“Aku akan menghukummu saat kita sudah berada di rumah nanti El.” uhar Daren dengan kata ancaman yang di dengan senyum tipis.
Kedua pria tampan itu benar-benar melakukan apa yang ada dalam pikiran mereka untuk terbebas dari jeratan tanah licin yang membuat mereka berdua tidak bisa berdiri. Yaitu dengan cara merangkak seperti bayi.
‘Saya akan menerimanya dengan senang hati Tuan!’ balas El dalam hati. Tidak mengambil pusing apa yang Daren ucapkan padanya barusan. Karena menurut El, ucapan Daren barusan adalah sebuah gertakan yang tak akan pernah menjadi sebuah kenyataan. Karena Daren berujar seraya tersenyum tipis. Hanya untuk menutupi perasaan senangnya saja saat ini.
“Di mana bocah itu?” gumam Daren pada dirinya sendiri. Khawatir dan kesal bercampur menjadi satu.
“Di sebelah sana Tuan!” El menunjuk
Byurrr! Suara air akibat sesuatu yang jatuh begitu jelas dan keras terdengar. Bahkan, cipratan airnya sampai mengenai Daren dan El yang masih berada di pinggiran sungai. “Aaa...,” Teriak Zoya saat kakinya terpeleset dan jatuh ke sungai. “Zoya!” Teriak Daren dan El nyaris bersamaan. Daren berlari menghampiri Zoya yang sudah berada di dalam sungai dan- - Byurrr!Daren menceburkan dirinya sendiri ke sungai untuk menyelamatkan Zoya yang sudah jatuh tenggelam. “Tuan! Zoya!” Teriak El yang hendak menceburkan diri juga. Namun, belum sempat El menceburkan diri, Daren sudah berhasil membawa Zoya ke atas batu berukuran besar yang berada di pinggiran sungai. “Dasar bocah menyebalkan! Selalu saja cerobo
"Dasar merepotkan! Apa kau tidak bisa melakukan satu hal saja yang benar?" gerutu Daren sepanjang jalan. Zoya yang berada tepat di belakangnya, hanya bisa memanyunkan bibirnya dengan mata melotot ke arah Daren yang kini tengah menggendongnya. 'Dasar menyebalkan! Dirimu sendiri yang menyuruhku, dan sekarang kau menyalahkanku,' balas Zoya dalam hati. "Selain kau merepotkan, kau juga selalu membuatku kesal. Apa tidak bisa bersikap biasa saja? Bersikaplah sewajarnya, jangan melulu membuatku kesal begini!" Ah, pria itu masih saja terus menggerutu, apa mulutnya tidak lelah apa? Pikir Zoya yang menanggapi lewat tatapan dari belakang. "Kenapa kau diam saja?" tanya Daren tiba-tiba, kepalanya mendongak ke belakang karena merasa tidak mendapatkan tanggapan apa-apa dari orang yang sedang ia ajak bicara. Padahal jelas-jelas, gadis itu sedang berada dalam gendongannya dan tidak pergi kemana-mana.
"Dasar aneh!" ucap Daren dan El secara berbarengan. Mereka berdua kompak mengatai Zoya dengan kata 'aneh'. Sedangkan yang dikatai, tengah menyipitkan matanya sambil menatap geram pada dua sosok tampan yang mulutnya sama-sama tidak bisa dijaga itu. Yang kini keduanya terlihat sama-sama sedang menahan tawa karena kekompakan mereka.'Enak saja mengataiku aneh! Kalian berdua lah yang aneh. Orang-orang aneh menyebut diriku aneh. Lucu sekali mereka!' umpat Zoya dalam hati.***Perjalanan terjal dan curam akhirnya terlewati juga. Kini ketiga makhluk hidup yang berbeda paras dan postur tubuh itupun sudah berada di kawasan tempat mereka berkemah."Turun!" perintah Daren yang langsung dituruti oleh Zoya. Gadis manis itu langsung turun dari gendongan sang Tuan, setelah Daren memerintahkannya.Setelah gadis itu turun dari gendongan Daren. Daren menepuk-nepuk pundak, punggung dan bahunya tepat di had
POV DarenBagus sekali, gadis itu tengah mengumpat dan mengataiku dengan kencangnya. Lancang sekali dia. Tapi kenapa, aku malah suka melihatnya mengataiku seperti itu sekarang? Ah, aneh sekali. Apa aku benar-benar mulai menyukainya?Akan kucoba untuk mendekatinya. Aku yakin, gadis itu akan terkejut dengan kehadiranku yang tiba-tiba ini."Apa salahku?" tanyaku pada gadis itu. Benar saja, gadis itu terlonjak kaget seraya membalikkan badannya. Wajahnya begitu pucat pasi, dengan derai air mata yang terus mengalir tiada henti. Apa aku memang sekejam itu? Tapi, apa salahku. Dia bahkan hanya salah paham padaku. Pergi begitu saja tanpa tahu apa sebenarnya yang aku lakukan tadi."Tu-Tuan! Se-sejak kapan Anda di sini?" ucapnya malah balik bertanya kepadaku, bukannya menjawab. Nada bicaranya juga bergetar, aku yakin, ia sangat takut kali ini."S
POV Zoya."Aaah..., Apa yang aku lakukan barusan? Dasar menyebalkan! Aku bahkan sudah mengira, jika pria itu akan menciumku. Bodohnya aku. Kenapa aku bisa sepercaya diri itu? Mau di taruh di mana mukaku, jika aku bertemu lagi dengannya," gumamku pada diri sendiri.Teringat kejadian di bawah pohon beringin tadi."Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu padaku. Aku melihat ada seringai kecil dari bibirnya. Mungkinkah, dia sedang menertawaiku? Sial!"A-apa?" tidak bisa menjawab. Aku malah balik bertanya kepadanya."Apa yang kau pikirkan? Kau berharap aku akan menciummu? Begitukah?" tanyanya kembali, tanpa menjawab pertanyaanku terlebih dahulu. Pria itu bahkan memiringkan kepalanya, agar dapat melihat dengan jelas ekspresi wajahku."Bodoh!" ucap Tuanku yang tidak pernah mau mengalah itu. Ia juga menoyor keningku dengan satu jarinya. Benar-be
"Apa? Kamu bilang apa barusan?" tanya pria itu dengan menyipitkan mata, menatap ke arahku. Ah! Semakin tampan saja."Hei!" ujarnya lagi sambil mengibaskan tangannya padaku. Ah, betapa terkejutnya raga ini. Apa pria itu mendengar apa yang aku katakan barusan ya?"Kenapa diam saja? Cepat sana, ikut bergabung dengan siswa yang lain. Jangan suka menyendiri, ini di hutan, bukan di kota, apalagi ini sudah gelap," ujarnya panjang lebar mengingatkanku. Sekejap aku terpana dengan ketampanannya. Namun, setelah mendengarkan ceramahnya yang panjang lebar itu. Ia malah mengingatkanku pada sosok yang sifatnya tak jauh berbeda dengan pria di hadapanku ini. Siapa lagi, jika bukan Tuan Daren Danendra yang terhormat."Diam lagi," sekali lagi dia berujar. Baru juga mau menjawab, dia sudah bersuara lagi. Lalu, bagaimana aku mau menjawab."Hehe, iya kak!" Sengaja ku jawab singkat sambil tersenyum paksa, agar tidak
Alunan musik gitar yang dipetik, masih mengalun indah nan merdu di indera pendengaran setiap orang yang memandangnya. Menyaksikan pula betapa indah dan rupawan nya sang pemetik alat musik, sekaligus pemetik hati para bidadari yang tengah berkerumun menatapnya penuh kagum. 'Daren' pria angkuh nan sombong itu tengah unjuk kebolehannya dalam menaklukan sang gitar, serta para gadis-gadis yang sama sekali tak terlihat olehnya. Bahkan, setiap pujian yang ia dengar pun, bagai angin lalu yang tak berbekas di waktu berikutnya. 'Kenapa pria itu begitu menawan?' tanya Zoya dalam hati. Gadis itu begitu terpesona dengan penampilan Daren malam ini, sama seperti gadis-gadis lainnya yang berebut menjadi pusat perhatian Daren. Mengagumi dalam diam. Ungkapan itulah yang paling cocok untuk menggambarkan bahwa Zoya begitu mengagumi sosok Daren, dibalik sikapnya yang arogan dan angkuh. Matanya menatap lekat tak berkedip,
"El!" "Sekretaris El!" Keduanya terkesiap dengan apa yang mereka lihat saat ini. Bagaimana mungkin? Bisa secepat itu El berada di belakang mereka. Padahal sudah jelas-jelas, jika tadi, keduanya melihat, El masih berada di dekat Daren. Pikir keduanya. "Ya! Apa yang kalian lihat hah? Apa kalian berdua sedang menguping? Atau kalian sedang ingin mencari masalah? Sepertinya..., Sudah lama ya, kita tidak menciptakan sebuah masalah!" Seringai itu membuat gio bergidik ngeri. Ia jadi merinding sendiri melihatnya. Sekretaris itu berujar dengan nada yang datar. Namun, terdengar penuh ancaman di setiap tutur katanya. Tapi, itu tidak berlaku bagi Zoya yang sudah mengetahui bagaimana karakter dari pria berambut hitam pekat tersebut. Warna rambut yang sangat mirip dengannya. Bahkan, sedikit bergelombang, sama seperti dirinya. "Ti-tidak sekretaris El. Tentu saja tidak! Aku