpisah dari rombongan. Apalagi saat melihat reaksi Daren yang ternyata di luar dugaan. Sangat marah saat mengetahuinya. Mereka semua tidak ada yang bera
"Eh, apa ada yang melihat kak Zoya?" tanya Delia yang baru saja menyadari jika Zoya sedari tadi tidak bersamanya. Semua orang memandang ke arah Delia. Lalu saling pandang satu sama lain. "Bukankah Zoya selalu bersama Anda, Nona?" ujar Gio membalikkan pertanyaan pada Delia. Delia menggeleng, "memang! Tapi setelah teriakan itu, aku langsung berlari mengikuti kalian, dan melepaskan peganganku dari tangan kak Zoya," jawab Delia sedikit gemetar. Lalu ia alihkan pandangannya pada Delina yang nampak acuh tak acuh dengan ketidakadaannya Zoya di dalam rombongan mereka. "Kenapa kau melihatku?" tanya Delina sinis, "aku memang tidak menyukainya. Tapi aku tidak melakukan apa-apa. Aku juga tidak tahu kalau dia tidak bersama kita!" sambungnya dengan penuh penekanan. Dan Delina berkata jujur apa adanya. Tanpa ada yang dia sembunyikan. "Bagaimana ini kak Gio, kak Andi?" reng
Zoya berjalan mundur beberapa langkah, "jangan kau pikir aku ini bodoh Mayra! Apa yang kau rencanakan padaku hah?" tanya Zoya tanpa basa-basi. Mayra tertawa, sedang Zoya mengerutkan keningnya. "Kenapa kak? Apa kau takut kakak!" tanya Mayra dengan menekankan perkataannya. Membuat Zoya yakni jika Mayra memang sedang merencanakan sesuatu yang buruk padanya. "Ma-mau apa kau Mayra?" tanya Zoya bergetar. Mayra terus berjalan perlahan mendekatinya. Semakin dekat, dan terus mendekat. Sedangkan Zoya, gadis itu juga terus berjalan mundur menjauhi Mayra. Nyali Zoya semakin menciut kala melihat wajah Mayra yang terlihat seperti seorang pembunuh kala mengeluarkan tawanya. Walaupun Zoya tau, jika Mayra adalah adiknya sendiri. Tapi kenapa? Kenapa Mayra ingin berbuat jahat padanya? Pikir Zoya. "Ak-aku mohon Mayra! Apa yang akan kau lakukan padaku? Aku ini kakakmu, kau adikku. Kita ini bersaudara Mayra!" ujar
"Kau gila El! Kenapa aku tidak boleh ikut bersama mereka hah?" ungkap Daren setelah kepergian para anggota perkemahan. "Karena mereka akan merasa tidak nyaman saat bersama Anda Tuan!" jawab El tanpa basa-basi. Tuannya itu sedari tadi terus mengomelinya karena El tidak menyarankannya untuk mengikuti mereka. "Ah!" Daren frustasi. Pria tampan penuh kharismatik itu menjambak rambutnya sendiri karena kesal dengan jawaban El. *** "Kak Zoya? Aku takut!" rengek Delia sambil menggandeng lengan Zoya erat. "Tenanglah Nona. Tidak akan ada apa-apa di sini!" ujar Zoya menenangkan. Gadis itupun akhirnya sedikit lebih tenang. Walaupun tangannya masih enggan untuk melepaskan lengan Zoya. Menempel terus seperti lem. "Delia, kenapa kau terus menempel padanya?" tanya Delina dengan nada kesal. Namun, yang di tanya terlihat enggan untuk menjawab