Hari ini, episode 'Tuan Alex, Nyonya Natalia Menghilang!' akan dipublikasikan sebanyak 3 bagian. Jangan sampai ketinggalan!
Dalam kesunyian siang hari yang membuat Alex resah, Lia tak kunjung sadar dari tidurnya. Alex menunduk gelisah, mendesahkan nafas berat dan kesal karena penderitaan Lia belum menemukan titik ujungnya.Tangan Alex yang menggenggam jemari Lia perlahan terlepas, kemudian bangkit untuk meninggalkan ruangan tersebut. Saat menutup pintu kamar Lia, Alex bertemu dengan bibi Anna."Alex, kamu tidak tidur? Ini sudah siang, dan kamu sudah tidak tidur sejak kemarin." Ucap bibi.Wajah Alex yang begitu murung dan pucat tak merespon, romannya yang begitu kelelahan mampu menjawab bibi. Tentu, Alex tidak bisa tidur semudah itu.Secara bersamaan, muncul Haris yang masih menggantikan Resham. Haris berhenti di hadapan Alex dan menunduk sejenak. "Tuan, kami sudah mengungkap siapa yang menjadi dalang dari penjahat yang melukai nyonya."Alex dan bibi menjadi terfokus dengan rautnya yang begitu serius."Orang itu bernama Jacob Sagara, dan memiliki beberapa suruhan untuk melancarkan aksinya." Tambah Haris."B
Hari demi hari berlalu, dan Lia berusaha sebaik mungkin untuk bangkit dari kondisinya yang sangat terpuruk. Baik Alex mau pun bibi Anna melihat wajah Lia berusaha tersenyum, namun mereka pun tahu Lia hanya menyembunyikan kelemahannya.Karenanya, Alex semakin tegas untuk memberi penjagaan dan ikut mendampingi Lia yang kembali mampu untuk berbicara. Walau sudah bersuara, Lia masih membutuhkan penanganan untuk mengobati traumanya yang berkecamuk karena kasus penculikan beberapa waktu lalu.Petang kali ini, Alex yang baru saja kembali dari pekerjaannya di kantor memasuki kediamannya seraya melonggarkan dasi di lehernya. Alex yang melewati kamar Lia menjadi berhenti, ketika mendengar suara televisi yang sedang ditonton wanita itu.Perlahan Alex mendekat, mengintip dari balik celah pintu kamar Lia yang terbuka."Aktor papan atas, Jacob Sagara, diketahui vakum secara mendadak usai tersebar kabar jika dirinya terlibat dalam tindakan kriminal. Sampai saat ini, pihak agensi tidak memberi konfir
Sejak mengobrol pada malam itu, Alex dan Lia seperti memberi ruang untuk saling memahami. Bagi Lia, meski mereka hanya sebatas pasangan palsu, namun penting untuk meluruskan hal yang mengganggu.Contohnya seperti kesalahpahaman yang pernah terjadi, baik itu di masa sekarang maupun masa kini. Setidaknya, Lia akan lebih mengerti akan sikap Alex.Namun bagi Alex sendiri, masih ada yang tidak dipahami dari dirinya sendiri. Melihat Lia sama seperti melihat seseorang yang sangat dia rindukan. Seseorang yang dipanggilnya dengan sebutan ibu.Walau sudah kenal sejak lama, tapi baru saat ini Alex menyadari jika Lia memiliki kesamaan dengan sifat ibunya. Yakni, berusaha tegar atau mungkin sudah begitu mati rasa akan kehidupannya.Alex masih mengingat dengan jelas, bagaimana mendiang ibunya berusaha menutupi semua masalah yang dipendamnya meski kala itu Alex masih sangat kecil. Hingga secara tiba-tiba, sang ibu harus pergi untuk selamanya karena merasa akan lebih baik untuk menyimpan permasalahan
Saat Alex sedang bersiap menuju kantor pagi ini, dirinya dikejutkan dengan Lia yang munucul dengan pakaiannya yang rapi dan tidak sesantai biasanya.Dahi Alex mengernyit, lalu melontarkan tanya pada Lia. "Apa kamu akan pergi ke suatu tempat?"Lia menarik nafas cukup dalam, lalu menjawab Alex dengan pertanyaan pula. "Apa aku boleh ikut denganmu ke kantor?"Tentunya Alex dibuat terkejut dengan keinginan Lia yang tidak biasa dan begitu tiba-tiba. Pergerakan Alex yang sedang merapikan kerah kemejanya menjadi melambat, namun Alex pun enggan membuang waktu."Apa telah terjadi sesuatu?" Tanya Alex lagi."Tidak, aku hanya ingin mengunjungi gedung perkantoran dan menghabiskan waktu di sana. Apa—kamu tidak mengizinkanku?"Alex terkekeh ringan. "Tidak seperti itu, Lia. Aku khawatir jika kamu akan bosan di sana. Namun kalau kamu memang mau ikut, aku setuju.""Ya, tentu. Aku sudah mempersiapkan masker penutup wajah ini." Ujar Lia dengan menunjukkan barang yang dibawanya. "Kalau perlu, kita tak per
Tak pernah Erika Odeline sangka bahwa kedatangannya untuk berkunjung di Agensi Star Music demi melihat Alex akan disuguhkan dengan pemandangan seperti saat ini. Baik Alex atau Lia pun masih terdiam, dengan kedua tangan Lia yang masih menyentuh dahi Alex akibat luka tadi. Akibat mematung sesaat karena kehadiran Rika, dengan terburu-buru Lia melepas tangannya dari Alex dan mundur beberapa langkah.Terdengar deheman kikuk dari Lia, menyebabkan Alex bingung dengan tingkah. Lia hendak meraih tas bermaksud untuk pergi, tetapi Alex sontak mencegat tangannya."Kamu mau ke mana?""A-aku—" Lia terdengar gugup. "Aku akan pulang."Tentu Alex tidak mengizinkan Lia kembali ke rumahnya dengan semudah itu. Alex lalu menggeser Lia agar berdiri di belakangnya. "Kamu boleh pulang jika bersamaku."Sebenarnya Rika seperti tak asing dengan Lia, namun Rika masih belum mengingat dengan jelas siapa sosok wanita yang sedang bersama Alex di hadapannya. "Maaf jika aku mengganggu kalian."Dengan tegas Alex berka
Mungkin menjadi istri dari orang terpandang memang tak mudah meski itu sekadar menyepakati kontrak. Saat Lia hanya menganggap masalahnya adalah sifat Alex, semuanya berjalan begitu saja.Tapi kini, saat Alex sudah sangat menghargainya, masalah datang dari mana saja. Dan semakin hari, Lia semakin merasakan tekanan dari orang yang bahkan tak begitu dikenalnya, bahkan orang yang dikenalnya.Walau demikian, Lia berusaha untuk melalui semuanya, bertekad untuk bertahan demi membesarkan putrinya, yang kini menyandang nama Alesia Adarsa.Selagi bibi Anna beristirahat, Lia bermain dengan Alesia di ruang tengah kediaman Alex. Meski Alesia belum bisa duduk, tetapi Lia sangat senang dengan perkembangannya.Dalam hati Lia bergumam, 'akan kuberi nama apa untuk Alesia setelah pernikahanku dengan Alex berakhir?'Tentu itu adalah sebuah pertimbangan, mengingat Alesia adalah nama yang dipadukan dari nama Alex dan Lia, nama pemberian Alex sendiri. Lia kembali mengingat masa di mana dia dan Alex menentuk
Pagi ini, Lia kembali menemani Alex untuk bekerja. Bukan keinginan Lia sebenarnya, tetapi Alex sendiri yang menawarkan kesempatan ini dengan dalih agar Alex memiliki teman di kala senggangnya.Jalanan kota tampak diguyur hujan, walau begitu Lia tampak senang karena dia bisa merasakan kegiatan lain selain berdiam diri dan menambah pemikiran yang tidak-tidak di rumah.Meski ini sudah kedua kalinya Lia mendampingi Alex untuk bekerja, namun wanita itu masih bertahan dengan masker penutup wajahnya. Cukup aneh bagi seorang istri calon CEO menggunakan masker di dalam kantor, tetapi Lia hanya ingin meminimalisir terbongkarnya identitasnya sendiri.Sebelum memasuki area agensi, Alex melirik Lia dan melontarkan tanya. "Apa kamu tidak jenuh menggunakan masker itu?"Lia memang menutup setengah wajahnya, tapi Alex bisa tahu kalau Lia tersenyum melalui matanya yang nyaris melengkung sempurna. "Tidak, aku nyaman menggunakannya.""Aku bahkan telah menetapkan aturan khusus agar kamu bisa bebas disana.
Kehadiran Resham yang sudah terkenal sebagai pengawal Alex yang paling terpecaya itu mengundang kebimbangan Cecil dan Bob, apalagi Resham memanggil Lia dengan sebutan nyonya."Apa nyonya memiliki kepentingan pada divisi ini?" Sambung Resham yang membuat Cecil serta Bob menatap satu sama lain.Lia berdehem, kemudian menjawab Resham. "Kedua orang ini memaksaku bekerja, dan mereka menudingku sebagai salah satu karyawan, serta orang asing yang masuk ke dalam gedung ini."Kedua mata Resham terbelalak, tidak menyadari dengan nada suaranya yang meninggi kepada Cecil dan Bob. "Apa kalian tidak memastikan terlebih dulu?!"Cecil menunduk. "Ma-maaf, kami hanya mengira—""Kalian sangat gegabah dan bodoh, kalau saja tuan Alexander Adarsa tahu bahwa kalian berbuat fatal pada istrinya, maka kalian bisa saja dipecat hari ini.""I-istri?" Kata Cecil dan Bob nyaris tak percaya bahwa mereka baru saja membuat masalah dengan istri dari atasan mereka. Reflek Cecil berlutut, disusul Bob yang melakukan hal s
Di tengah kilau cahaya malam yang membentang, tampak Evan dan Rika yang tengah bercumbu dengan begitu liarnya di dalam kendaraan pribadi mereka. Rika tampak lebih mendominan, menguasai permainan dengan lihai sekaligus menyalurkan hasratnya yang semakin membara. Di tengah-tengah permainan keduanya, tiba-tiba saja Evan sedikit mendorong tubuh Rika agar dapat melepas cumbuannya. Awalnya Rika terperanjat dengan nafasnya yang memburu, menatap Evan dilema dan penuh nafsu. Tetapi tak berselang lama, Rika bersua. "Ada apa kali ini?" Evan gelisah. "Aku hanya tak nyaman melakukannya di dalam mobil." "Kamu hanya belum terbiasa." "Ya, dan aku tak suka ini." Rika menatap Evan kesal dan skeptis. "Mengapa akhir-akhir ini kamu begitu menyebalkan dan manja? Kamu seperti wanita yang lemah." "Erika Odeline, hari ini aku cukup lelah, tidak... Aku lebih lelah hari ini." Dahi Rika mengernyit. "Oke, apa yang membuatmu sangat lelah hari ini?" "Pihak Alex mulai mencurigai rencana yang sedang kujalan
Ketika pagi menyambut seorang Natalia Nawasena, tubuh wanita itu dibuat meringkuk sebentar di dalam selimutnya yang tebal. Lia menetralisir suhu ruangan agar bisa beradaptasi, mengingat di luar sana sedang hujan deras. Lalu tak sengaja, tangan Lia menyentuh sisi ranjang yang kosong di sampingnya. Sontak dahi Lia mengernyit, menemukan Alex yang beranjak tanpa kata seperti biasa. "Alex?" Panggil Lia dengan suara yang memenuhi kamar, berniat memanggil Alex yang mungkin saja ada di dalam kamar kecil. "Alexander Adarsa." Nihil, tak ada jawaban sama sekali. Lia heran, kemudian bangkit menggunakan handuk kimononya. "Alex—" Lia terhenti begitu membuka pintu kamar kecil, dan menemukan isinya tak berpenghuni. Lantas Lia beranjak keluar dari kamar pribadinya bersama Alex, mencari-cari kehadiran pria itu ke setiap sudut penthouse atau kediaman tersebut. "Hani." Panggil Lia ketika melihat si kepala asisten rumah tangga tengah berbenah di atas meja makan. "Ya nyonya, apa ada yang bisa kuban
Apa yang terjadi hari esok adalah misteri yang tak akan terpecahkan oleh siapapun. Baik itu Alexander Adarsa seorang, yang kini hanya mampu terdiam menatapi hamparan pemandangan kota malam. "Tuan." Wajah Alex menoleh, menemukan kehadiran Resham yang muncul dengan sebuah Pad yang berada pada genggamannnya. "Bagaimana?" Tanya Alex memastikan. Sebelum menjawab, Resham menyerahkan Pad di tangannya pada Alex terlebih dulu. "Kami hanya bisa menemukan informasi mengenai ibu dari Evan, selebihnya kami belum menemukan petunjuk yang bisa kami hubungkan dengan tuan Andreas, ayah anda." Alex menjadi bimbang. Jika memang Evan adalah anak dari ayahnya, tuan Andreas, mengapa status di antara mereka masih abu-abu bagi Alex? 'Mungkin, Evan memang hanya mengincar aset dari perusahaan?' Batin Alex berusaha menerka. Bagaimana pun juga, belum ada titik temu yang bisa dijumpai Alex. Bahkan Alex harus lebih menjaga banyaknya saham di dalam perusahaan keluarga Adarsa. Hari yang melelahkan tak akan m
Rapat pertemuan yang begitu tiba-tiba sengaja diadakan oleh Alexander Adarsa hari ini. Mulai dari petinggi hingga para pemegang saham terpenting ikut hadir, tak terkecuali tuan Erik, kakek dari Natalia Nawasena. "Jadi, bagaimana bisa ada orang yang secara mendadak ingin mengklaim aset dari perusahaan ini bahkan memiliki akses tanpa sepengetahuan anda, tuan Alexander?" Pertanyaan dari salah satu petinggi membuat Alex terdiam sejenak. 'Sudah kuduga akan ada yang menanyakan hal ini. Sepertinya, ada orang dalam yang ikut membantu kelicikan Evan dan Rika.' Batin Alex. Tak lama berselang, seorang pemegang saham kemudian ikut melontarkan tanya. "Apa kondisi tuan Andreas akan berdampak pada keamanan saham perusahaan ini? Bagaimana dengan aset yang ingin diklaim itu adalah aset hasil investasi kami?" Alex menghela nafas tenang, kemudian buka suara. "Baik, para tamu terhormat. Saya sangat memahami akan kekhawatiran dan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan." Lalu Alex mengambil jeda sejen
"Pelan-pelan sayang, ah..." "Tahan sedikit sayang, aku, akan, ah!" "Ah!" Sahutan panas itu usai, membiarkan peluh keringat di antara keduanya mengalir deras, melawan dinginnya suhu ruangan di kamar pribadi mereka. Mereka ialah Alex dan Lia, tentunya, yang melakukan 'permainan' mereka di waktu yang jarang digunakan. Setelah mengeluarkan puncak masing-masing, Alex dan Lia terbaring di atas ranjang. "Kukira semalam kamu tak bisa sehebat ini." Bisik Lia merehatkan tubuhnya yang menjadi lumayan lelah. "Selelah apa pun aku, melihat dirimu yang selalu indah dan hebat ini tak akan bisa kubiarkan berlalu begitu saja, sayang." Balas Alex dengan baritonnya. Keduanya terdiam sejenak, membiarkan raga dan jiwa masing-masing mengisi energi di pagi hari. Ya, begitu Lia melirik jam di atas nakas, netranya menemukan bahwa kini sudah pukul setengah enam pagi. "Alex." "Ya, sayang." "Apa kamu bisa berangkat kerja setelah..." Mendengar Lia mengambil jeda, Alex dibuat heran. Namun setelah mencern
Apa yang dihadapi Alex di gedung perkantoran, semaksimal mungkin enggan ditampakkan olehnya di depan keluarga kecilnya yang selalu Alex banggakan. Banyak masalah yang berkecamuk, tetapi sebisa mungkin Alex meletakkan itu sebelum memasuki kediamannya. Saat membuka pintu rumah, akan ada sambutan hangat yang menyertai. "Selamat datang ayah." Ujar Lia yang menggendong Reksa, anak semata wayang mereka, di depan pintu masuk. Lelah dan tekanan seolah lari beterbangan di dalam kepala Alexander Adarsa, membuatnya semakin mengobarkan tekat untuk menjaga apa yang masih ada bersamanya. Kali ini Alex sekadar mengukir senyum manis, karena hanya itu satu-satunya hal yang mampu Alex lakukan. Di samping itu, Lia sangat mengerti dengan keadaan yang sedang dihadapi oleh sang suami. Alex dan Lia berjalan beriringan menuju kamar yang dulunya hanya dimiliki oleh Alex, kini tentunya sudah resmi menjadi kamar pribadi mereka. "Begitu melelahkan bukan?" Tanya Lia di sela-sela langkah mereka yang gontai.
Ketegangan yang terjadi di antara Alex dan Evan menimbulkan titik kegaduhan di antara tatapan keduanya. Alex berupaya menahan nafasnya yang tersengal, lalu memberi isyarat pada Resham. "Tunggu perintahku di luar ruangan." Kata Alex. Resham menunduk. "Baik tuan." Seperginya Resham, Alex dan Evan kembali saling menatap. "Apa yang kamu inginkan?" Tanya Alex skeptis pada Evan. Usai mendengar Alex, Evan tertawa remeh. "Apa kamu sedang berpura-pura bodoh atau kamu memang sengaja tak ingin mengetahuinya?" Tubuh Alex menegap, nafasnya terhela tenang. "Aku ingin penjelasan darimu sebagai seseorang yang jujur dan bertanggung jawab. Selama ini, kamu sekadar menyampaikan semuanya pada orang lain atau melalui perantara." "Oh, jadi maksudmu, aku bukan orang yang baik." 'Tentu saja.' Kata Alex dalam hatinya karena sudah tak mungkin dia melontarkan kata yang akan membuat situasi ini memanas. "Kamu sudah tahu bukan bahwa kita memiliki ikatan darah?" Tanya Evan penuh penekanan. "Lalu?" Mende
Siapa pun yang berada di dalam posisi Alexander Adarsa akan terus merasakan dilema yang berkepanjangan. Alex sendiri bahkan kerap merasa kewalahan, apa lagi sudah seminggu sejak tuan Andreas Adarsa, ayahnya, terbaring koma. Hari ini, dengan berat hati Alex harus kembali bekerja, menjalankan rutinitasnya, sekaligus tugas tambahan yakni menggantikan sementara posisi tuan Andreas. "Kamu harus yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja, Alex." Kata Lia merapikan dasi suaminya yang beroman wajah suram pagi ini. "Aku yang akan menjaga ayah hari ini, jadi kamu tenang saja." "Bagaimana dengan Reksa?" Tanya Alex dengan baritonnya. "Aku sudah meminta Resham mencarikan pengasuh tambahan kemarin. Bukannya kamu bersamaku saat meneleponnya?" Alex terdiam, berusaha mengingat kembali ucapan itu. "Ah, kamu benar. Maaf, aku lupa akan hal itu." "Tak apa, aku paham kamu sedang banyak pikiran." Helaan nafas Alex terdengar cukup berat. "Aku tak dapat membayangkan jika kamu tak ada di sisiku, aku akan
Manik mata Lia dan Alex hanya mampu terpaku pada tuan Andreas yang kini tengah terbaring di atas ranjang rumah sakit. Tuan Andreas pun diberi alat bantuan pernafasan, dan sejak tadi belum sadar dari kondisinya. Lia menutup mulutnya dengan satu tangan, membuat Alex dengan cepat meraih tubuh sang istri untuk didekapnya dengan erat. "Alex... Bagaimana bisa ayah seperti ini?" Ujar Lia pelan masih tak percaya dengan kondisi sang mertua yang mendadak drop dalam semalam. Mendengar tanya yang terlontar dari mulut istrinya, Alex dengan tenang, guna menutupi keterpurukannya, menjawab Lia. "Entahlah, bahkan dua hari lalu beliau masih terlihat baik-baik saja." Keduanya kembali terdiam, dan kini hanya mampu tenggelam dalam duka. Keduanya masih bingung, mengingat tuan Andreas sungguh tak pernah terlihat kesakitan. Dalam benaknya, Alex membatin. 'Ayah, apa kamu telah mengalami satu hal hingga menyebabkan kondisimu drop seperti ini?' Begitu menghabiskan waktu sejam, akhirnya asisten tuan Andrea