Terima kasih telah membaca sekaligus menyaksikan kisah Alexander dan Natalia sejauh ini. Jangan lupa untuk meninggalkan pesan dan kesan selama membaca novel ini, terima kasih!
Dalam kegelapan dan kedua kakinya yang sudah tidak mampu menopang tubuhnya, Lia hanya bisa duduk bersimpuh dengan keadaan yang begitu berantakan. Lia tidak tahu dirinya berada di mana, dan Lia tak dapat memastikan sudah pukul berapa saat ini.Seiring berjalannya waktu, Lia mulai kedinginan. Lia bahkan tak bisa menangis dalam ketakutannya yang menjadi. Wanita itu benar-benar putus asa dengan takdirnya.Sret!"Bos, dia ada di sini!"Suara teriakan itu mengundang perhatian Lia. Ia menoleh, dan menemukan kehadiran dua orang pria dengan cahaya senter yang mulai mendekatinya."Hahaha, rupanya dia masih hidup, bos."Akhirnya seseorang menyusul dua pria tersebut, dan itu adalah Jacob Sagara yang muncul dengan terus mengusap tengkuknya. "Dasar sialan." Desis Jacob menemukan Lia yang menatapnya kosong.Jacob berjongkok di hadapan Lia, lantas menarik dagunya dengan kasar. "Sekarang kamu tidak bisa apa-apa, wanita hina."Dikarenakan fisiknya yang sudah tidak mampu memberi perlawanan, Lia berupaya
Dalam kesunyian siang hari yang membuat Alex resah, Lia tak kunjung sadar dari tidurnya. Alex menunduk gelisah, mendesahkan nafas berat dan kesal karena penderitaan Lia belum menemukan titik ujungnya.Tangan Alex yang menggenggam jemari Lia perlahan terlepas, kemudian bangkit untuk meninggalkan ruangan tersebut. Saat menutup pintu kamar Lia, Alex bertemu dengan bibi Anna."Alex, kamu tidak tidur? Ini sudah siang, dan kamu sudah tidak tidur sejak kemarin." Ucap bibi.Wajah Alex yang begitu murung dan pucat tak merespon, romannya yang begitu kelelahan mampu menjawab bibi. Tentu, Alex tidak bisa tidur semudah itu.Secara bersamaan, muncul Haris yang masih menggantikan Resham. Haris berhenti di hadapan Alex dan menunduk sejenak. "Tuan, kami sudah mengungkap siapa yang menjadi dalang dari penjahat yang melukai nyonya."Alex dan bibi menjadi terfokus dengan rautnya yang begitu serius."Orang itu bernama Jacob Sagara, dan memiliki beberapa suruhan untuk melancarkan aksinya." Tambah Haris."B
Hari demi hari berlalu, dan Lia berusaha sebaik mungkin untuk bangkit dari kondisinya yang sangat terpuruk. Baik Alex mau pun bibi Anna melihat wajah Lia berusaha tersenyum, namun mereka pun tahu Lia hanya menyembunyikan kelemahannya.Karenanya, Alex semakin tegas untuk memberi penjagaan dan ikut mendampingi Lia yang kembali mampu untuk berbicara. Walau sudah bersuara, Lia masih membutuhkan penanganan untuk mengobati traumanya yang berkecamuk karena kasus penculikan beberapa waktu lalu.Petang kali ini, Alex yang baru saja kembali dari pekerjaannya di kantor memasuki kediamannya seraya melonggarkan dasi di lehernya. Alex yang melewati kamar Lia menjadi berhenti, ketika mendengar suara televisi yang sedang ditonton wanita itu.Perlahan Alex mendekat, mengintip dari balik celah pintu kamar Lia yang terbuka."Aktor papan atas, Jacob Sagara, diketahui vakum secara mendadak usai tersebar kabar jika dirinya terlibat dalam tindakan kriminal. Sampai saat ini, pihak agensi tidak memberi konfir
Sejak mengobrol pada malam itu, Alex dan Lia seperti memberi ruang untuk saling memahami. Bagi Lia, meski mereka hanya sebatas pasangan palsu, namun penting untuk meluruskan hal yang mengganggu.Contohnya seperti kesalahpahaman yang pernah terjadi, baik itu di masa sekarang maupun masa kini. Setidaknya, Lia akan lebih mengerti akan sikap Alex.Namun bagi Alex sendiri, masih ada yang tidak dipahami dari dirinya sendiri. Melihat Lia sama seperti melihat seseorang yang sangat dia rindukan. Seseorang yang dipanggilnya dengan sebutan ibu.Walau sudah kenal sejak lama, tapi baru saat ini Alex menyadari jika Lia memiliki kesamaan dengan sifat ibunya. Yakni, berusaha tegar atau mungkin sudah begitu mati rasa akan kehidupannya.Alex masih mengingat dengan jelas, bagaimana mendiang ibunya berusaha menutupi semua masalah yang dipendamnya meski kala itu Alex masih sangat kecil. Hingga secara tiba-tiba, sang ibu harus pergi untuk selamanya karena merasa akan lebih baik untuk menyimpan permasalahan
Saat Alex sedang bersiap menuju kantor pagi ini, dirinya dikejutkan dengan Lia yang munucul dengan pakaiannya yang rapi dan tidak sesantai biasanya.Dahi Alex mengernyit, lalu melontarkan tanya pada Lia. "Apa kamu akan pergi ke suatu tempat?"Lia menarik nafas cukup dalam, lalu menjawab Alex dengan pertanyaan pula. "Apa aku boleh ikut denganmu ke kantor?"Tentunya Alex dibuat terkejut dengan keinginan Lia yang tidak biasa dan begitu tiba-tiba. Pergerakan Alex yang sedang merapikan kerah kemejanya menjadi melambat, namun Alex pun enggan membuang waktu."Apa telah terjadi sesuatu?" Tanya Alex lagi."Tidak, aku hanya ingin mengunjungi gedung perkantoran dan menghabiskan waktu di sana. Apa—kamu tidak mengizinkanku?"Alex terkekeh ringan. "Tidak seperti itu, Lia. Aku khawatir jika kamu akan bosan di sana. Namun kalau kamu memang mau ikut, aku setuju.""Ya, tentu. Aku sudah mempersiapkan masker penutup wajah ini." Ujar Lia dengan menunjukkan barang yang dibawanya. "Kalau perlu, kita tak per
Tak pernah Erika Odeline sangka bahwa kedatangannya untuk berkunjung di Agensi Star Music demi melihat Alex akan disuguhkan dengan pemandangan seperti saat ini. Baik Alex atau Lia pun masih terdiam, dengan kedua tangan Lia yang masih menyentuh dahi Alex akibat luka tadi. Akibat mematung sesaat karena kehadiran Rika, dengan terburu-buru Lia melepas tangannya dari Alex dan mundur beberapa langkah.Terdengar deheman kikuk dari Lia, menyebabkan Alex bingung dengan tingkah. Lia hendak meraih tas bermaksud untuk pergi, tetapi Alex sontak mencegat tangannya."Kamu mau ke mana?""A-aku—" Lia terdengar gugup. "Aku akan pulang."Tentu Alex tidak mengizinkan Lia kembali ke rumahnya dengan semudah itu. Alex lalu menggeser Lia agar berdiri di belakangnya. "Kamu boleh pulang jika bersamaku."Sebenarnya Rika seperti tak asing dengan Lia, namun Rika masih belum mengingat dengan jelas siapa sosok wanita yang sedang bersama Alex di hadapannya. "Maaf jika aku mengganggu kalian."Dengan tegas Alex berka
Mungkin menjadi istri dari orang terpandang memang tak mudah meski itu sekadar menyepakati kontrak. Saat Lia hanya menganggap masalahnya adalah sifat Alex, semuanya berjalan begitu saja.Tapi kini, saat Alex sudah sangat menghargainya, masalah datang dari mana saja. Dan semakin hari, Lia semakin merasakan tekanan dari orang yang bahkan tak begitu dikenalnya, bahkan orang yang dikenalnya.Walau demikian, Lia berusaha untuk melalui semuanya, bertekad untuk bertahan demi membesarkan putrinya, yang kini menyandang nama Alesia Adarsa.Selagi bibi Anna beristirahat, Lia bermain dengan Alesia di ruang tengah kediaman Alex. Meski Alesia belum bisa duduk, tetapi Lia sangat senang dengan perkembangannya.Dalam hati Lia bergumam, 'akan kuberi nama apa untuk Alesia setelah pernikahanku dengan Alex berakhir?'Tentu itu adalah sebuah pertimbangan, mengingat Alesia adalah nama yang dipadukan dari nama Alex dan Lia, nama pemberian Alex sendiri. Lia kembali mengingat masa di mana dia dan Alex menentuk
Pagi ini, Lia kembali menemani Alex untuk bekerja. Bukan keinginan Lia sebenarnya, tetapi Alex sendiri yang menawarkan kesempatan ini dengan dalih agar Alex memiliki teman di kala senggangnya.Jalanan kota tampak diguyur hujan, walau begitu Lia tampak senang karena dia bisa merasakan kegiatan lain selain berdiam diri dan menambah pemikiran yang tidak-tidak di rumah.Meski ini sudah kedua kalinya Lia mendampingi Alex untuk bekerja, namun wanita itu masih bertahan dengan masker penutup wajahnya. Cukup aneh bagi seorang istri calon CEO menggunakan masker di dalam kantor, tetapi Lia hanya ingin meminimalisir terbongkarnya identitasnya sendiri.Sebelum memasuki area agensi, Alex melirik Lia dan melontarkan tanya. "Apa kamu tidak jenuh menggunakan masker itu?"Lia memang menutup setengah wajahnya, tapi Alex bisa tahu kalau Lia tersenyum melalui matanya yang nyaris melengkung sempurna. "Tidak, aku nyaman menggunakannya.""Aku bahkan telah menetapkan aturan khusus agar kamu bisa bebas disana.
Pada pagi yang cerah, Alex mengerjapkan matanya dengan seksama, menemukan langit-langit kamarnya yang menyambut hari itu. Reflek Alex merenggangkan otot-otot tubuhnya, dan secara tidak sengaja menyentuh kulit lembut Lia yang juga masih terlelap di sampingnya. Merasakan sentuhan itu, Lia perlahan tersadar. "Ah, maaf sayang." Kata Alex yang lalu memeluk Lia perlahan. Sentuhannya masih saja sama, menghangatkan dan penuh kasih. Lia hanya tersenyum, kemudian berbalik demi membalas pelukan kasih sang suami. "Selamat pagi sayang." Katanya. "Selamat pagi juga untukmu." "Bagaimana hari ini? Apa kamu akan berangkat lebih awal lagi seperti kemarin?" Alex terdiam dan mempertimbangkan, kemudian menjawab. "Sepertinya tidak perlu, aku bahkan cuti sebanyak dua hari." Dahi Lia mengernyit. "Benarkah?" "Ya." Alex mengangguk. "Rasanya ingin menghabiskan waktu bersamamu dan Reksa setelah sekian lama tak memilikinya." Lia mendengkus. "Apa semuanya akan baik-baik saja jika kamu tetap cuti hari ini
"Kita sudah sampai tuan." Ucap seorang pengawal membuat Evan tersadar dari lamunannya di dalam kendaraan yang membawanya pulang. Evan terdiam sejenak, dan melihat ke arah depan mobil tersebut. Dilihatnya kediaman yang sudah beberapa bulan menjadi huniannya, juga menjadi heran ketika menemukan sebuah mobil tak dikenalnya terparkir di depan pintu masuk. "Mobil siapa itu?" Tanya Evan masih kebingungan. "Apa Rika membeli mobil baru? Karena sudah tidak mungkin dia menerima tamu di waktu malam seperti ini." Pengawal terdiam, sedikit ragu menjawab sang tuan dan membuat pria itu semakin menaruh curiga. Tanpa isyarat Evan segera keluar dari dalam mobil, melangkah terburu-buru ke dalam rumahnya dan Rika. Evan semakin terkejut ketika menemukan beberapa lembar pakaian yang berserakan di atas lantai. 'A-apa apaan ini?' Batin Evan mulai merasa marah di atas curiganya. 'Apa dia berselingkuh?!' Evan terus melangkah, menemukan pintu kamar pribadinya dan Rika yang sedikit terbuka. Terdengar suara
Satu tangan Erika Odeline terkepal, mendengar fakta bahwa Evan, pria yang dikenal sebagai suaminya sedang berada di dalam tahanan. "Apa yang membuatnya ditahan di dalam sana?" Tanya Rika pada salah satu pengawalnya. "Apa ini berkaitan dengan masalah perusahaan Adarsa dan Agensi Star Music?" Pengawal Rika mengangguk. "Ya nyonya, tuan Evan dituntut atas kasus percobaan penculikan, dan penyalah gunaan dokumen penting atas aset orang lain." "Apa? Orang lain?" Ulang Rika dengan nada bicaranya yang berapi-api. "Orang lain katamu?!" Kekesalan Rika menyebabkan pengawalnya menunduk. "Maaf nyonya." "Sial! Aku sudah memberi umpan agar Evan bisa mengklaim aset aset itu secara gamblang, tapi apa yang selama ini dia lakukan?!" Rika terdiam sejenak, lalu mendadak histeris menyerukan kekesalannya. Tentu, tak ada yang berubah dari wanita temperamental seperti Rika yang sangat mudah memelihara ego dan amarahnya. Bahkan setelah banyak hal dan hukuman yang Rika lalui, dia masih saja membena
Menyusul di penghujung hari, Alex yang cukup lelah pun tiba di kediamannya. Lelah membuat Alex lebih banyak diam, terus berjalan masuk dan menemukan kehadiran Lia di dalam kamar pribadi mereka. Ketika Pintu berderit, Lia menoleh, tersenyum menemukan kembalinya sang suami yang telah melalui hari yang panjang. Lia merentangkan tangannya, reflek disambut hangatnya dekapan. "Kamu telah menolongku hari ini." Desis Alex menggelitik telinga Lia. "Kamu adalah penyelamatku." Lia terkekeh dan mengeratkan pelukannya. "Akan kulakukan hal terbaik yang kubisa untukmu, sayang." Cukup lama Alex dan Lia saling bertukar dekapan, seolah tak berjumpa setelah sekian tahun. Sepertinya hanya ingin menyampaikan rindu melalui sentuhan, dan itu sudah lebih dari cukup. Selang beberapa detik, Lia melepas pelukannya. "Apa kamu sudah makan malam?" Alex tersentak, menyadari bahwa dia tak mengkonsumsi apa-apa sejak tadi siang. Melihat roman wajah Alex yang terkejut itu membuat Lia menyadari dan paham,
Evan hendak untuk menyerang Lia, tetapi matanya memincing tatkal menyadari sesuatu. Dalam sekejap Evan terbelalak, menemukan Lia sepertinya sedang merekam segala bentuk percakapan mereka sejak tadi. "Ka-kamu..." Suara Evan bergetar ketakutan, Lia pun mengeluarkan ponselnya dari balik saku gaun. Lia menghela nafas, "kamu menyadarinya." "Ka-kamu merekamku sejak tadi?" Lia menggeleng, kemudian memperlihatkan layar ponselnya. "Lebih dari itu, aku menyiarkan ini secara langsung di ruang pertemuan perusahaan suamiku, perusahaan Adarsa." Evan terperanjat begitu dalam, tubuhnya seperti kaku, tak mampu mengatakan apa apa. "Selamat, Evan. Kamu baru saja mengungkapkan kebohonganmu di depan banyak orang. Sepertinya kamu harus menjelaskan semuanya di depan petugas berwajib nanti." Lalu, secara bersamaan pula, pintu unit apartemen tampak terbuka secara paksa dari luar. Evan semakin terkejut, menyadari bahwa dia keliru. Sementara itu, Lia masih terlihat tenang. "Kamu memang wanita licik!" Ke
Sungguh tak ada yang dapat dibendung lagi ketika Lia mengetahui bahwa Evan sungguh berniat melakukan hal buruk terhadap dirinya dan keluarganya, lagi dan lagi. Untuk kesekian kalinya Lia harus berpura-pura bodoh, pura-pura tak tahu bahwa Evan saat ini sedang membuntutinya. Ketika Lia selesai dengan niatnya meyakinkan Alex melalui pesan singkat, Lia menghela nafas. Wanita itu lantas turun dari kendaraan yang membawanya. "Apa aku harus turun, nyonya?" Tanya pengawal yang juga sedang mengemudikan mobil tersebut. Lia menggeleng. "Tak perlu, kamu langsung pulang saja." Pengawal dibuat heran. "Tak bisa nyonya, setidaknya aku harus menunggu anda." Kedua kalinya Lia menggeleng. "Ini adalah perintah dariku." "Tapi nyonya—" "Percaya padaku." Pengawal masih saja ragu. "Aku tahu tugasmu adalah mengawalku, tetapi kali ini aku dan Alex sudah sepakat mengenai perubahan rencana untuk hari ini." Lia yang menolak membuat pengawal terpaksa melakukan perintahnya, apa lagi Lia mengakui bahwa in
Pihak internal Agensi Star Music tiba-tiba saja mengadakan pertemuan di luar jadwal hari ini. Tak lain dan tak bukan, ini merupakan kehendak sang penerus Adarsa, Alexander. Banyak hadirin yang mengeluhkan jadwal mendadak ini, tetapi pihak Alex sepertinya lebih mementingkan keberlangsungan rapat itu. Di antara banyaknya petinggi yang hadir, tampak tuan Erik, kakek dari Natalia, yang terdiam di sana. Sampai detik ini, beliau masih memegang posisi sebagai pemilik saham terbanyak di dalam perusahaan Adarsa. "Apa yang ada di dalam pikiran pak Alex hingga mengadak pertemuan yang begitu mendadak seperti ini?" Tuan Erik mendengar keluhan salah satu kenalannya di sana, tetapi tuan Erik tak menanggapi. "Sepertinya ini berhubungan dengan masalah saham dan aset kemarin." "Apa dia gagal melindungi aset-aset itu? Jika ya, dia harus mengganti semua kerugian." Nafas tuan Erik terhela berat. Mendengarnya seperti membuat beliau hendak menerkam siapa saja. Walau tuan Erik hanyalah kakek Lia, teta
Pernyataan ibu dari Evan tentu membuat Alex dan Lia terkesiap. Pasalnya, Evan dan banyak saksi mengaku bahwa Evan merupakan anak dari tuan Andreas, ayah Alex sendiri. Suasana di dalam bilik perawatan itu hening sejenak, ibu Evan dibuat kikuk. Galih Anggara, sosok terpercaya tuan Andreas yang diketahui Alex sebagai orang dalam yang membantu rencana Evan. 'Tak pernah kusangka jika asisten itu memiliki kelicikan yang seperti ini!' Ucap Alex dalam benaknya yang dilanjutnya dengan helaan nafas. Melihat hal itu Lia mengusap lengan Alex, membuat sang suami membuyarkan lamunannya. Alex mengangguk yakin, dan hendak mengatakan sesuatu. "Jadi—" Belum sempat Alex menyentuh kata kedua, seseorang muncul dengan tergopoh-gopoh serta nafas yang tersengal. "Apa yang kamu lakukan di sini?!" Seru Evan menyiratkan rasa panik di wajahnya. Hal tersebut membuat Alex mendengkus. "Jadi kamu memang bermain busuk, Evan. Tak kusangka kamu begitu haus akan kekuasaan dan berbohong seperti ini." "Aku akan m
Tidak dipungkiri bahwa Evan semakin tertekan menghadapi banyaknya masalah yang semakin rumit. Di satu sisi, ini semua memang kesepakatan yang telah disetujui oleh Evan sendiri. Dalam sehari, helaan nafas beratnya hampir tak terhitung. Evan sungguh merencanakan segalanya sendiri, bahkan Rika semakin tak peduli. 'Wanita itu hanya haus akan tubuhku yang dia anggap sebagai pemuas hawa nafsunya.' Gumam Evan di dalam ruang pribadinya. Pria itu hanya bisa berusaha dan berusaha, memuaskan Rika sekaligus keluarganya untuk merampas aset di bawah naungan perusahaan keluarga Adarsa. Tok tok! "Masuk." Sahut Evan gontai ketika mendengar pintu ruangannya diketuk. Evan menegapkan tubuhnya dan bangkit, menemukan siapa orang yang baru saja datang. "Paman." Katanya. Pria paruh baya yang tak lain adalah paman Evan, sekaligus asisten tuan Andreas atau ayah dari Alexander Adarsa itu, muncul dengah wajah tenang. "Bagaimana dengan rencanamu?" Untuk ke sekian kalinya, Evan menghela nafas berat. "Seb