Selepas merampungkan pekerjaannya lebih awal, Alex membawa Lia untuk meluangkan waktunya mengunjungi panti asuhan yang menjadi tempat tinggal Lia dulu. Panti asuhan itu terletak cukup jauh dari pusat kota, bahkan memakan waktu sejam untuk menempuh jaraknya. Mobil yang dikemudikan oleh Alex, tidak dengan menggunakan supir seperti biasa, memasuki bangunan dengan dua lantai dengan pekarangan yang luas. Bangunan itu tak begitu besar, pun sudah tampak tua. Namun karena suasananya yang begitu asri, bangunan panti asuhan itu masih sangat layak. Setelah meletakkan mobilnya di tempat yang tak jauh dari pintu masuk, Alex dan Lia pun keluar dari mobil dan melangkah beriringan. Seorang wanita tua yang duduk di teras panti asuhan menyipitkan matanya, menerka siapa kedua tamu itu. "Itu adalah ibu panti, namanya ibu Gita. Beliau yang merawatku hingga aku selesai dari SMA dan memilih untuk merantau ke kota. Selamat sore, ibu." Ketika Lia dan Alex sudah berada tepat di hadapannya, ibu Gita terman
Lia berusaha mempercepat langkahnya, menyusul tuan Erik yang nyaris mencapai pagar dari panti asuhan tersebut. "Kakek!" Tuan Erik berhenti, mendengar Lia yang sedang berusaha mengejarnya. Tuan Erik menoleh, mendapati Lia yang nafasnya tersengal. "Ka-kakek, ma-maafkan aku." "Lia, ini bukan salahmu. Kakek hanya kecewa dengan para ibu asuh itu. Kakek tak dapat mengerti, mengapa mereka tega melakukan ini padamu dan Adelia." Tentu, Lia merasakan hal serupa dengan beliau, namun Lia lebih memilih untuk memaafkan ibu Gita dan ibu Rani akan hal itu. "Bagaimana bisa mereka menukarmu seperti itu? Kakek tidak menyesal karena hidup dan membesarkan mendiang Adelia, tapi bagaimana denganmu? Seandainya dulu kakek dapat mengadopsimu juga, mungkin kakek tak akan menyesali ini." "Tidak, kakek. Tidak apa-apa, toh semuanya sudah berlalu dan kini aku sudah baik-baik saja, kek. Aku bahkan sangat lega mengetahui bahwa saudara sedarahku hidup dengan baik bersama kakek dan tante Sita." Alex, ibu Gita, da
Keesokan harinya, langit di atas kota tampak begitu cerah dan menyinari seluruh penjuru area. Termasuk kediaman Alexander yang berada di Zeus Residence. Sang pemilik yang kediaman itu baru saja mengerjapkan mata, menemukan pagi yang begitu terang dan menyambut dirinya dengan indah. Alex merenggangkan otot tubuh kekarnya, berusaha mengumpulkan segenap gairah untuk menjalani akhir pekan kali ini. Tiba-tiba saja Alex mematung, mengingat ucapan Lia semalam yang terlintas di benaknya. Ya, ucapan itu sangat membekas pada ingatan Alex. "Bertemu denganmu adalah hal yang sangat berharga bagiku Alexander." Jawab Lia semalam, pada ucapannya yang hanya sekadar candaan itu. Lia menambahkan. "Tanpa kehadiranmu dalam hidupku, aku tak tahu akan menjadi seperti apa, Alex. Memang benar aku telah berusaha, tapi kehadiranmulah yang dapat meyakinkanku untuk terus bertahan." Kini Alex menjadi kikuk dan salah tingkah sekaligus, namun bukan Alexander Adarsa namanya bila dia tak dapat terlihat tenang. K
Masih dengan kilas balik di dalam ingatan Resham, setelah beberapa bulan berselang, muncul berita di banyak siaran jika Natalia Nawasena seolah menghilang dari publik.Banyak pihak yang berasumsi bila Natalia, atau Lia, memang sengaja untuk vakum, atau bisa saja dia sudah pindah keluar negri. Tentu Alex khawatir, dan pada akhirnya Alex meminta Resham dan beberapa pengawal lainnya untuk mencari tahu keberadaan Lia.Selang beberapa lama, Resham membawa infromasi yang dicarinya mengenai keberadaan Lia.Alex yang saat itu sedang mengurus banyak dokumen di dalam ruang kerjanya dihampiri oleh Resham yang membawa beberapa foto. "Tuan, ini adalah kondisi dari orang yang ada cari." Imbuh Resham dengan menyodorkan foto-foto tersebut.Dahi Alex mengernyit, menatap Resham bingung. "Klinik kandungan? Mengapa Lia ke sana?"Resham menunduk. "Dia—dinyatakan hamil, tuan."Bahu Alex terjatuh seolah menopang ketidak percayaan terhadap apa yang baru saja Resham ucapkan. Saat menemukan roman wajah Alex s
Lia terbelalak mendengarkan tuan Andreas yang memperkenalkan dirinya pada banyak orang. Namun mau tak mau Lia tersenyum tipis dan sesekali menunduk, menyapa tanpa bersuara agar tampak sopan."Wah, ternyata ini istri dari Alexander? Kamu terlihat manis dan elegan, Natalia." Ujar salah satu tamu terdekat, entah itu adalah kerabat tuan Andreas.Banyak orang yang memperkenalkan dirinya, begitu terpukau karena kini Lia telah diperkenalkan pada banyak kolega atau kerabat. Tuan Andreas sangat bangga memperkenalkan menantunya, membuat Lia hanya bisa patuh.Cukup lama Lia menunggu kehadiran Alex, hingga akhirnya pria itu hadir dan menampakkan dirinya usai menyentuh pundak Lia. "Hei, aku sudah datang."Alex menemukan Lia menatapnya risau dengan menggigiti bibir bawahnya. Alex dibuat bingung, "ada apa?"Lia sedikit berjinjit untuk berbisik di telinga Alex. "Ayah baru saja memperkenalkanku pada semua orang."Tentu Alex dibuat terbelalak dengan pengakuan Lia. Sejenak Alex menatap tuan Andreas yang
Lia yang mengusulkan ide agar membenarkan pernikahannya dengan Alex pada publik membuat Alex menjadi risau. Alex menemukan roman wajah Lia yang sepertinya menemukan ide di balik persetujuannya yang begitu tiba-tiba.Alex tak ingin gegabah, lantas pria Adarsa itu kembali bersuara. "Sepertinya kita bicarakan hal ini di perjalanan pulang."Respon Alex yang mulai cemas membuat Lia heran. "Namun aku benar-benar—""Tolong, kita bicarakan ini di mobil. Aku yang akan mengemudikannya agar hanya kita yang bisa mengetahui ini."Sepertinya Alex sedang bersungguh-sungguh, menyebabkan Lia akhirnya setuju dan mengikuti langkah Alex untuk keluar dari kediaman tuan Andreas yang masih dihadiri oleh kerabat maupun kolega."Alex, apa akan baik-baik saja kalau kita tidak berpamitan pada ayah?"Dengan yakin Alex mengangguk. "Ya, tenang saja. Aku akan menghubungi beliau jika kita sudah sampai."Gelagat Alex yang sangat risau ikut membuat Lia merasakan hal yang sama. Lia bergegas masuk ke dalam mobil begitu
Beberapa hari berselang, pemberitaan ramai dengan konfirmasi atas desas-desus pernikahan Alexander Adarsa dan Natalia Nawasena. Sebagai perantara, Agensi Star Music yang berada di bawah kendali Alex, membenarkan berita tersebut.Tentu banyak yang mengaitkan hal ini dengan kehadiran Lia sebagai penerjemah bahasa Prancis untuk Alex di salah satu pertemuan terpandang sekitar setahun lalu.Banyak yang mendukung kebenaran ini, tetapi banyak juga yang mengutarakan komentar negatif. Tetapi bagi Alex dan Lia, itu tidaklah penting.Mereka sudah menduga hal semacam itu akan terjadi, mengingat keduanya adalah orang-orang yang terkenal pada posisinya masing-masing. Yang tidak mereka duga adalah, pemberitaan ini akan menjadi topik yang paling populer dan hangat dibicarakan banyak orang.Kini Alex yang baru saja selesai bersiap dengan setelan dari hadiah pemberian Natalia begitu gagah dengan langkahnya yang menyusuri kediamannya.Alex melihat Lia yang tengah memainkan ponselnya di ruang tengah, lan
Waktu terus berjalan, begitu pula dengan waktu dan kehidupan seorang Natalia Nawasena yang tengah bersiap untuk keluar dari mobil yang membawanya. Lia tampak begitu cantik dan anggun, dengan balutan gaun berwarna merah selutut, dan riasan wajah dengan make up natural berlipstick merah merona. Lia begitu gugup, apa lagi saat mobil sudah berhenti tepat di tengah kerumunan wartawan dan jepretan kamera. Begitu pintu mobil di buka, semua fotografer dan wartawan menyorot sang model yang telah kembali. Lia dengan tenang menegapkan tubuhnya, melangkah dengan lembut, melambaikan tangan pada publik. "Natalia, apa benar anda akan kembali melanjutkan karir anda setelah menikah dengan CEO Agensi Star Music, Alexander?" Seru seorang wartawan. Lia mengangguk. "Aku akan melakukan kegiatanku sebaik mungkin." "Apa proyek pertama anda setelah vakum selama beberapa tahun adalah menjadi Brand Ambassador dari brand parfum keluaran suami anda?" "Ya, aku akan melakukan pemotretan mulai hari ini." "Nat
Pada pagi yang cerah, Alex mengerjapkan matanya dengan seksama, menemukan langit-langit kamarnya yang menyambut hari itu. Reflek Alex merenggangkan otot-otot tubuhnya, dan secara tidak sengaja menyentuh kulit lembut Lia yang juga masih terlelap di sampingnya. Merasakan sentuhan itu, Lia perlahan tersadar. "Ah, maaf sayang." Kata Alex yang lalu memeluk Lia perlahan. Sentuhannya masih saja sama, menghangatkan dan penuh kasih. Lia hanya tersenyum, kemudian berbalik demi membalas pelukan kasih sang suami. "Selamat pagi sayang." Katanya. "Selamat pagi juga untukmu." "Bagaimana hari ini? Apa kamu akan berangkat lebih awal lagi seperti kemarin?" Alex terdiam dan mempertimbangkan, kemudian menjawab. "Sepertinya tidak perlu, aku bahkan cuti sebanyak dua hari." Dahi Lia mengernyit. "Benarkah?" "Ya." Alex mengangguk. "Rasanya ingin menghabiskan waktu bersamamu dan Reksa setelah sekian lama tak memilikinya." Lia mendengkus. "Apa semuanya akan baik-baik saja jika kamu tetap cuti hari ini
"Kita sudah sampai tuan." Ucap seorang pengawal membuat Evan tersadar dari lamunannya di dalam kendaraan yang membawanya pulang. Evan terdiam sejenak, dan melihat ke arah depan mobil tersebut. Dilihatnya kediaman yang sudah beberapa bulan menjadi huniannya, juga menjadi heran ketika menemukan sebuah mobil tak dikenalnya terparkir di depan pintu masuk. "Mobil siapa itu?" Tanya Evan masih kebingungan. "Apa Rika membeli mobil baru? Karena sudah tidak mungkin dia menerima tamu di waktu malam seperti ini." Pengawal terdiam, sedikit ragu menjawab sang tuan dan membuat pria itu semakin menaruh curiga. Tanpa isyarat Evan segera keluar dari dalam mobil, melangkah terburu-buru ke dalam rumahnya dan Rika. Evan semakin terkejut ketika menemukan beberapa lembar pakaian yang berserakan di atas lantai. 'A-apa apaan ini?' Batin Evan mulai merasa marah di atas curiganya. 'Apa dia berselingkuh?!' Evan terus melangkah, menemukan pintu kamar pribadinya dan Rika yang sedikit terbuka. Terdengar suara
Satu tangan Erika Odeline terkepal, mendengar fakta bahwa Evan, pria yang dikenal sebagai suaminya sedang berada di dalam tahanan. "Apa yang membuatnya ditahan di dalam sana?" Tanya Rika pada salah satu pengawalnya. "Apa ini berkaitan dengan masalah perusahaan Adarsa dan Agensi Star Music?" Pengawal Rika mengangguk. "Ya nyonya, tuan Evan dituntut atas kasus percobaan penculikan, dan penyalah gunaan dokumen penting atas aset orang lain." "Apa? Orang lain?" Ulang Rika dengan nada bicaranya yang berapi-api. "Orang lain katamu?!" Kekesalan Rika menyebabkan pengawalnya menunduk. "Maaf nyonya." "Sial! Aku sudah memberi umpan agar Evan bisa mengklaim aset aset itu secara gamblang, tapi apa yang selama ini dia lakukan?!" Rika terdiam sejenak, lalu mendadak histeris menyerukan kekesalannya. Tentu, tak ada yang berubah dari wanita temperamental seperti Rika yang sangat mudah memelihara ego dan amarahnya. Bahkan setelah banyak hal dan hukuman yang Rika lalui, dia masih saja membena
Menyusul di penghujung hari, Alex yang cukup lelah pun tiba di kediamannya. Lelah membuat Alex lebih banyak diam, terus berjalan masuk dan menemukan kehadiran Lia di dalam kamar pribadi mereka. Ketika Pintu berderit, Lia menoleh, tersenyum menemukan kembalinya sang suami yang telah melalui hari yang panjang. Lia merentangkan tangannya, reflek disambut hangatnya dekapan. "Kamu telah menolongku hari ini." Desis Alex menggelitik telinga Lia. "Kamu adalah penyelamatku." Lia terkekeh dan mengeratkan pelukannya. "Akan kulakukan hal terbaik yang kubisa untukmu, sayang." Cukup lama Alex dan Lia saling bertukar dekapan, seolah tak berjumpa setelah sekian tahun. Sepertinya hanya ingin menyampaikan rindu melalui sentuhan, dan itu sudah lebih dari cukup. Selang beberapa detik, Lia melepas pelukannya. "Apa kamu sudah makan malam?" Alex tersentak, menyadari bahwa dia tak mengkonsumsi apa-apa sejak tadi siang. Melihat roman wajah Alex yang terkejut itu membuat Lia menyadari dan paham,
Evan hendak untuk menyerang Lia, tetapi matanya memincing tatkal menyadari sesuatu. Dalam sekejap Evan terbelalak, menemukan Lia sepertinya sedang merekam segala bentuk percakapan mereka sejak tadi. "Ka-kamu..." Suara Evan bergetar ketakutan, Lia pun mengeluarkan ponselnya dari balik saku gaun. Lia menghela nafas, "kamu menyadarinya." "Ka-kamu merekamku sejak tadi?" Lia menggeleng, kemudian memperlihatkan layar ponselnya. "Lebih dari itu, aku menyiarkan ini secara langsung di ruang pertemuan perusahaan suamiku, perusahaan Adarsa." Evan terperanjat begitu dalam, tubuhnya seperti kaku, tak mampu mengatakan apa apa. "Selamat, Evan. Kamu baru saja mengungkapkan kebohonganmu di depan banyak orang. Sepertinya kamu harus menjelaskan semuanya di depan petugas berwajib nanti." Lalu, secara bersamaan pula, pintu unit apartemen tampak terbuka secara paksa dari luar. Evan semakin terkejut, menyadari bahwa dia keliru. Sementara itu, Lia masih terlihat tenang. "Kamu memang wanita licik!" Ke
Sungguh tak ada yang dapat dibendung lagi ketika Lia mengetahui bahwa Evan sungguh berniat melakukan hal buruk terhadap dirinya dan keluarganya, lagi dan lagi. Untuk kesekian kalinya Lia harus berpura-pura bodoh, pura-pura tak tahu bahwa Evan saat ini sedang membuntutinya. Ketika Lia selesai dengan niatnya meyakinkan Alex melalui pesan singkat, Lia menghela nafas. Wanita itu lantas turun dari kendaraan yang membawanya. "Apa aku harus turun, nyonya?" Tanya pengawal yang juga sedang mengemudikan mobil tersebut. Lia menggeleng. "Tak perlu, kamu langsung pulang saja." Pengawal dibuat heran. "Tak bisa nyonya, setidaknya aku harus menunggu anda." Kedua kalinya Lia menggeleng. "Ini adalah perintah dariku." "Tapi nyonya—" "Percaya padaku." Pengawal masih saja ragu. "Aku tahu tugasmu adalah mengawalku, tetapi kali ini aku dan Alex sudah sepakat mengenai perubahan rencana untuk hari ini." Lia yang menolak membuat pengawal terpaksa melakukan perintahnya, apa lagi Lia mengakui bahwa in
Pihak internal Agensi Star Music tiba-tiba saja mengadakan pertemuan di luar jadwal hari ini. Tak lain dan tak bukan, ini merupakan kehendak sang penerus Adarsa, Alexander. Banyak hadirin yang mengeluhkan jadwal mendadak ini, tetapi pihak Alex sepertinya lebih mementingkan keberlangsungan rapat itu. Di antara banyaknya petinggi yang hadir, tampak tuan Erik, kakek dari Natalia, yang terdiam di sana. Sampai detik ini, beliau masih memegang posisi sebagai pemilik saham terbanyak di dalam perusahaan Adarsa. "Apa yang ada di dalam pikiran pak Alex hingga mengadak pertemuan yang begitu mendadak seperti ini?" Tuan Erik mendengar keluhan salah satu kenalannya di sana, tetapi tuan Erik tak menanggapi. "Sepertinya ini berhubungan dengan masalah saham dan aset kemarin." "Apa dia gagal melindungi aset-aset itu? Jika ya, dia harus mengganti semua kerugian." Nafas tuan Erik terhela berat. Mendengarnya seperti membuat beliau hendak menerkam siapa saja. Walau tuan Erik hanyalah kakek Lia, teta
Pernyataan ibu dari Evan tentu membuat Alex dan Lia terkesiap. Pasalnya, Evan dan banyak saksi mengaku bahwa Evan merupakan anak dari tuan Andreas, ayah Alex sendiri. Suasana di dalam bilik perawatan itu hening sejenak, ibu Evan dibuat kikuk. Galih Anggara, sosok terpercaya tuan Andreas yang diketahui Alex sebagai orang dalam yang membantu rencana Evan. 'Tak pernah kusangka jika asisten itu memiliki kelicikan yang seperti ini!' Ucap Alex dalam benaknya yang dilanjutnya dengan helaan nafas. Melihat hal itu Lia mengusap lengan Alex, membuat sang suami membuyarkan lamunannya. Alex mengangguk yakin, dan hendak mengatakan sesuatu. "Jadi—" Belum sempat Alex menyentuh kata kedua, seseorang muncul dengan tergopoh-gopoh serta nafas yang tersengal. "Apa yang kamu lakukan di sini?!" Seru Evan menyiratkan rasa panik di wajahnya. Hal tersebut membuat Alex mendengkus. "Jadi kamu memang bermain busuk, Evan. Tak kusangka kamu begitu haus akan kekuasaan dan berbohong seperti ini." "Aku akan m
Tidak dipungkiri bahwa Evan semakin tertekan menghadapi banyaknya masalah yang semakin rumit. Di satu sisi, ini semua memang kesepakatan yang telah disetujui oleh Evan sendiri. Dalam sehari, helaan nafas beratnya hampir tak terhitung. Evan sungguh merencanakan segalanya sendiri, bahkan Rika semakin tak peduli. 'Wanita itu hanya haus akan tubuhku yang dia anggap sebagai pemuas hawa nafsunya.' Gumam Evan di dalam ruang pribadinya. Pria itu hanya bisa berusaha dan berusaha, memuaskan Rika sekaligus keluarganya untuk merampas aset di bawah naungan perusahaan keluarga Adarsa. Tok tok! "Masuk." Sahut Evan gontai ketika mendengar pintu ruangannya diketuk. Evan menegapkan tubuhnya dan bangkit, menemukan siapa orang yang baru saja datang. "Paman." Katanya. Pria paruh baya yang tak lain adalah paman Evan, sekaligus asisten tuan Andreas atau ayah dari Alexander Adarsa itu, muncul dengah wajah tenang. "Bagaimana dengan rencanamu?" Untuk ke sekian kalinya, Evan menghela nafas berat. "Seb