Aku membungkam mulut dengan kedua tanganku sendiri. Mataku terbelalak melihat benda pipih yang ada di tangan. Terdapat dua garis berwarna merah di sana, pertanda jika aku sedang mengandung.
“Aku ... hamil?” Suaraku gemetar karena benar-benar takut. “Bagaimana bisa aku hamil?”
Aku memegang dengan erat alat tes kehamilan itu, lalu berjalan keluar kamar mandi dengan gontai. Kemudian, aku duduk di kasur dengan perasaan yang begitu gelisah bercampur takut. Kenapa aku tidak menyadari kehamilanku jauh-jauh hari?
“Ardian, kau benar-benar membuatku tersiksa meski pun sudah terlepas darimu!”
“Kiran,” panggil mommy yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Memang, kebiasaan mommy selalu seperti itu, membuat privasiku sedikit terganggu.
Dengan gerakan cepat aku langsung menyembunyikan benda pipih dan panjang itu ke belakang tubuhku. Aku tidak ingin mommy tahu jika aku hamil.
“Ada apa Mom?” tanyaku dengan suara gugup karena hampir saja aku ketahuan tengah memegang alat tes kehamilan itu.
Mommy mengerutkan keningnya ketika melihat tingkahku. Namun, dengan cepat aku mencoba bersikap sebiasa mungkin agar mommy tidak curiga.
“Mom, ada apa?” tanyaku sekali lagi karena sejak tadi ia hanya diam mematung memperhatikanku.
“Ah, apa kau lapar, Kiran? Sebentar lagi kita akan makan malam bersama. Mom harap kau akan segera turun.”
Aku hanya menganggukkan kepalaku mengiyakan keinginan mommy. Aku turun dari ranjang lalu mengikutinya turun ke lantai dasar dan langsung menuju dapur. Ethan sudah berada di dapur dan tengah memasak sesuatu. Memang, Ethan begitu pandai memasak. Umurnya berbeda 8 tahun lebih muda dari mommy. Ia juga cukup tampan untuk pria berumur 35 tahun. Tampan, kaya raya, dan juga pandai memasak, Ethan sudah seperti pria idaman setiap wanita. Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa mencintai mommy yang berumur jauh di atasnya. Namun, tak bisa dipungkiri mommy masih terlihat cantik dengan tubuhnya yang ramping dan juga terawat itu. Bahkan, jika aku jalan berdua bersama mommy di keramaian, orang-orang selalu menganggap kami adalah kakak beradik. Makannya tidak heran jika banyak yang mencintai mommy selain ayah.
Aku duduk di salah satu kursi yang kosong. Sudah ada beberapa makanan yang tersaji di atas meja. Tak berselang lama, Ethan datang dengan semangkuk makanan yang tadi dimasaknya, lalu disimpan di atas meja. Kemudian, kami hanya saling diam menikmati makan malam yang cukup lezat di lidah ini. Hanya ada suara dentingan piring yang saling bersahutan satu sama lain. Hingga Ethan berdehem dan menyesap segelas air putih di depannya.
“Kiran,” panggil Ethan membuatku menoleh ke arahnya. “Jadi ... apa rencanamu kali ini? Apa kau mau melanjutkan kuliahmu atau bekerja?”
Aku kembali mengalihkan pandangan dari Ethan ke arah makananku. Seketika itu juga aku menjadi tidak berselera makan. Cita-citaku masih tinggi, masa depanku juga masih panjang. Tentu saja aku ingin sekali meraih harapanku untuk bisa bekerja di tengah-tengah kota seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Namun, mengingat aku yang sekarang sedang hamil membuat harapanku langsung sirna begitu saja.
“Kiran, kau sudah dewasa. Umurmu hampir menginjak 23 tahun dan kau tidak memiliki kegiatan apa pun. Mom tidak mau kau terus-menerus seperti ini. Kiran, tidak selamanya kau akan hidup bersama Mommy!” timpal mommy karena aku hanya diam saja tanpa ingin menjawab pertanyaan mereka.
“Mom, aku sedang tidak mau membahas hal seperti ini,” ucapku dengan suara yang begitu malas.
“Kiran, jangan sampai Mommy marah karena sikapmu yang seperti ini! Mom mau kau bekerja atau memiliki teman seperti yang lainnya. Bukannya mengurung dirimu sendiri tanpa ingin bergaul dengan siapa pun. Apa mungkin, kau seperti ini karena kekasihmu itu?” cecar mommy seraya menatap tajam ke arahku.
Aku hanya bisa menoleh sekilas. “Mom, aku sudah bilang tidak ingin membahas hal seperti ini. Aku akan menentukan hidupku sendiri!”
“Menentukan bagaimana? Mom benar-benar khawatir dengan sikapmu yang tidak biasanya seperti ini,” balas mommy seraya menyesap minuman miliknya.
“Sayang, sudahlah. Kiran sedang tidak mau membahasnya. Kita bisa melakukannya lain kali setelah Kiran sudah siap,” ucap Ethan mencoba menengahi antara aku dan mommy.
“Aku sudah kenyang,” ucapku tiba-tiba seraya bangkit dari dudukku lalu berjalan meninggalkan mommy dan juga Ethan.
“Kiran, Mommy belum selesai berbicara denganmu,” teriak mommy yang ikut berdiri dari duduknya. Namun, Ethan dengan segera memegang mommy dan mencoba menenangkannya.
***
Aku sudah sampai di kotaku yang lama setelah berangkat pagi-pagi sekali tanpa sepengetahuan mommy maupun Ethan. Aku melakukan semua ini untuk bertemu dengan Ardian karena meminta pertanggung jawaban setelah apa yang sudah Ardian lakukan kepadaku. Aku tidak ingin bayi ini lahir tanpa seorang ayah. Aku mengirim pesan kepada mommy setelah taksi yang kutumpangi sampai di sebuah apartemen di mana Ardian tinggal.
Aku langsung turun dan berjalan masuk ke dalam gedung yang sudah berdiri kokoh cukup lama itu. Aku mencoba menghubungi Ardian terlebih dahulu. Namun, nomor ponselnya tidak aktif. Entah Ardian mematikan ponselnya atau memblokir nomorku, hingga membuatku tidak bisa lagi menghubunginya. Aku masuk ke dalam lift lalu menekan tombol angka 9 di mana Ardian tinggal di sana. Beberapa menit kemudian, pintu lift terbuka. Aku langsung bergegas keluar dari lift dan berjalan menuju apartemen milik Ardian.
Aku menarik napasku dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Sebenarnya, dari dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku tidak ingin bertemu lagi dengan Ardian. Dengan pindahnya aku ke kota lain, aku berniat untuk memulai hidup baru dan melupakan Ardian seolah pria itu tidak pernah hadir ke dalam hidupku. Namun ternyata takdir berkata lain, membuatku mau tidak mau harus bertemu Ardian lagi. Pria brengsek itu harus tahu jika aku sedang hamil anaknya. Bagaimanapun, aku harus meminta pertanggung jawaban darinya untuk menikahiku. Aku tidak ingin membuat keluargaku malu jika aku sedang hamil di luar nikah.
Aku menekan password rumah Ardian. Beruntungnya, password-nya masih sama dan belum diganti oleh sang pemilik. Aku masuk ke dalamnya tanpa permisi karena sejak tadi Ardian tidak membuka pintu untukku. Tampak sepi tidak ada siapa pun saat aku masuk ke dalamnya. Hingga aku tak sengaja menangkap sepatu wanita di rak sepatu. Aku langsung mengerutkan keningku dan bergegas mencari keberadaan Ardian.
Ketika aku berdiri di kamar Ardian, aku bisa mendengar jelas suara desahan yang saling bersahutan dari dalam. Aku kembali mematung dibuatnya, otakku mencoba mencerna semua yang kudengar begitu jelas ini. Tanganku bergetar saat meraih pegangan pintu. Kucoba menguatkan hatiku dan membuka pintu kamar Ardian lebar-lebar. Seketika itu juga, aku tidak percaya dengan apa yang kulihat di depan mataku sendiri.
“Ardian? Resa?” pekikku dengan air mata yang mengalir begitu saja.
Aku diam mematung melihat adegan di depanku, air mataku tertahan tanpa aku bisa mengedipkannya. Aku bisa melihat dengan jelas Ardian sedang berhubungan dengan Resa, sahabatku. Aku tidak pernah tahu jika kelakuan Ardian lebih brengsek dari yang aku kira. Sudah cukup, ia berselingkuh dengan seorang wanita yang tidak aku kenal. Tapi sekarang, Ardian jelas-jelas berselingkuh dengan sahabatku sendiri. Aku dikhianati oleh dua orang sekaligus membuat dadaku terasa sesak begitu saja. Oksigen di ruangan itu seperti hilang dan menguap begitu saja membuatku tak bisa bernapas. “Kiran?” pekik Ardian dan Resa bersamaan. Ardian turun dari atas tubuh Resa lalu dengan cepat menyambar pakaiannya yang tergeletak di mana saja. Sementara Resa, ia menyelimuti dirinya dengan selimut tebal agar tubuhnya tidak terlihat olehku. “Kiran, Apa yang sebenarnya kau lakukan di sini? Kau baru saja mengganggu kami berdua!” tanya Ardian setelah selesai memakai celananya dan berjalan dengan cepa
Aku turun dari taxi setelah sampai di depan rumahku. Aku berjalan dengan gontai masuk ke dalam rumah. Terlihat Mommy dan Ethan yang sedang berbincang di ruang tamu. Melihatku datang, mereka berdua langsung terdiam. Mommy langsung beranjak dari duduknya dan menatapku tidak suka. “Semalam kau menginap di mana, Kiran?” tanya Mommy seraya berkacak pinggang penuh emosi. “Aku tidak tidur,” jawabku sambil berlalu pergi menuju anak tangga. Memang, setelah pergi dari apartemen Ardian aku pergi ke sebuah Club untuk menenangkan diri. Aku mencoba meminum alkohol untuk melupakan masalahku sejenak. Namun, aku teringat dengan kandunganku, membuat aku tidak jadi meminumnya. Aku keluar dari Club itu dengan perasaan kacau balau. Aku menangis histeris di sana menumpahkan semua rasa sakitku. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang melihatku dan bertanya keadaanku. Setelah dirasa tenang, aku langsung naik taxi dan melakukan perjalanan berjam-jam menuju rumah Ethan. Aku tidak tid
“Aaa ....” Aku terperanjat bangun karena terkejut dengan suara teriakan seseorang yang memekakkan telingaku. Aku bisa melihat dengan jelas jika mommy sedang terkejut di ambang pintu kamarnya dengan mulut yang ditutupi oleh salah satu tangannya. “Apa ... yang kalian lakukan?” Aku melihat ke arah sebelahku di mana Ethan juga ikut terbangun. Ia terkejut bukan main saat melihatku. “Kiran, apa yang kau dilakukan di kamarku?” tanya Ethan seraya turun dari ranjangnya dan menjauhiku. “Kau tidak ingat apa yang terjadi semalam?” tanyaku balik membuat Ethan langsung mengerutkan keningnya. Ia memegang kepalanya tampak sedang berpikir. “Apa yang kalian lakukan semalam? Katakan semuanya!” teriak mommy dengan emosi yang menggebu-gebu. Ia juga beberapa kali berteriak histeris. Kedua matanya terlihat memerah, aku yakin jika mommy sedang menahan tangisnya. Ethan terdiam seraya menatap Mommy dalam-dalam. Ia juga melihat ke arahku dengan tatapan b
Mommy dan Ethan langsung membawaku ke sebuah rumah sakit yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal kami. Aku terbangun dari ranjang yang terbuat dari besi itu setelah seorang dokter perempuan baru saja selesai memeriksa kandunganku. “Bagaimana hasilnya Dok?” tanya mommy yang begitu tak sabar mendengar jawabannya. Dokter itu menoleh ke arah mommy lalu tersenyum seolah akan memberikan kabar bahagia namun bencana untukku. “Selamat, Nyonya, putri anda sedang mengandung,” ucap Dokter itu sambil tersenyum ramah kepada mommy dan juga Ethan secara bergantian. Mommy langsung melihat ke arahku dengan nanar, aku langsung mengalihkan pandanganku karena tak mau melihat mommy yang sangat marah padaku. “Saya pamit dulu, untuk obat dan vitamin hamil sudah saya resepkan untuk putri anda,” lanjut dokter seraya keluar dari ruangan itu. “Mom-“ “Kita pulang!” ucap mommy dengan suara tegas sambil keluar dari ruangan tanpa memperdulikan aku dan ju
Aku berdiri di depan cermin melihat pantulan diriku sendiri. Tubuhku memakai gaun pengantin berwarna putih membuatku tampak terlihat begitu cantik. Aku menatap bayanganku sendiri namun tidak ada senyuman yang terukir di wajahku. Tidak seperti pengantin biasanya yang tersenyum bahagia di hari pernikahannya. Berbeda denganku, aku cukup gelisah dan khawatir dengan acara yang akan berlangsung. Aku takut jika Ethan tiba-tiba saja pergi atau membatalkan pernikahan ini dan membuatku atau mommy merasa malu. Berbicara soal mommy, ia tidak berbicara denganku lagi. Mommy lebih banyak menghabiskan waktu mengurus semua pernikahanku tanpa berdiskusi denganku terlebih dahulu. Bahkan, gaun pengantin ini pun mommy yang memilihkannya untukku tanpa sepengetahuan diriku. Aku memakainya langsung di hari pernikahanku tanpa aku coba terlebih dahulu. Beruntungnya, gaun ini muat di tubuhku yang ramping. Mommy memang selalu ahli dalam memilih pakaian apa pun untukku. “Kiran,” panggil seseorang yang s
Aku masuk ke dalam rumah untuk menyusul Ethan yang sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Kemudian, aku cukup terkejut setelah melihat mommy yang duduk di sofa dengan koper dan beberapa barang miliknya yang terletak di sebelahnya. “Mommy, mau kemana?” tanyaku yang tetap berdiri di ambang pintu dengan kedua bola mata yang membulat. “Kiran, Mommy akan pindah rumah dan tidak akan tinggal di sini lagi,” jawab mommy sambil melihatku dengan raut wajah yang berantakan. “Tidak, aku ingin kau tetap tinggal bersamaku, Adriani!” tolak Ethan yang tidak menyetujui mommy pergi dari rumahnya. “Ethan, sekarang kau adalah menantuku. Aku tidak sanggup melihat kalian berdua jika tetap tinggal di rumah ini,” timpal mommy seraya bangkit dari duduknya. “Tidak, Adriani! Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi!” tegas Ethan seraya menghalangi jalan mommy untuk tidak pergi. “Ethan, mulai sekarang aku adalah mertuamu. Kau tidak memiliki hak untuk mengaturku la
“Ethan, apa kau lupa jika aku sedang mengandung darah dagingmu?” tanyaku dengan suara tercekat setelah perlakuan Ethan yang hampir saja membahayakan kandunganku. Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa dengan mudah berubah sikap padaku. Padahal, Ethan selalu terlihat baik dan juga romantis saat bersama mommy. Lalu, kenapa ketika bersamaku Ethan bersikap seperti ini? Selalu ada kemarahan yang aku lihat di raut wajahnya membuatku merasa sedih setelah menikah. Seharusnya aku senang karena akhirnya rencanaku berhasil. Tapi ... kenapa perasaanku mengatakan hal yang sebaliknya? “Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi malam itu, Kiran? Aku bukanlah orang yang dengan mudah meniduri wanita ketika aku mabuk!” tanya Ethan yang dengan suara tinggi saat berbicara denganku. Aku hanya bisa terdiam sambil melihat Ethan dengan air mata tertahan. Tidak mungkin jika aku menceritakan semua yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau rencanaku yang sudah berhasil ini gagal beg
Drrt ... drrt ... drrt Ponselku bergetar tanda ada panggilan yang masuk dari seseorang. Aku mengambil ponselku yang sengaja aku letakkan di atas meja. Terlihat nama Ethan tertera di layar ponsel. Aku mengerutkan keningku karena Ethan tidak pernah meneleponku sejak kejadian itu. “Kenapa Ethan meneleponku?” tanyaku dengan kening berkerut lalu menggeser logo berwarna hijau dan mendekatkan ponsel ke arah telinga. “Hallo, Ethan. Ada apa kau menelponku?” “Kiran....” Terdengar suara isakan tangis di sebrang telpon sana membuat kedua alisku hampir saja menyatu mendengar Ethan yang terisak. Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. “Ethan, kenapa kau menangis? Ada apa?!” “Adriani bunuh diri tadi malam.” Sebuah fakta yang terucap dari bibir Ethan membuatku terkejut bukan main. Aku langsung berdiri dari dudukku karena tidak percaya dengan ucapan Ethan barusan. “Apa?!” Aku terpekik, suaraku bahkan tercekat. Air mataku lolos begitu saja tanpa perinta
"Sampai berjumpa lagi," ucapku kemudian kepada Olivia.Olivia menganggukkan kepalanya, lalu berjalan pergi bersama teman-temannya. Ethan datang menghampiriku dan melihatku dengan tatapan berkerut."Kenapa kau tidak ikut bersama mereka?" tanya Ethan sambil mengerutkan keningnya."Aku tidak mau kau menunggu terlalu lama hanya memperhatikan dari kejauhan," jawabku sambil menghela napasnya panjang tanpa melihat ke arah Ethan dan terus memperhatikan Olivia yang sudah mulai menjauh bersama teman-temannya."Kau bisa pergi tanpa mengkhawatirkanku," ucap Ethan lagi.Aku menggelengkan kepalaku lagi. "Olivia akan pergi untuk melihat hadiah yang diberikan oleh ayah untuknya. Aku tidak mungkin datang karena Ayah pasti langsung mengenaliku. Kita bisa melihatnya dari kejauhan saja."***Benar saja, di depan hotel Olivia dan teman-temannya menunggu kedatangan ayah. Aku dan Ethan memantau mereka dari kejauhan, meski begitu aku masih bisa mendengar pem
“Dan dengan siapa kau datang ke sini?” tanya Sherly lagi padahal aku belum menjawab pertanyaan dari Kayla. Ah, itu ... bagaimana aku harus menjawabnya? “Ah, itu … aku datang untuk—” Drrt … drrt … drrt Ponsel Olivia tiba-tiba saja bergetar membuatku merasa lega karena tidak perlu menjawab pertanyaan barusan. “Sebentar, aku harus menjawab teleponnya. Ini dari Ayahku,” ucap Olivia saambil tersenyum ke arahku, lalu mulai mengangkat telepon dari Ayah itu. Aku hanya bisa melihatnya dengan tatapan nanar ketika Olivia tersenyum mengangkat telepon dari ayah. Sementara aku tidak pernah menerima telepon darinya. Jangankan untuk tersenyum seperti itu, menanyakan kabar saja ayah tidak pernah. Ayah malah memintaku untuk pergi karena tidak ingin aku dekat-dekat dengan keluarganya yang baru. Hah, Ayah benar-benar tega padaku! Aku tidak akan pernah melakukan semua yang ayah inginkan padaku. Aku akan terus memperjuangkan hakku, jika aku adalah ana
Aku terdiam mencerna semua perkataan Ethan padaku barusan. Aku ikut berpikir setelah mengerti apa yang Ethan maksud itu. ‘Sesuatu yang tidak terduga?’ hingga sebuah ide melintas di benakku, sepertinya aku mengerti apa yang dimaksud oleh Ethan barusan.“Ethan, aku mengerti maksudmu,” ucapku sambil tersenyum dan melihat ke arah Olivia dengan penuh rencana di pikiranku.“Apa itu?” tanya Ethan sambil melihatku dengan kening berkerut.“Lihat saja apa yang akan aku lakukan.”Aku melihat Olivia dengan penuh rencana di pikiranku. Terlihat Olivia yang tidak sadar jika aku sedang memperhatikannya. Ia sibuk melihat menu yang tersedia bersama teman-temannya. Hingga tiba-tiba Olivia bangkit dari duduknya, membuatku langsung berdiri dan berjalan bergegas menghampiri Olivia.BRAK!Aku sengaja menabrakkan tubuhku ke arah Olivia, membuatku terjatuh ke lantai. Di saat yang bersamaan, Olivia langsung melihat ke a
“Kau benar, apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku juga harus memakai pakaian olah raga untuk berlari di area pantai dan bertemu dengan Olivia?” tanyaku yang merasa panik sendiri.Ethan terkekeh melihat reaksiku. “Tenanglah, Kiran! Kita akan memakai cara lain agar bisa bertemu dengan Olivia, secara natural tentu saja.”“Bagaimana caranya?” tanyaku dengan kening berkerut karena penasaran dengan apa yang akan Ethan lakukan padaku.***Ethan membawaku ke sebuah cafe yang terletak di dekat pantai. Aku mengernyitkan alisku ketika Ethan membawaku ke tempat seperti itu.“Kenapa kita datang ke sini, Ethan?” tanyaku sambil melihat ke arah sekelilingku karena tidak ada Olivia atau pun teman-temannya di sana.Ethan hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku. Ia duduk di salah satu kursi kosong yang terletak di dekat jendela di mana bisa melihat pesisir pantai dari sana.“Aku pernah melih
Aku kembali tersenyum kecil seraya menghembuskan napasku dengan kasar. Aku kembali mengingat ketika ayah tidak menginginkan kehadiranku dan menyuruh aku untuk segera pergi. Aku mengalihkan pandanganku melihat lurus ke depan.“Sebenarnya, aku tidak baik-baik saja. Itulah kenapa, aku sedang berpikir untuk mencari cara agar aku bisa masuk ke keluarga Ayah,” ucapku dengan suara lirih tapi tegas.“A-pa?” pekik Ethan dengan nada suara terbata-bata. “Apa maksudmu, Kiran? Aku tidak mengerti.”“Selama bertahun-tahun, aku salah paham kepada Mommy dan menyalahkannya atas hancurnya keluargaku, tapi rupanya Ayah yang salah. Selama ini, Ayah hidup dengan baik dan bahagia bersama keluarga barunya. Aku berniat untuk membalaskan dendamku dan juga Mommy. Olivia harus tahu, jika ia memiliki saudari, dia bukanlah anak satu-satunya, seperti yang Ayah katakan saat pesta,” jelasku sambil menahan air mataku agar tidak terjatuh di depan Ar
Aku terbangun pagi-pagi sekali. Terlihat Ethan yang masih tertidur lelap karena semalam pulang larut malam dan mabuk berat. Beruntungnya, aku tidak terlalu mabuk, membuat kepalaku tidak terlalu pusing. Aku membersihkan wajahku, lalu membuat teh hangat karena cuaca pagi ini yang terasa begitu dingin. Aku keluar ke balkon kamar hanya memakai kemeja putih kebesaran dan celana hotpants. Aku berdiri di dekat pembatas sambil melihat ke arah bawah menikmati suasana pagi di sana. Hingga pandanganku tidak sengaja melihat sesuatu yang menarik untuk dipandang.Dari atas sini, aku bisa melihat Olivia dan teman-temannya tengah berlari pagi. Aku juga melihat ayah menaiki mobil berwarna hitam, lalu pergi setelah melambaikan tangannya kepada Olivia. Aku tidak tahu kemana perginya ayah sepagi ini. Karena aku pun sudah lupa dengan aktivitas ayah setiap harinya.“Kiran,” panggil Ethan dari belakangku.Kemudian, aku bisa merasakan sentuhan lembut dari punggung, lalu ke
“Di saat aku sendiri kehilangan Mommy. Di mana Ayah?” tanyaku sambil berjalan menghampiri ayah. “Tentu saja Ayah hidup bahagia dan menjalani kehidupan dengan baik tanpa memperdulikan bagaimana hidup kami!”“Maaf, Ayah benar-benar tidak tahu kalau Adriani sudah tidak ada.” Terlihat kedua mata ayah memerah menahan tangis. Sepertinya, ayah terkejut setelah tahu mommy sudah tidak ada di dunia ini.“Aku tidak akan membiarkan hidup Ayah bahagia. Aku berjanji, aku akan membalas rasa sakit yang Mommy rasakan selama ini,” ucapku dengan nada suara yang berbisik pelan.Kulihat kedua bola mata ayah membulat setelah mendengar perkataanku. Detik berikutnya, ayah menatapku dengan nanar. Aku hanya tersenyum miring melihat reaksi ayah. Aku benar-benar tidak akan membuat hidup ayah tenang. Pokoknya, ayah harus bisa merasakan penderitaan yang selama ini aku dan mommy rasakan. Tidak ada belas kasihan kepada ayah. Lihat saja nanti, aku
“Aku tidak tahu apa rencanamu kepada keluargaku, tapi ... satu hal yang aku inginkan darimu jangan pernah datang lagi di hadapanku. Apalagi sampai keluargaku tahu kalau kau anakku! Aku akan memberikanmu berapa pun uang yang kau inginkan, tapi aku ingin kau pergi dari sini secepatnya!”“Apa?!” Aku kembali terpekik mendengar perkataan Ayah barusan.Setelah sekian lama tidak bertemu ayah hanya takut aku meminta uang darinya. Ayah juga takut, kalau aku ketahuan putri kandungnya. Padahal aku sangat merindukan ayah ketika aku bertemu dengan ayah secara tidak sengaja itu. Berarti semua yang dikatakan Ethan ada benarnya juga. Ayah tidak menginginkanku, ia benar-benar membuangku. Air mataku sudah jatuh sejak tadi karena merasa sakit hati dengan perkataan ayah padaku.“Berapa yang kau inginkan, Kiran? Aku akan memberimu berapa pun itu, tapi jangan pernah muncul di depanku atau pun keluargaku!” ucap ayah lagi
“Kiran,” panggil seseorang setelah Ethan pergi.Aku menoleh dan melihat siapa yang memanggilku. Terlihat seorang pria dengan memakai pakaian serba hitam. “Kau ... siapa?”“Kau Nona Kiran?” tanya pria itu tanpa berniat menjawab pertanyaanku. Dari mana pria ini tahu namaku. Padahal aku tidak mengenalnya.“Ya, namaku Kiran, tapi ... kau siapa?” tanyaku sambil mengerutkan keningku karena benar-benar tidak mengenal pria di depanku ini.“Tuan Julian ingin bertemu dengan Anda. Sebaiknya, Anda mengikuti saya,” ucap pria yang tidak aku kenali itu sambil memberiku kode untuk mengikutinya.Aku melihat ke arah sekelilingku, tidak ada yang sadar kami berdua bertemu. Ethan pun belum kembali, membuatku takut kalau nanti Ethan mencariku.“Ayok Nona! Waktu Anda tidak banyak,” ucap pria itu lagi karena aku tidak mengikutinya.Aku yang ingin bertemu dengan Ayah akhirnya terpaksa men