“Aaa ....”
Aku terperanjat bangun karena terkejut dengan suara teriakan seseorang yang memekakkan telingaku. Aku bisa melihat dengan jelas jika mommy sedang terkejut di ambang pintu kamarnya dengan mulut yang ditutupi oleh salah satu tangannya.
“Apa ... yang kalian lakukan?”
Aku melihat ke arah sebelahku di mana Ethan juga ikut terbangun. Ia terkejut bukan main saat melihatku.
“Kiran, apa yang kau dilakukan di kamarku?” tanya Ethan seraya turun dari ranjangnya dan menjauhiku.
“Kau tidak ingat apa yang terjadi semalam?” tanyaku balik membuat Ethan langsung mengerutkan keningnya. Ia memegang kepalanya tampak sedang berpikir.
“Apa yang kalian lakukan semalam? Katakan semuanya!” teriak mommy dengan emosi yang menggebu-gebu. Ia juga beberapa kali berteriak histeris. Kedua matanya terlihat memerah, aku yakin jika mommy sedang menahan tangisnya.
Ethan terdiam seraya menatap Mommy dalam-dalam. Ia juga melihat ke arahku dengan tatapan bingung. Kemudian, Ethan mengusap rambutnya dengan kasar sambil mengerang frustasi.
“Aku ... tidak mengingat apa pun,” lirih Ethan seraya menatap wajah mommy dengan sendu.
Aku turun dari ranjang dan mengambil blazer milikku yang tergeletak di lantai begitu saja. Lalu memakainya agar Ethan dan juga mommy tidak melihatku yang hanya memakai pakaian dalam saja. “Mommy, sebelumnya aku meminta maaf.”
Aku duduk bersimpuh di kedua kaki mommy sambil menangis. Mommy langsung menarik tubuhku agar terbangun dan kembali berdiri. Ia menatapku dalam-dalam dengan penuh kemarahan. “Kenapa kau meminta maaf, Kiran?”
“Kiran, kita tidak melakukan apa pun! Kau tidak perlu meminta maaf sampai seperti itu kepada Adriani!” timpal Ethan yang tidak terima dengan ucapanku yang tiba-tiba menangis dan meminta maaf kepada mommy.
“Ethan, kau benar-benar lupa apa yang sudah kita lakukan semalam? Kita berdua mabuk dan melakukan hal yang tidak diinginkan! Kau yang memaksaku melakukannya, Ethan! Aku tidak percaya, kau tidak mengingat kejadian semalam sedikit pun!” jelasku dengan suara meninggi dan juga bergetar karena air mataku yang keluar.
“Apa?!” pekik Ethan yang mematung. Sementara mommy, tubuhnya tiba-tiba saja ambruk ke lantai sambil menangis.
“Sayang!”
“Mommy!” Aku langsung memegang tubuh mommy dan merasa bersalah melihatnya, namun aku tidak memiliki pilihan lain.
“Jangan sentuh aku!” bentak mommy seraya melepaskan tanganku dengan keras. Mommy bangkit berdiri sambil menatapku dengan Ethan secara bergantian.
“Sayang, aku bisa jelaskan semuanya,” ucap Ethan mencoba meraih tangan mommy. Namun, tangannya kembali ditepis oleh mommy.
“Aku tidak pernah menyangka kalian melakukan hal semacam ini padaku!”
“Mom, kami berdua mabuk berat. Aku juga tidak mengerti kenapa bisa sampai melakukan hal semacam ini,” jelasku sambil menyeka air mataku.
Mommy menggelengkan kepalanya seolah tidak percaya dengan kenyataan yang harus diterimanya. Ia beringsut mundur dan berlari pergi. Ethan ikut berlari menyusul mommy keluar dari kamar. Sementara aku langsung membalikkan badanku menghadap dinding dan menyeka air mata palsuku.
Aku tersenyum sebentar setelah rencanaku ternyata berhasil. Kemudian, aku keluar dari kamar Ethan dan melihat pertengkaran diantara mommy dan Ethan di luar sana. Aku hanya tersenyum miris lalu berjalan naik ke tangga menuju lantai dua di mana kamarku berada. Aku sedang tidak mau mencampuri urusan mereka berdua, sudah cukup aku menguras air mataku untuk meyakinkan mommy jika semalam terjadi sesuatu antara aku dan Ethan.
Sebenarnya, semalam aku memberikan obat tidur milikku yang aku simpan di saku blazer secara diam-diam ketika Ethan sedang lengah aku memasukkan beberapa obat tidur ke dalam minumannya. Waktu itu, Ethan memang sudah benar-benar mabuk namun masih tersadar. Ketika Ethan menghabiskan minuman yang berisi obat tidur yang aku berikan. Tak berselang lama, Ethan langsung tertidur pulas begitu saja.
Dengan susah payah aku membawa Ethan masuk ke dalam kamarnya. Aku juga membuka pakaiannya dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Aku juga membuka blazer milikku dan menyimpannya di lantai. Setelah dirasa sempurna, aku membaringkan tubuhku di samping Ethan dan tertidur di sana. Aku tidak menyangka jika rencanaku benar-benar berhasil. Aku tidak tahu ide gila itu datang dari mana. Hanya saja aku tidak mau hamil tanpa ada seorang pria yang bertanggung jawab. Aku juga ingin membalaskan dendam ayah. Di mana ia merasa sakit hati karena perbuatan Ethan yang mengambil Mommy darinya. Selamat, Ethan, sebentar lagi hidupmu akan hancur. Anggap saja jika semua yang aku lakukan ini sebagai pembalasan setelah apa yang kalian berdua lakukan di masa lalu.
***
Setelah kejadian itu, mommy tidak pernah berbicara padaku lagi. Ia selalu bangun pagi-pagi sekali dan menyiapkan sarapan untukku dan juga Ethan. Setelah itu, ia pergi bekerja tanpa menunggu aku atau Ethan terbangun. Sementara Ethan, ia selalu menghindariku setiap kali aku bertemu dengannya. Seperti pagi ini, aku berjalan menuju dapur hendak mengambil makanan. Kulihat Ethan sedang makan sendirian di sana. Ethan yang melihatku berdiri di ambang pintu langsung mengalihkan pandangannya saat tatapan kami berdua bertemu. Ia langsung berdiri dan membuang makanannya meski belum selesai makan.
Setelah itu, ia pergi dari dapur dan melewatiku seolah aku tidak ada di sana. Dengan tingkah laku Ethan sekarang, membuatku menjadi canggung. Biasanya Ethan selalu menyapaku dan mencoba mendekatiku agar ia bisa akrab denganku sebagai ayah dan anak. Namun berbeda setelah kejadian itu, Ethan tidak pernah lagi mengatakan satu patah kata pun padaku. Ia lebih memilih menghindariku mungkin untuk menjaga perasaan mommy.
Berbicara soal mommy, meski ia marah dan tidak berbicara lagi denganku. Mommy tetap melakukan pekerjaan rumah setiap hari. Ia selalu membereskan rumah dan menyiapkan makanan sebelum dirinya pergi berangkat bekerja pagi-pagi sekali. Aku menjadi jarang bertemu dengan mommy membuatku merasa bersalah dengannya. Aku beberapa kali mencoba meminta maaf meski hanya dari dalam hatiku. Aku tahu perbuatanku salah, namun aku tidak memiliki pilihan lain selain melakukan hal seperti ini.
Malam ini, setelah satu bulan mommy mendiamkanku akhirnya ia menyuruh kami berkumpul di ruang tamu. Aku sudah duduk berhadapan dengan Ethan. Sementara mommy, ia duduk di sofa yang hanya muat untuk satu orang. Kami hanya saling diam setelah beberapa menit bertemu, tidak ada pembicaraan membuat suasana berubah menjadi canggung. Aku menundukkan kepalaku karena tidak mau melihat Ethan yang duduk di depanku. Ethan pun sama denganku, namun ia ketahuan beberapa kali melirik ke arah mommy yang sedang diam memperhatikanku dan Ethan.
“Ehem!” Mommy berdehem membuatku dan Ethan langsung menoleh ke arah mommy secara bersamaan.
Mommy menarik napasnya lalu menghembuskannya perlahan-lahan. “Aku sudah mencoba untuk memaafkan kalian selama ini. Terima kasih untuk kalian berdua karena sudah mengerti dan membiarkan aku untuk menyendiri dan memikirkan semuanya. Setelah aku pikir-pikir, kalian berdua sedang dalam keadaan mabuk. Bukan keinginan kalian melakukan hal semacam itu. Salahku karena meninggalkan kalian berdua di dalam rumah. Jadi ... aku akan menganggap kejadian itu hanyalah kecelakaan belaka. Aku akan mencoba melupakannya dan tidak pernah terjadi.”
“Benarkah, sayang? Kau memaafkanku?” tanya Ethan dengan raut wajah tidak percaya dengan perkataan mommy.
Mommy hanya menganggukkan kepalanya dengan air mata yang kembali berderai. Ethan berjalan menghampiri mommy dan memeluknya sambil menangis.
“Terima kasih, sayang. Aku berjanji tidak akan melakukan suatu hal yang membuat hatimu tersakiti,” ucap Ethan sambil mendekap mommy.
Aku tersenyum haru melihat mommy dan Ethan yang sudah seperti pasangan sejati. Mereka mampu menerima kekurangan masing-masing, dan dengan teganya aku menghancurkan rasa kepercayaan mommy kepada Ethan. Aku berjalan menghampiri mommy dan memeluknya dengan erat. Aku pun benar-benar menangis karena aku memiliki mommy yang begitu baik seperti dirinya.
Tiba-tiba aku kembali merasakan mual. Memang, beberapa hari ini rasa mual itu semakin terasa dan cukup sering, tidak seperti saat itu. Aku berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutku. Mommy berlari mengejarku bersama dengan Ethan di belakangnya. Ia berdiri di ambang pintu dan menatapku nanar, air matanya kembali menetes begitu saja.
“Kiran, sejak kapan kau mual dan muntah seperti itu?”
Mommy dan Ethan langsung membawaku ke sebuah rumah sakit yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal kami. Aku terbangun dari ranjang yang terbuat dari besi itu setelah seorang dokter perempuan baru saja selesai memeriksa kandunganku. “Bagaimana hasilnya Dok?” tanya mommy yang begitu tak sabar mendengar jawabannya. Dokter itu menoleh ke arah mommy lalu tersenyum seolah akan memberikan kabar bahagia namun bencana untukku. “Selamat, Nyonya, putri anda sedang mengandung,” ucap Dokter itu sambil tersenyum ramah kepada mommy dan juga Ethan secara bergantian. Mommy langsung melihat ke arahku dengan nanar, aku langsung mengalihkan pandanganku karena tak mau melihat mommy yang sangat marah padaku. “Saya pamit dulu, untuk obat dan vitamin hamil sudah saya resepkan untuk putri anda,” lanjut dokter seraya keluar dari ruangan itu. “Mom-“ “Kita pulang!” ucap mommy dengan suara tegas sambil keluar dari ruangan tanpa memperdulikan aku dan ju
Aku berdiri di depan cermin melihat pantulan diriku sendiri. Tubuhku memakai gaun pengantin berwarna putih membuatku tampak terlihat begitu cantik. Aku menatap bayanganku sendiri namun tidak ada senyuman yang terukir di wajahku. Tidak seperti pengantin biasanya yang tersenyum bahagia di hari pernikahannya. Berbeda denganku, aku cukup gelisah dan khawatir dengan acara yang akan berlangsung. Aku takut jika Ethan tiba-tiba saja pergi atau membatalkan pernikahan ini dan membuatku atau mommy merasa malu. Berbicara soal mommy, ia tidak berbicara denganku lagi. Mommy lebih banyak menghabiskan waktu mengurus semua pernikahanku tanpa berdiskusi denganku terlebih dahulu. Bahkan, gaun pengantin ini pun mommy yang memilihkannya untukku tanpa sepengetahuan diriku. Aku memakainya langsung di hari pernikahanku tanpa aku coba terlebih dahulu. Beruntungnya, gaun ini muat di tubuhku yang ramping. Mommy memang selalu ahli dalam memilih pakaian apa pun untukku. “Kiran,” panggil seseorang yang s
Aku masuk ke dalam rumah untuk menyusul Ethan yang sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Kemudian, aku cukup terkejut setelah melihat mommy yang duduk di sofa dengan koper dan beberapa barang miliknya yang terletak di sebelahnya. “Mommy, mau kemana?” tanyaku yang tetap berdiri di ambang pintu dengan kedua bola mata yang membulat. “Kiran, Mommy akan pindah rumah dan tidak akan tinggal di sini lagi,” jawab mommy sambil melihatku dengan raut wajah yang berantakan. “Tidak, aku ingin kau tetap tinggal bersamaku, Adriani!” tolak Ethan yang tidak menyetujui mommy pergi dari rumahnya. “Ethan, sekarang kau adalah menantuku. Aku tidak sanggup melihat kalian berdua jika tetap tinggal di rumah ini,” timpal mommy seraya bangkit dari duduknya. “Tidak, Adriani! Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi!” tegas Ethan seraya menghalangi jalan mommy untuk tidak pergi. “Ethan, mulai sekarang aku adalah mertuamu. Kau tidak memiliki hak untuk mengaturku la
“Ethan, apa kau lupa jika aku sedang mengandung darah dagingmu?” tanyaku dengan suara tercekat setelah perlakuan Ethan yang hampir saja membahayakan kandunganku. Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa dengan mudah berubah sikap padaku. Padahal, Ethan selalu terlihat baik dan juga romantis saat bersama mommy. Lalu, kenapa ketika bersamaku Ethan bersikap seperti ini? Selalu ada kemarahan yang aku lihat di raut wajahnya membuatku merasa sedih setelah menikah. Seharusnya aku senang karena akhirnya rencanaku berhasil. Tapi ... kenapa perasaanku mengatakan hal yang sebaliknya? “Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi malam itu, Kiran? Aku bukanlah orang yang dengan mudah meniduri wanita ketika aku mabuk!” tanya Ethan yang dengan suara tinggi saat berbicara denganku. Aku hanya bisa terdiam sambil melihat Ethan dengan air mata tertahan. Tidak mungkin jika aku menceritakan semua yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau rencanaku yang sudah berhasil ini gagal beg
Drrt ... drrt ... drrt Ponselku bergetar tanda ada panggilan yang masuk dari seseorang. Aku mengambil ponselku yang sengaja aku letakkan di atas meja. Terlihat nama Ethan tertera di layar ponsel. Aku mengerutkan keningku karena Ethan tidak pernah meneleponku sejak kejadian itu. “Kenapa Ethan meneleponku?” tanyaku dengan kening berkerut lalu menggeser logo berwarna hijau dan mendekatkan ponsel ke arah telinga. “Hallo, Ethan. Ada apa kau menelponku?” “Kiran....” Terdengar suara isakan tangis di sebrang telpon sana membuat kedua alisku hampir saja menyatu mendengar Ethan yang terisak. Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. “Ethan, kenapa kau menangis? Ada apa?!” “Adriani bunuh diri tadi malam.” Sebuah fakta yang terucap dari bibir Ethan membuatku terkejut bukan main. Aku langsung berdiri dari dudukku karena tidak percaya dengan ucapan Ethan barusan. “Apa?!” Aku terpekik, suaraku bahkan tercekat. Air mataku lolos begitu saja tanpa perinta
“Kiran, Adriani menyelamatkanmu ketika Julian membuangmu!” tegas Ethan membuatku langsung menoleh ke arahnya karena tidak percaya. “Apa maksudmu berkata seperti itu?” tanyaku dengan kedua alis yang hampir menyatu. Rasanya tidak mungkin ayahku membuang aku begitu saja. Aku sangat mengenalnya dan ia adalah pria pertama yang aku kenal dengan baik selama hidupku. Ethan terdiam seraya menutup mulutnya dengan salah satu tangannya seolah ia baru saja mengatakan sesuatu yang salah. “Lupakan!” Aku mengerutkan keningku dan melihat Ethan dengan tatapan menyelidik. Aku berpikir jika Ethan sedang menyembunyikan sesuatu dariku. *** Pemakaman mommy sudah selesai beberapa jam yang lalu. Aku kembali pulang dengan perasaan hampa. Aku hanya duduk sendirian dengan air mata yang memerah karena habis menangis. Ethan hanya menyuruh orang lain untuk mengantarku pulang. Aku tidak tahu, Ethan pergi kemana karena sampai sekarang pun aku belum melihat batang hidungnya. A
“Ethan, aku adalah istrimu. Hanya karena kau memberiku uang setiap bulan padaku. Bukan berarti, aku bahagia, Ethan.” “Lalu, apa yang kau inginkan dariku? Kasih sayang dan cinta?” tanya Ethan sambil tersenyum mengejek membuatku merasa marah. “Apa salah jika aku meminta belaian kasih sayang dari suamiku sendiri?” tanyaku seraya menatap nanar ke arah Ethan. Bagaimanapun setelah pernikahan itu aku sudah sah menjadi istri dari seorang Ethan. Aku juga merasa pantas mendapatkan kasih sayang dan juga cinta dari suamiku sendiri. Apalagi sekarang aku sedang mengandung, membuatku sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang suami untuk menguatkan diriku sendiri. Memang, bayi yang aku kandung bukanlah darah daging dari pria yang sudah kujebak itu. Namun, apa salah jika aku meminta sedikit rasa kasih sayang kepada Ethan? Seperti yang selalu Ethan lakukan kepada mommy dulu. “Kiran, apa kau tidak merasa canggung denganku? Kematian Adriani saja baru beberapa bulan ya
Aku tidak mendengarkan ocehan Ethan padaku karena terfokus dengan rasa sakit yang luar biasa di bagian perutku. Rasanya benar-benar sakit sampai aku kesulitan untuk bernapas. Aku menoleh ke arah Ethan dengan air mata yang sudah berderai. “Ethan, perutku terasa sakit!” Aku berteriak sambil mengerang kesakitan. Suaraku begitu lirih dengan raut wajah yang begitu panik. Ethan terdiam setelah melihatku yang menatapnya dengan tatapan minta tolong. Ia hanya mematung dan tidak bergeming sedikit pun. “Ethan, tolong ... aku,” lirihku lagi. Ethan tersadar lalu berjalan menghampiriku. Kedua matanya langsung membulat setelah melihat sudah banyak darah segar yang membasahi pakaian bagian bawah. “Kiran, apa yang terjadi?” tanya Ethan dengan raut wajah yang mulai panik. Ia hanya terdiam membeku sambil menatap cairan kental berwarna merah yang terus saja keluar tanpa henti. “Ethan, apakah kau bisa menolongku untuk membawaku ke rumah sakit?” “Te
"Sampai berjumpa lagi," ucapku kemudian kepada Olivia.Olivia menganggukkan kepalanya, lalu berjalan pergi bersama teman-temannya. Ethan datang menghampiriku dan melihatku dengan tatapan berkerut."Kenapa kau tidak ikut bersama mereka?" tanya Ethan sambil mengerutkan keningnya."Aku tidak mau kau menunggu terlalu lama hanya memperhatikan dari kejauhan," jawabku sambil menghela napasnya panjang tanpa melihat ke arah Ethan dan terus memperhatikan Olivia yang sudah mulai menjauh bersama teman-temannya."Kau bisa pergi tanpa mengkhawatirkanku," ucap Ethan lagi.Aku menggelengkan kepalaku lagi. "Olivia akan pergi untuk melihat hadiah yang diberikan oleh ayah untuknya. Aku tidak mungkin datang karena Ayah pasti langsung mengenaliku. Kita bisa melihatnya dari kejauhan saja."***Benar saja, di depan hotel Olivia dan teman-temannya menunggu kedatangan ayah. Aku dan Ethan memantau mereka dari kejauhan, meski begitu aku masih bisa mendengar pem
“Dan dengan siapa kau datang ke sini?” tanya Sherly lagi padahal aku belum menjawab pertanyaan dari Kayla. Ah, itu ... bagaimana aku harus menjawabnya? “Ah, itu … aku datang untuk—” Drrt … drrt … drrt Ponsel Olivia tiba-tiba saja bergetar membuatku merasa lega karena tidak perlu menjawab pertanyaan barusan. “Sebentar, aku harus menjawab teleponnya. Ini dari Ayahku,” ucap Olivia saambil tersenyum ke arahku, lalu mulai mengangkat telepon dari Ayah itu. Aku hanya bisa melihatnya dengan tatapan nanar ketika Olivia tersenyum mengangkat telepon dari ayah. Sementara aku tidak pernah menerima telepon darinya. Jangankan untuk tersenyum seperti itu, menanyakan kabar saja ayah tidak pernah. Ayah malah memintaku untuk pergi karena tidak ingin aku dekat-dekat dengan keluarganya yang baru. Hah, Ayah benar-benar tega padaku! Aku tidak akan pernah melakukan semua yang ayah inginkan padaku. Aku akan terus memperjuangkan hakku, jika aku adalah ana
Aku terdiam mencerna semua perkataan Ethan padaku barusan. Aku ikut berpikir setelah mengerti apa yang Ethan maksud itu. ‘Sesuatu yang tidak terduga?’ hingga sebuah ide melintas di benakku, sepertinya aku mengerti apa yang dimaksud oleh Ethan barusan.“Ethan, aku mengerti maksudmu,” ucapku sambil tersenyum dan melihat ke arah Olivia dengan penuh rencana di pikiranku.“Apa itu?” tanya Ethan sambil melihatku dengan kening berkerut.“Lihat saja apa yang akan aku lakukan.”Aku melihat Olivia dengan penuh rencana di pikiranku. Terlihat Olivia yang tidak sadar jika aku sedang memperhatikannya. Ia sibuk melihat menu yang tersedia bersama teman-temannya. Hingga tiba-tiba Olivia bangkit dari duduknya, membuatku langsung berdiri dan berjalan bergegas menghampiri Olivia.BRAK!Aku sengaja menabrakkan tubuhku ke arah Olivia, membuatku terjatuh ke lantai. Di saat yang bersamaan, Olivia langsung melihat ke a
“Kau benar, apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku juga harus memakai pakaian olah raga untuk berlari di area pantai dan bertemu dengan Olivia?” tanyaku yang merasa panik sendiri.Ethan terkekeh melihat reaksiku. “Tenanglah, Kiran! Kita akan memakai cara lain agar bisa bertemu dengan Olivia, secara natural tentu saja.”“Bagaimana caranya?” tanyaku dengan kening berkerut karena penasaran dengan apa yang akan Ethan lakukan padaku.***Ethan membawaku ke sebuah cafe yang terletak di dekat pantai. Aku mengernyitkan alisku ketika Ethan membawaku ke tempat seperti itu.“Kenapa kita datang ke sini, Ethan?” tanyaku sambil melihat ke arah sekelilingku karena tidak ada Olivia atau pun teman-temannya di sana.Ethan hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku. Ia duduk di salah satu kursi kosong yang terletak di dekat jendela di mana bisa melihat pesisir pantai dari sana.“Aku pernah melih
Aku kembali tersenyum kecil seraya menghembuskan napasku dengan kasar. Aku kembali mengingat ketika ayah tidak menginginkan kehadiranku dan menyuruh aku untuk segera pergi. Aku mengalihkan pandanganku melihat lurus ke depan.“Sebenarnya, aku tidak baik-baik saja. Itulah kenapa, aku sedang berpikir untuk mencari cara agar aku bisa masuk ke keluarga Ayah,” ucapku dengan suara lirih tapi tegas.“A-pa?” pekik Ethan dengan nada suara terbata-bata. “Apa maksudmu, Kiran? Aku tidak mengerti.”“Selama bertahun-tahun, aku salah paham kepada Mommy dan menyalahkannya atas hancurnya keluargaku, tapi rupanya Ayah yang salah. Selama ini, Ayah hidup dengan baik dan bahagia bersama keluarga barunya. Aku berniat untuk membalaskan dendamku dan juga Mommy. Olivia harus tahu, jika ia memiliki saudari, dia bukanlah anak satu-satunya, seperti yang Ayah katakan saat pesta,” jelasku sambil menahan air mataku agar tidak terjatuh di depan Ar
Aku terbangun pagi-pagi sekali. Terlihat Ethan yang masih tertidur lelap karena semalam pulang larut malam dan mabuk berat. Beruntungnya, aku tidak terlalu mabuk, membuat kepalaku tidak terlalu pusing. Aku membersihkan wajahku, lalu membuat teh hangat karena cuaca pagi ini yang terasa begitu dingin. Aku keluar ke balkon kamar hanya memakai kemeja putih kebesaran dan celana hotpants. Aku berdiri di dekat pembatas sambil melihat ke arah bawah menikmati suasana pagi di sana. Hingga pandanganku tidak sengaja melihat sesuatu yang menarik untuk dipandang.Dari atas sini, aku bisa melihat Olivia dan teman-temannya tengah berlari pagi. Aku juga melihat ayah menaiki mobil berwarna hitam, lalu pergi setelah melambaikan tangannya kepada Olivia. Aku tidak tahu kemana perginya ayah sepagi ini. Karena aku pun sudah lupa dengan aktivitas ayah setiap harinya.“Kiran,” panggil Ethan dari belakangku.Kemudian, aku bisa merasakan sentuhan lembut dari punggung, lalu ke
“Di saat aku sendiri kehilangan Mommy. Di mana Ayah?” tanyaku sambil berjalan menghampiri ayah. “Tentu saja Ayah hidup bahagia dan menjalani kehidupan dengan baik tanpa memperdulikan bagaimana hidup kami!”“Maaf, Ayah benar-benar tidak tahu kalau Adriani sudah tidak ada.” Terlihat kedua mata ayah memerah menahan tangis. Sepertinya, ayah terkejut setelah tahu mommy sudah tidak ada di dunia ini.“Aku tidak akan membiarkan hidup Ayah bahagia. Aku berjanji, aku akan membalas rasa sakit yang Mommy rasakan selama ini,” ucapku dengan nada suara yang berbisik pelan.Kulihat kedua bola mata ayah membulat setelah mendengar perkataanku. Detik berikutnya, ayah menatapku dengan nanar. Aku hanya tersenyum miring melihat reaksi ayah. Aku benar-benar tidak akan membuat hidup ayah tenang. Pokoknya, ayah harus bisa merasakan penderitaan yang selama ini aku dan mommy rasakan. Tidak ada belas kasihan kepada ayah. Lihat saja nanti, aku
“Aku tidak tahu apa rencanamu kepada keluargaku, tapi ... satu hal yang aku inginkan darimu jangan pernah datang lagi di hadapanku. Apalagi sampai keluargaku tahu kalau kau anakku! Aku akan memberikanmu berapa pun uang yang kau inginkan, tapi aku ingin kau pergi dari sini secepatnya!”“Apa?!” Aku kembali terpekik mendengar perkataan Ayah barusan.Setelah sekian lama tidak bertemu ayah hanya takut aku meminta uang darinya. Ayah juga takut, kalau aku ketahuan putri kandungnya. Padahal aku sangat merindukan ayah ketika aku bertemu dengan ayah secara tidak sengaja itu. Berarti semua yang dikatakan Ethan ada benarnya juga. Ayah tidak menginginkanku, ia benar-benar membuangku. Air mataku sudah jatuh sejak tadi karena merasa sakit hati dengan perkataan ayah padaku.“Berapa yang kau inginkan, Kiran? Aku akan memberimu berapa pun itu, tapi jangan pernah muncul di depanku atau pun keluargaku!” ucap ayah lagi
“Kiran,” panggil seseorang setelah Ethan pergi.Aku menoleh dan melihat siapa yang memanggilku. Terlihat seorang pria dengan memakai pakaian serba hitam. “Kau ... siapa?”“Kau Nona Kiran?” tanya pria itu tanpa berniat menjawab pertanyaanku. Dari mana pria ini tahu namaku. Padahal aku tidak mengenalnya.“Ya, namaku Kiran, tapi ... kau siapa?” tanyaku sambil mengerutkan keningku karena benar-benar tidak mengenal pria di depanku ini.“Tuan Julian ingin bertemu dengan Anda. Sebaiknya, Anda mengikuti saya,” ucap pria yang tidak aku kenali itu sambil memberiku kode untuk mengikutinya.Aku melihat ke arah sekelilingku, tidak ada yang sadar kami berdua bertemu. Ethan pun belum kembali, membuatku takut kalau nanti Ethan mencariku.“Ayok Nona! Waktu Anda tidak banyak,” ucap pria itu lagi karena aku tidak mengikutinya.Aku yang ingin bertemu dengan Ayah akhirnya terpaksa men