Mungkin menjadi istri dari orang terpandang memang tak mudah meski itu sekadar menyepakati kontrak. Saat Lia hanya menganggap masalahnya adalah sifat Alex, semuanya berjalan begitu saja.Tapi kini, saat Alex sudah sangat menghargainya, masalah datang dari mana saja. Dan semakin hari, Lia semakin merasakan tekanan dari orang yang bahkan tak begitu dikenalnya, bahkan orang yang dikenalnya.Walau demikian, Lia berusaha untuk melalui semuanya, bertekad untuk bertahan demi membesarkan putrinya, yang kini menyandang nama Alesia Adarsa.Selagi bibi Anna beristirahat, Lia bermain dengan Alesia di ruang tengah kediaman Alex. Meski Alesia belum bisa duduk, tetapi Lia sangat senang dengan perkembangannya.Dalam hati Lia bergumam, 'akan kuberi nama apa untuk Alesia setelah pernikahanku dengan Alex berakhir?'Tentu itu adalah sebuah pertimbangan, mengingat Alesia adalah nama yang dipadukan dari nama Alex dan Lia, nama pemberian Alex sendiri. Lia kembali mengingat masa di mana dia dan Alex menentuk
Pagi ini, Lia kembali menemani Alex untuk bekerja. Bukan keinginan Lia sebenarnya, tetapi Alex sendiri yang menawarkan kesempatan ini dengan dalih agar Alex memiliki teman di kala senggangnya.Jalanan kota tampak diguyur hujan, walau begitu Lia tampak senang karena dia bisa merasakan kegiatan lain selain berdiam diri dan menambah pemikiran yang tidak-tidak di rumah.Meski ini sudah kedua kalinya Lia mendampingi Alex untuk bekerja, namun wanita itu masih bertahan dengan masker penutup wajahnya. Cukup aneh bagi seorang istri calon CEO menggunakan masker di dalam kantor, tetapi Lia hanya ingin meminimalisir terbongkarnya identitasnya sendiri.Sebelum memasuki area agensi, Alex melirik Lia dan melontarkan tanya. "Apa kamu tidak jenuh menggunakan masker itu?"Lia memang menutup setengah wajahnya, tapi Alex bisa tahu kalau Lia tersenyum melalui matanya yang nyaris melengkung sempurna. "Tidak, aku nyaman menggunakannya.""Aku bahkan telah menetapkan aturan khusus agar kamu bisa bebas disana.
Kehadiran Resham yang sudah terkenal sebagai pengawal Alex yang paling terpecaya itu mengundang kebimbangan Cecil dan Bob, apalagi Resham memanggil Lia dengan sebutan nyonya."Apa nyonya memiliki kepentingan pada divisi ini?" Sambung Resham yang membuat Cecil serta Bob menatap satu sama lain.Lia berdehem, kemudian menjawab Resham. "Kedua orang ini memaksaku bekerja, dan mereka menudingku sebagai salah satu karyawan, serta orang asing yang masuk ke dalam gedung ini."Kedua mata Resham terbelalak, tidak menyadari dengan nada suaranya yang meninggi kepada Cecil dan Bob. "Apa kalian tidak memastikan terlebih dulu?!"Cecil menunduk. "Ma-maaf, kami hanya mengira—""Kalian sangat gegabah dan bodoh, kalau saja tuan Alexander Adarsa tahu bahwa kalian berbuat fatal pada istrinya, maka kalian bisa saja dipecat hari ini.""I-istri?" Kata Cecil dan Bob nyaris tak percaya bahwa mereka baru saja membuat masalah dengan istri dari atasan mereka. Reflek Cecil berlutut, disusul Bob yang melakukan hal s
Waktu makan siang untuk hari ini sudah berakhir sejak sejam yang lalu, dan Alex baru saja membuka kedua matanya karena begitu nyaman untuk tidur di atas sofa yang notabenenya hanya sekadar sofa di ruang kerjanya.Baru kali ini pula Alex terlelap di kantor, dan bahkan—itu kali pertamanya tidur siang selama beberapa tahun terakhir. Alex pun menegapkan tubuhnya setelah tadi bersandar. "Ah, nikmat sekali rasanya."Ketika Alex menoleh pada tempatnya bersandar tadi, dia lantas terkejut saat menemukan Lia yang ternyata menjadi tempatnya menopang kepala. "Ma-maafkan aku, Lia. Kamu pasti sangat lelah karena aku bersandar.""Tidak apa-apa, kamu pun sangat lelah sepertinya. Pasti ini kali pertamamu setelah sekian lama tidak tidur siang, bukan?" Ujar Lia santai agar Alex tidak terus-terusan merasa bersalah."Ya, aku hanya bisa tidur siang kalau tubuhku sangat membutuhkan itu. Dan mungkin, sudah dua tahun aku tak tidur siang."Kedua mata Lia membulat sempurna. "Wah, kamu bekerja lebih keras dari y
Di masa kini, tepatnya saat di mana Lia sedang menikmati pemadangan malam di balkon kediaman Alex, wanita itu terus terpaku pada kelap-kelip cahaya yang menyinari kota.Tak pernah terbersit di benak Lia, kalau dirinya akan kembali menikmati masa-masa ini usai berjuang bertahan hidup dengan kondisinya yang tak mudah. Lia melirik arlojinya, menandakan sebentar lagi pergantian tanggal.'Sebentar lagi, aku akan bertambah usia.' Batin Lia dalam kesendiriannya. 'Tak ada yang berbeda, karena aku selalu merayakan ulang tahunku sendirian.'Bila seperti ini, Lia teringat akan masa-masanya menjadi seorang super model. Kala itu, agensi yang menaungi Lia memberikan ulang tahun palsu, agar Lia bisa berlenggang dengan umur yang dikira sudah matang.Ya, Lia menjadi model di usia yang cukup muda, mengingat dia tak sempat menyelesaikan kuliahnya karena tawaran untuk menjadi model sangat penting baginya. Selain memulai karir, Lia pun dapat menghasilkan uang banyak untuk dirinya.Walau begitu, Lia meraya
Alexander Adarsa di masa mudanya merupakan pemuda dengan sebuatan sebagai Casanova sekolah, bahkan sebutan itu berlanjut di masa kuliah. Namun sebelum masuk ke dunia perkuliahan, Alex memiliki kekasih sebagai penutup masa sekolahnya.Dia adalah Erika Odeline, atau Rika, perempuan yang memiliki kasta yang setara dengan Alex. Karena Alex merasa Rika sama seperti perempuan lain yang mengandalkan wajah dan hartanya, Alex mudah bosan pada Rika.Walau tahu Alex sudah bosan dengannya, tetapi Rika tetap bersikukuh mempertahankan rasa cintanya pada Alex. Hingga rasa cinta itu berubah menjadi obsesi.Ketika Alex memasuki kampus yang berbeda dengan Rika, Alex lega dan berjanji pada dirinya untuk tidak mencari cinta pada seorang wanita lagi. Sayang, Alex tak dapat membendungnya saat bertemu dengan Lia.Saat itu Alex mengunjungi sebuah restoran cepat saji bersama kawan-kawannya, dan Lia adalah si kasir yang bertugas melayani pengunjung. Alex terkesima dengan kecantikan Natalia, serta keramahan wan
Pada makan malam kali ini, Alex menemukan Lia yang murung dan seperti diterpa gelisah. Sesekali wanita itu tak sengaja menjatuhkan sendoknya di atas piring, bak orang yang sedang dihantui sesuatu.Mengingat masih ada beberapa asisten yang berada di sekitar mereka, Alex membiarkan Lia selesai terlebih dulu dengan makanannya. Barulah setelah itu, Alex mengatakan sesuatu. "Lia."Yang terpanggil mendongak, menatap Alex sedikit terkejut yang membuat Alex semakin yakin bahwa Lia tampaknya sedang memikirkan hal penting."Mari kita membicarakan sesuatu di dalam kamarku."Awalnya Lia gugup bercampur ragu, namun Lia akhirnya mengangguk. "Baiklah."Mereka akhirnya beranjak menuju dari ruang makan menuju kamar pribadi Alex. Sebelum masuk ke dalam kamarnya, Alex seolah menemukan keganjalan. Alex berhenti di depan Haris, salah satu pengawalnya yang lain."Ke mana Resham?" Tanya Alex pada Haris."Hari ini pak Resham sedang ada keperluan penting dengan keluarganya, tuan.""Ah, ya. Aku lupa tentang it
Setelah penemuan beberapa alat sadap di rumahnya, Alex memperketat penjagaan bahkan meminta semua pihak berwajib untuk menyusuri perkara ini. Sayang, tak ada jejak seperti sidik jari pada semua alat penyadap.Dalam benaknya, mau tidak mau, Alex mencurigai para asisten rumah tangga dan para pengawal. Terlebih merekalah yang memiliki akses untuk memasuki kediaman Alex.Pagi ini, begitu Alex telah bersiap untuk menuju kantor agensi, dia menghampiri bibi Anna yang berada di ruang tengah bersama Alesia. "Bi, sudah siap?"Bibi mengangguk. "Ya, Alex. Apa kamu sudah memberi kabar pada tuan Andreas?""Tentu, bi. Bahkan ayahku sendiri yang meminta untuk Alesia di datangkan ke rumahnya, sedangkan Lia akan ikut ke kantorku."Lia pun muncul, lantas berdiri di sebelah Alex pertanda telah siap."Rumah ini akan kembali menjalani pemeriksaan, asisten serta pengawal pun juga akan diperiksa lebih lanjut." Jelas Alex. "Maka dari itu, kita tak perlu khawatir."Ekspresi bibi tampak setuju dengan keputusan
Di tengah kilau cahaya malam yang membentang, tampak Evan dan Rika yang tengah bercumbu dengan begitu liarnya di dalam kendaraan pribadi mereka. Rika tampak lebih mendominan, menguasai permainan dengan lihai sekaligus menyalurkan hasratnya yang semakin membara. Di tengah-tengah permainan keduanya, tiba-tiba saja Evan sedikit mendorong tubuh Rika agar dapat melepas cumbuannya. Awalnya Rika terperanjat dengan nafasnya yang memburu, menatap Evan dilema dan penuh nafsu. Tetapi tak berselang lama, Rika bersua. "Ada apa kali ini?" Evan gelisah. "Aku hanya tak nyaman melakukannya di dalam mobil." "Kamu hanya belum terbiasa." "Ya, dan aku tak suka ini." Rika menatap Evan kesal dan skeptis. "Mengapa akhir-akhir ini kamu begitu menyebalkan dan manja? Kamu seperti wanita yang lemah." "Erika Odeline, hari ini aku cukup lelah, tidak... Aku lebih lelah hari ini." Dahi Rika mengernyit. "Oke, apa yang membuatmu sangat lelah hari ini?" "Pihak Alex mulai mencurigai rencana yang sedang kujalan
Ketika pagi menyambut seorang Natalia Nawasena, tubuh wanita itu dibuat meringkuk sebentar di dalam selimutnya yang tebal. Lia menetralisir suhu ruangan agar bisa beradaptasi, mengingat di luar sana sedang hujan deras. Lalu tak sengaja, tangan Lia menyentuh sisi ranjang yang kosong di sampingnya. Sontak dahi Lia mengernyit, menemukan Alex yang beranjak tanpa kata seperti biasa. "Alex?" Panggil Lia dengan suara yang memenuhi kamar, berniat memanggil Alex yang mungkin saja ada di dalam kamar kecil. "Alexander Adarsa." Nihil, tak ada jawaban sama sekali. Lia heran, kemudian bangkit menggunakan handuk kimononya. "Alex—" Lia terhenti begitu membuka pintu kamar kecil, dan menemukan isinya tak berpenghuni. Lantas Lia beranjak keluar dari kamar pribadinya bersama Alex, mencari-cari kehadiran pria itu ke setiap sudut penthouse atau kediaman tersebut. "Hani." Panggil Lia ketika melihat si kepala asisten rumah tangga tengah berbenah di atas meja makan. "Ya nyonya, apa ada yang bisa kuban
Apa yang terjadi hari esok adalah misteri yang tak akan terpecahkan oleh siapapun. Baik itu Alexander Adarsa seorang, yang kini hanya mampu terdiam menatapi hamparan pemandangan kota malam. "Tuan." Wajah Alex menoleh, menemukan kehadiran Resham yang muncul dengan sebuah Pad yang berada pada genggamannnya. "Bagaimana?" Tanya Alex memastikan. Sebelum menjawab, Resham menyerahkan Pad di tangannya pada Alex terlebih dulu. "Kami hanya bisa menemukan informasi mengenai ibu dari Evan, selebihnya kami belum menemukan petunjuk yang bisa kami hubungkan dengan tuan Andreas, ayah anda." Alex menjadi bimbang. Jika memang Evan adalah anak dari ayahnya, tuan Andreas, mengapa status di antara mereka masih abu-abu bagi Alex? 'Mungkin, Evan memang hanya mengincar aset dari perusahaan?' Batin Alex berusaha menerka. Bagaimana pun juga, belum ada titik temu yang bisa dijumpai Alex. Bahkan Alex harus lebih menjaga banyaknya saham di dalam perusahaan keluarga Adarsa. Hari yang melelahkan tak akan m
Rapat pertemuan yang begitu tiba-tiba sengaja diadakan oleh Alexander Adarsa hari ini. Mulai dari petinggi hingga para pemegang saham terpenting ikut hadir, tak terkecuali tuan Erik, kakek dari Natalia Nawasena. "Jadi, bagaimana bisa ada orang yang secara mendadak ingin mengklaim aset dari perusahaan ini bahkan memiliki akses tanpa sepengetahuan anda, tuan Alexander?" Pertanyaan dari salah satu petinggi membuat Alex terdiam sejenak. 'Sudah kuduga akan ada yang menanyakan hal ini. Sepertinya, ada orang dalam yang ikut membantu kelicikan Evan dan Rika.' Batin Alex. Tak lama berselang, seorang pemegang saham kemudian ikut melontarkan tanya. "Apa kondisi tuan Andreas akan berdampak pada keamanan saham perusahaan ini? Bagaimana dengan aset yang ingin diklaim itu adalah aset hasil investasi kami?" Alex menghela nafas tenang, kemudian buka suara. "Baik, para tamu terhormat. Saya sangat memahami akan kekhawatiran dan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan." Lalu Alex mengambil jeda sejen
"Pelan-pelan sayang, ah..." "Tahan sedikit sayang, aku, akan, ah!" "Ah!" Sahutan panas itu usai, membiarkan peluh keringat di antara keduanya mengalir deras, melawan dinginnya suhu ruangan di kamar pribadi mereka. Mereka ialah Alex dan Lia, tentunya, yang melakukan 'permainan' mereka di waktu yang jarang digunakan. Setelah mengeluarkan puncak masing-masing, Alex dan Lia terbaring di atas ranjang. "Kukira semalam kamu tak bisa sehebat ini." Bisik Lia merehatkan tubuhnya yang menjadi lumayan lelah. "Selelah apa pun aku, melihat dirimu yang selalu indah dan hebat ini tak akan bisa kubiarkan berlalu begitu saja, sayang." Balas Alex dengan baritonnya. Keduanya terdiam sejenak, membiarkan raga dan jiwa masing-masing mengisi energi di pagi hari. Ya, begitu Lia melirik jam di atas nakas, netranya menemukan bahwa kini sudah pukul setengah enam pagi. "Alex." "Ya, sayang." "Apa kamu bisa berangkat kerja setelah..." Mendengar Lia mengambil jeda, Alex dibuat heran. Namun setelah mencern
Apa yang dihadapi Alex di gedung perkantoran, semaksimal mungkin enggan ditampakkan olehnya di depan keluarga kecilnya yang selalu Alex banggakan. Banyak masalah yang berkecamuk, tetapi sebisa mungkin Alex meletakkan itu sebelum memasuki kediamannya. Saat membuka pintu rumah, akan ada sambutan hangat yang menyertai. "Selamat datang ayah." Ujar Lia yang menggendong Reksa, anak semata wayang mereka, di depan pintu masuk. Lelah dan tekanan seolah lari beterbangan di dalam kepala Alexander Adarsa, membuatnya semakin mengobarkan tekat untuk menjaga apa yang masih ada bersamanya. Kali ini Alex sekadar mengukir senyum manis, karena hanya itu satu-satunya hal yang mampu Alex lakukan. Di samping itu, Lia sangat mengerti dengan keadaan yang sedang dihadapi oleh sang suami. Alex dan Lia berjalan beriringan menuju kamar yang dulunya hanya dimiliki oleh Alex, kini tentunya sudah resmi menjadi kamar pribadi mereka. "Begitu melelahkan bukan?" Tanya Lia di sela-sela langkah mereka yang gontai.
Ketegangan yang terjadi di antara Alex dan Evan menimbulkan titik kegaduhan di antara tatapan keduanya. Alex berupaya menahan nafasnya yang tersengal, lalu memberi isyarat pada Resham. "Tunggu perintahku di luar ruangan." Kata Alex. Resham menunduk. "Baik tuan." Seperginya Resham, Alex dan Evan kembali saling menatap. "Apa yang kamu inginkan?" Tanya Alex skeptis pada Evan. Usai mendengar Alex, Evan tertawa remeh. "Apa kamu sedang berpura-pura bodoh atau kamu memang sengaja tak ingin mengetahuinya?" Tubuh Alex menegap, nafasnya terhela tenang. "Aku ingin penjelasan darimu sebagai seseorang yang jujur dan bertanggung jawab. Selama ini, kamu sekadar menyampaikan semuanya pada orang lain atau melalui perantara." "Oh, jadi maksudmu, aku bukan orang yang baik." 'Tentu saja.' Kata Alex dalam hatinya karena sudah tak mungkin dia melontarkan kata yang akan membuat situasi ini memanas. "Kamu sudah tahu bukan bahwa kita memiliki ikatan darah?" Tanya Evan penuh penekanan. "Lalu?" Mende
Siapa pun yang berada di dalam posisi Alexander Adarsa akan terus merasakan dilema yang berkepanjangan. Alex sendiri bahkan kerap merasa kewalahan, apa lagi sudah seminggu sejak tuan Andreas Adarsa, ayahnya, terbaring koma. Hari ini, dengan berat hati Alex harus kembali bekerja, menjalankan rutinitasnya, sekaligus tugas tambahan yakni menggantikan sementara posisi tuan Andreas. "Kamu harus yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja, Alex." Kata Lia merapikan dasi suaminya yang beroman wajah suram pagi ini. "Aku yang akan menjaga ayah hari ini, jadi kamu tenang saja." "Bagaimana dengan Reksa?" Tanya Alex dengan baritonnya. "Aku sudah meminta Resham mencarikan pengasuh tambahan kemarin. Bukannya kamu bersamaku saat meneleponnya?" Alex terdiam, berusaha mengingat kembali ucapan itu. "Ah, kamu benar. Maaf, aku lupa akan hal itu." "Tak apa, aku paham kamu sedang banyak pikiran." Helaan nafas Alex terdengar cukup berat. "Aku tak dapat membayangkan jika kamu tak ada di sisiku, aku akan
Manik mata Lia dan Alex hanya mampu terpaku pada tuan Andreas yang kini tengah terbaring di atas ranjang rumah sakit. Tuan Andreas pun diberi alat bantuan pernafasan, dan sejak tadi belum sadar dari kondisinya. Lia menutup mulutnya dengan satu tangan, membuat Alex dengan cepat meraih tubuh sang istri untuk didekapnya dengan erat. "Alex... Bagaimana bisa ayah seperti ini?" Ujar Lia pelan masih tak percaya dengan kondisi sang mertua yang mendadak drop dalam semalam. Mendengar tanya yang terlontar dari mulut istrinya, Alex dengan tenang, guna menutupi keterpurukannya, menjawab Lia. "Entahlah, bahkan dua hari lalu beliau masih terlihat baik-baik saja." Keduanya kembali terdiam, dan kini hanya mampu tenggelam dalam duka. Keduanya masih bingung, mengingat tuan Andreas sungguh tak pernah terlihat kesakitan. Dalam benaknya, Alex membatin. 'Ayah, apa kamu telah mengalami satu hal hingga menyebabkan kondisimu drop seperti ini?' Begitu menghabiskan waktu sejam, akhirnya asisten tuan Andrea