Aku langsung membalikkan badanku melihat ke arah Ardian. Aku menatap Ardian tidak percaya.
“Kau mengajakku kembali padamu karena uang tabungan bersama kita?” tanyaku dengan suara pelan karena terkejut dengan apa yang dikatakan Ardian kepadaku.
Ardian, bisa-bisanya ia datang kepadaku hanya demi uang tabungan bersama. Memang, aku dan Ardian membuat tabungan bersama untuk biaya pernikahan dan masa depan kita nanti. Tentu saja yang dikumpulkan itu disimpan di dalam rekeningku. Padahal jika dipikir-pikir lagi uang tabungan itu lebih banyak diisi olehku daripada Ardian.
“Ardian, apa kau benar-benar tidak tahu malu?”
“Kiran, salahmu yang tidak mau kembali bersamaku lagi. Padahal, uang itu bisa kita miliki bersama sesuai niat awal kita. Tetapi sekarang, semuanya berbeda. Kau mengecewakanku dengan tidak mau bersamaku lagi. Jadi ... aku terpaksa meminta uang milikku kembali,” jelas Ardian seraya melangkah menghampiriku.
“Uang itu bukan milikmu lagi. Anggap saja uang yang kau tabungkan itu sebagai tanda perminta maafmu karena sudah membuatku sakit hati. Dengan begitu, aku akan memaafkanmu sepenuh hati.” Aku menyilangkan kedua tanganku dan menyimpannya di depan dada. Aku juga tersenyum miring, membuat Ardian semakin tidak terima.
“Aku tidak setuju dengan keputusanmu itu! Kembalikan uangku atau aku akan menyakitimu!” ancam Ardian dengan wajah yang terlihat begitu marah.
“Ardian, aku tidak pernah menyangka jika selama ini aku memiliki hubungan dengan orang brengsek sepertimu. Orang lain juga bisa menilai bagaimana sikap aslimu ini. Hal yang paling aku sesali seumur hidupku adalah berpacaran denganmu!”
“Kiran, kau tidak perlu mengalihkan pembicaraan! Aku hanya membutuhkan uangku kembali. Setelah itu, aku tidak akan menemuimu lagi!” pinta Ardian dengan emosi yang menggebu-gebu.
Aku menggelengkan kepalaku dengan pelan. “Aku tidak akan memberikannya kepadamu. Uang itu bukan milikmu lagi!”
Aku beringsut mundur lalu melenggang keluar tanpa beban. Ardian yang tidak terima dengan semua yang aku katakan langsung membanting meja yang berada di dekatnya sampai harus diamankan oleh petugas di sana. Sementara aku, hanya bisa tersenyum menikmati kemarahan Ardian dari dalam taksi yang baru saja aku naiki.
Aku pulang setelah matahari sudah berubah menjadi bulan di atas langit. Aku memang mampir dulu ke beberapa tempat hanya untuk menenangkan pikiran dan juga jiwaku. Setelah dirasa tenang, aku memutuskan untuk pulang ke rumahku malam-malam.
“Kiran, dari mana saja kau? Mom menunggumu sejak tadi!” teriak mommy dari dapur ketika melihatku menaiki tangga menuju kamarku.
Aku sedang tidak ingin bertengkar dengan mommy. Aku hanya ingin kembali menangkan diri dengan cara menyendiri di kamar. Bukan hal yang mudah bagiku melepaskan Ardian dari dalam hidupku. Ada rasa senang ketika melihat Ardian begitu marah ketika uang yang ia tabungkan tidak aku berikan. Tetapi, rasa sedih pun tidak kalah dominan di dalam hatiku membuat suasana hatiku begitu kacau.
“Kiran, buka pintunya!” Terdengar suara teriakan mommy dari balik pintu. Ia juga mengetuk pintu beberapa kali menghasilkan suara yang begitu keras. “Apa kau baru putus dengan kekasihmu sampai kau bersikap seperti ini kepada Mommy?!”
“Tinggalkan aku sendiri, Mom! Aku sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun.” Aku ikut berteriak dari dalam kamar.
“Kiran, jangan buat Mom terus saja marah-marah kepadamu! Kau sudah besar dan tidak pantas bersikap seperti anak kecil begini!”
“Sayang ... sudahlah. Biarkan Kiran menenangkan dirinya dulu di kamar. Mungkin, Kiran memang sedang tidak ingin menemui siapa pun dulu.” Terdengar suara ayah tiriku di balik pintu kamar.
“Ethan, mau sampai kapan kau membela Kiran terus! Jika terus saja dibiarkan sikap Kiran semakin keras kepala!” balas mommy yang masih saja marah-marah.
“Sudahlah, lebih baik kita membereskan barang-barang yang akan kita bawa pindah daripada marah-marah tidak jelas seperti ini,” ajak Ethan dengan suara tenangnya. Detik berikutnya, hanya terdengar suara langkah kaki yang menjauhi kamarku.
***
Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya kami sampai di depan sebuah rumah milik Ethan—ayah tiriku. Sebuah rumah yang cukup besar berdiri cukup kokoh di pertengahan kota. Aku masuk ke dalam rumah itu setelah Ethan membukakan pintu untukku dan juga mommy. Aku langsung menyapu seluruh pandanganku setelah melihat isi rumah. Rumah ini cukup besar dibandingkan rumahku yang dulu.
“Kiran, kamarmu di lantai dua,” ucap Ethan tiba-tiba, membuatku langsung menoleh ke arahnya.
“Lantai dua?” tanya mommy dengan kening berkerut.
“Ya, aku tahu jika Kiran lebih suka menyendiri. Jadi, aku memberi ruangan pribadi untuknya di lantai dua,” jelas Ethan seraya mengedipkan matanya ke arahku.
Selama ini, memang Ethan memperlakukanku dengan cukup baik. Namun, aku tetap membencinya karena sudah berani merebut mommy dari ayahku. Kebahagiaanku memiliki keluarga yang sempurna membuat harapanku hanya angan-angan saja ketika Ethan masuk ke dalam kehidupan mommy dan merebutnya begitu saja dari ayahku.
Aku hanya tersenyum kecut tanpa ingin membalas perkataan Ethan. Aku menarik tas koperku menuju lantai atas di mana kamarku berada. Terdapat ruang santai ketika aku sampai di ujung tangga lantai atas. Di sebelahnya ada sebuah pintu yang aku tebak adalah kamarku. Aku masuk ke dalam ruangan itu, terlihat sebuah kamar yang bernuansa biru muda bercampur warna putih. Bahkan, dekorasi yang tersimpan dengan rapi pun rata-rata berwarna biru muda. Kamar ini cukup lengkap dengan adanya kamar mandi di dalam, membuatku tidak perlu repot-repot keluar kamar jika ingin ke kamar mandi.
Tiba-tiba saja aku merasakan pusing di kepala. Perutku terasa mual seperti ingin mengeluarkan sesuatu. Aku langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahkannya di sana. Memang, beberapa hari ini badanku terasa begitu tidak enak. Akan tetapi, rasa sakit seperti ini baru pertama kali aku rasakan. Aku membasuh mulutku setelah selesai, lalu duduk di atas kasur dengan perasaan gelisah.
“Tunggu, sudah berapa lama aku tidak datang bulan?” tanyaku setelah tersadar.
Aku baru teringat jika bulan ini aku terlambat datang bulan. Aku mengambil tasku dan membukanya. Aku mencari benda pipih yang selalu aku bawa kemana pun. Memang, aku menjadi khawatir setiap aku selesai berhubungan dengan Ardian. Setelah aku menemukan benda pipih itu, aku langsung kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk mengeceknya. Kali ini aku benar-benar gelisah dan juga takut.
Setelah beberapa menit menunggu, aku mengambil alat tes kehamilan itu dari gelas yang berisi urine milikku. Ketika kulihat, hasilnya seketika membuatku membulatkan kedua bola mata. Aku diam mematung dan langsung ambruk ke lantai karena tidak sanggup menahan tubuhku yang tiba-tiba saja melemas begitu saja.
Aku … hamil?
Aku membungkam mulut dengan kedua tanganku sendiri. Mataku terbelalak melihat benda pipih yang ada di tangan. Terdapat dua garis berwarna merah di sana, pertanda jika aku sedang mengandung. “Aku ... hamil?” Suaraku gemetar karena benar-benar takut. “Bagaimana bisa aku hamil?” Aku memegang dengan erat alat tes kehamilan itu, lalu berjalan keluar kamar mandi dengan gontai. Kemudian, aku duduk di kasur dengan perasaan yang begitu gelisah bercampur takut. Kenapa aku tidak menyadari kehamilanku jauh-jauh hari? “Ardian, kau benar-benar membuatku tersiksa meski pun sudah terlepas darimu!” “Kiran,” panggil mommy yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Memang, kebiasaan mommy selalu seperti itu, membuat privasiku sedikit terganggu. Dengan gerakan cepat aku langsung menyembunyikan benda pipih dan panjang itu ke belakang tubuhku. Aku tidak ingin mommy tahu jika aku hamil. “Ada apa Mom?” tanyaku dengan suar
Aku diam mematung melihat adegan di depanku, air mataku tertahan tanpa aku bisa mengedipkannya. Aku bisa melihat dengan jelas Ardian sedang berhubungan dengan Resa, sahabatku. Aku tidak pernah tahu jika kelakuan Ardian lebih brengsek dari yang aku kira. Sudah cukup, ia berselingkuh dengan seorang wanita yang tidak aku kenal. Tapi sekarang, Ardian jelas-jelas berselingkuh dengan sahabatku sendiri. Aku dikhianati oleh dua orang sekaligus membuat dadaku terasa sesak begitu saja. Oksigen di ruangan itu seperti hilang dan menguap begitu saja membuatku tak bisa bernapas. “Kiran?” pekik Ardian dan Resa bersamaan. Ardian turun dari atas tubuh Resa lalu dengan cepat menyambar pakaiannya yang tergeletak di mana saja. Sementara Resa, ia menyelimuti dirinya dengan selimut tebal agar tubuhnya tidak terlihat olehku. “Kiran, Apa yang sebenarnya kau lakukan di sini? Kau baru saja mengganggu kami berdua!” tanya Ardian setelah selesai memakai celananya dan berjalan dengan cepa
Aku turun dari taxi setelah sampai di depan rumahku. Aku berjalan dengan gontai masuk ke dalam rumah. Terlihat Mommy dan Ethan yang sedang berbincang di ruang tamu. Melihatku datang, mereka berdua langsung terdiam. Mommy langsung beranjak dari duduknya dan menatapku tidak suka. “Semalam kau menginap di mana, Kiran?” tanya Mommy seraya berkacak pinggang penuh emosi. “Aku tidak tidur,” jawabku sambil berlalu pergi menuju anak tangga. Memang, setelah pergi dari apartemen Ardian aku pergi ke sebuah Club untuk menenangkan diri. Aku mencoba meminum alkohol untuk melupakan masalahku sejenak. Namun, aku teringat dengan kandunganku, membuat aku tidak jadi meminumnya. Aku keluar dari Club itu dengan perasaan kacau balau. Aku menangis histeris di sana menumpahkan semua rasa sakitku. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang melihatku dan bertanya keadaanku. Setelah dirasa tenang, aku langsung naik taxi dan melakukan perjalanan berjam-jam menuju rumah Ethan. Aku tidak tid
“Aaa ....” Aku terperanjat bangun karena terkejut dengan suara teriakan seseorang yang memekakkan telingaku. Aku bisa melihat dengan jelas jika mommy sedang terkejut di ambang pintu kamarnya dengan mulut yang ditutupi oleh salah satu tangannya. “Apa ... yang kalian lakukan?” Aku melihat ke arah sebelahku di mana Ethan juga ikut terbangun. Ia terkejut bukan main saat melihatku. “Kiran, apa yang kau dilakukan di kamarku?” tanya Ethan seraya turun dari ranjangnya dan menjauhiku. “Kau tidak ingat apa yang terjadi semalam?” tanyaku balik membuat Ethan langsung mengerutkan keningnya. Ia memegang kepalanya tampak sedang berpikir. “Apa yang kalian lakukan semalam? Katakan semuanya!” teriak mommy dengan emosi yang menggebu-gebu. Ia juga beberapa kali berteriak histeris. Kedua matanya terlihat memerah, aku yakin jika mommy sedang menahan tangisnya. Ethan terdiam seraya menatap Mommy dalam-dalam. Ia juga melihat ke arahku dengan tatapan b
Mommy dan Ethan langsung membawaku ke sebuah rumah sakit yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal kami. Aku terbangun dari ranjang yang terbuat dari besi itu setelah seorang dokter perempuan baru saja selesai memeriksa kandunganku. “Bagaimana hasilnya Dok?” tanya mommy yang begitu tak sabar mendengar jawabannya. Dokter itu menoleh ke arah mommy lalu tersenyum seolah akan memberikan kabar bahagia namun bencana untukku. “Selamat, Nyonya, putri anda sedang mengandung,” ucap Dokter itu sambil tersenyum ramah kepada mommy dan juga Ethan secara bergantian. Mommy langsung melihat ke arahku dengan nanar, aku langsung mengalihkan pandanganku karena tak mau melihat mommy yang sangat marah padaku. “Saya pamit dulu, untuk obat dan vitamin hamil sudah saya resepkan untuk putri anda,” lanjut dokter seraya keluar dari ruangan itu. “Mom-“ “Kita pulang!” ucap mommy dengan suara tegas sambil keluar dari ruangan tanpa memperdulikan aku dan ju
Aku berdiri di depan cermin melihat pantulan diriku sendiri. Tubuhku memakai gaun pengantin berwarna putih membuatku tampak terlihat begitu cantik. Aku menatap bayanganku sendiri namun tidak ada senyuman yang terukir di wajahku. Tidak seperti pengantin biasanya yang tersenyum bahagia di hari pernikahannya. Berbeda denganku, aku cukup gelisah dan khawatir dengan acara yang akan berlangsung. Aku takut jika Ethan tiba-tiba saja pergi atau membatalkan pernikahan ini dan membuatku atau mommy merasa malu. Berbicara soal mommy, ia tidak berbicara denganku lagi. Mommy lebih banyak menghabiskan waktu mengurus semua pernikahanku tanpa berdiskusi denganku terlebih dahulu. Bahkan, gaun pengantin ini pun mommy yang memilihkannya untukku tanpa sepengetahuan diriku. Aku memakainya langsung di hari pernikahanku tanpa aku coba terlebih dahulu. Beruntungnya, gaun ini muat di tubuhku yang ramping. Mommy memang selalu ahli dalam memilih pakaian apa pun untukku. “Kiran,” panggil seseorang yang s
Aku masuk ke dalam rumah untuk menyusul Ethan yang sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Kemudian, aku cukup terkejut setelah melihat mommy yang duduk di sofa dengan koper dan beberapa barang miliknya yang terletak di sebelahnya. “Mommy, mau kemana?” tanyaku yang tetap berdiri di ambang pintu dengan kedua bola mata yang membulat. “Kiran, Mommy akan pindah rumah dan tidak akan tinggal di sini lagi,” jawab mommy sambil melihatku dengan raut wajah yang berantakan. “Tidak, aku ingin kau tetap tinggal bersamaku, Adriani!” tolak Ethan yang tidak menyetujui mommy pergi dari rumahnya. “Ethan, sekarang kau adalah menantuku. Aku tidak sanggup melihat kalian berdua jika tetap tinggal di rumah ini,” timpal mommy seraya bangkit dari duduknya. “Tidak, Adriani! Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi!” tegas Ethan seraya menghalangi jalan mommy untuk tidak pergi. “Ethan, mulai sekarang aku adalah mertuamu. Kau tidak memiliki hak untuk mengaturku la
“Ethan, apa kau lupa jika aku sedang mengandung darah dagingmu?” tanyaku dengan suara tercekat setelah perlakuan Ethan yang hampir saja membahayakan kandunganku. Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa dengan mudah berubah sikap padaku. Padahal, Ethan selalu terlihat baik dan juga romantis saat bersama mommy. Lalu, kenapa ketika bersamaku Ethan bersikap seperti ini? Selalu ada kemarahan yang aku lihat di raut wajahnya membuatku merasa sedih setelah menikah. Seharusnya aku senang karena akhirnya rencanaku berhasil. Tapi ... kenapa perasaanku mengatakan hal yang sebaliknya? “Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi malam itu, Kiran? Aku bukanlah orang yang dengan mudah meniduri wanita ketika aku mabuk!” tanya Ethan yang dengan suara tinggi saat berbicara denganku. Aku hanya bisa terdiam sambil melihat Ethan dengan air mata tertahan. Tidak mungkin jika aku menceritakan semua yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau rencanaku yang sudah berhasil ini gagal beg
"Sampai berjumpa lagi," ucapku kemudian kepada Olivia.Olivia menganggukkan kepalanya, lalu berjalan pergi bersama teman-temannya. Ethan datang menghampiriku dan melihatku dengan tatapan berkerut."Kenapa kau tidak ikut bersama mereka?" tanya Ethan sambil mengerutkan keningnya."Aku tidak mau kau menunggu terlalu lama hanya memperhatikan dari kejauhan," jawabku sambil menghela napasnya panjang tanpa melihat ke arah Ethan dan terus memperhatikan Olivia yang sudah mulai menjauh bersama teman-temannya."Kau bisa pergi tanpa mengkhawatirkanku," ucap Ethan lagi.Aku menggelengkan kepalaku lagi. "Olivia akan pergi untuk melihat hadiah yang diberikan oleh ayah untuknya. Aku tidak mungkin datang karena Ayah pasti langsung mengenaliku. Kita bisa melihatnya dari kejauhan saja."***Benar saja, di depan hotel Olivia dan teman-temannya menunggu kedatangan ayah. Aku dan Ethan memantau mereka dari kejauhan, meski begitu aku masih bisa mendengar pem
“Dan dengan siapa kau datang ke sini?” tanya Sherly lagi padahal aku belum menjawab pertanyaan dari Kayla. Ah, itu ... bagaimana aku harus menjawabnya? “Ah, itu … aku datang untuk—” Drrt … drrt … drrt Ponsel Olivia tiba-tiba saja bergetar membuatku merasa lega karena tidak perlu menjawab pertanyaan barusan. “Sebentar, aku harus menjawab teleponnya. Ini dari Ayahku,” ucap Olivia saambil tersenyum ke arahku, lalu mulai mengangkat telepon dari Ayah itu. Aku hanya bisa melihatnya dengan tatapan nanar ketika Olivia tersenyum mengangkat telepon dari ayah. Sementara aku tidak pernah menerima telepon darinya. Jangankan untuk tersenyum seperti itu, menanyakan kabar saja ayah tidak pernah. Ayah malah memintaku untuk pergi karena tidak ingin aku dekat-dekat dengan keluarganya yang baru. Hah, Ayah benar-benar tega padaku! Aku tidak akan pernah melakukan semua yang ayah inginkan padaku. Aku akan terus memperjuangkan hakku, jika aku adalah ana
Aku terdiam mencerna semua perkataan Ethan padaku barusan. Aku ikut berpikir setelah mengerti apa yang Ethan maksud itu. ‘Sesuatu yang tidak terduga?’ hingga sebuah ide melintas di benakku, sepertinya aku mengerti apa yang dimaksud oleh Ethan barusan.“Ethan, aku mengerti maksudmu,” ucapku sambil tersenyum dan melihat ke arah Olivia dengan penuh rencana di pikiranku.“Apa itu?” tanya Ethan sambil melihatku dengan kening berkerut.“Lihat saja apa yang akan aku lakukan.”Aku melihat Olivia dengan penuh rencana di pikiranku. Terlihat Olivia yang tidak sadar jika aku sedang memperhatikannya. Ia sibuk melihat menu yang tersedia bersama teman-temannya. Hingga tiba-tiba Olivia bangkit dari duduknya, membuatku langsung berdiri dan berjalan bergegas menghampiri Olivia.BRAK!Aku sengaja menabrakkan tubuhku ke arah Olivia, membuatku terjatuh ke lantai. Di saat yang bersamaan, Olivia langsung melihat ke a
“Kau benar, apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku juga harus memakai pakaian olah raga untuk berlari di area pantai dan bertemu dengan Olivia?” tanyaku yang merasa panik sendiri.Ethan terkekeh melihat reaksiku. “Tenanglah, Kiran! Kita akan memakai cara lain agar bisa bertemu dengan Olivia, secara natural tentu saja.”“Bagaimana caranya?” tanyaku dengan kening berkerut karena penasaran dengan apa yang akan Ethan lakukan padaku.***Ethan membawaku ke sebuah cafe yang terletak di dekat pantai. Aku mengernyitkan alisku ketika Ethan membawaku ke tempat seperti itu.“Kenapa kita datang ke sini, Ethan?” tanyaku sambil melihat ke arah sekelilingku karena tidak ada Olivia atau pun teman-temannya di sana.Ethan hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku. Ia duduk di salah satu kursi kosong yang terletak di dekat jendela di mana bisa melihat pesisir pantai dari sana.“Aku pernah melih
Aku kembali tersenyum kecil seraya menghembuskan napasku dengan kasar. Aku kembali mengingat ketika ayah tidak menginginkan kehadiranku dan menyuruh aku untuk segera pergi. Aku mengalihkan pandanganku melihat lurus ke depan.“Sebenarnya, aku tidak baik-baik saja. Itulah kenapa, aku sedang berpikir untuk mencari cara agar aku bisa masuk ke keluarga Ayah,” ucapku dengan suara lirih tapi tegas.“A-pa?” pekik Ethan dengan nada suara terbata-bata. “Apa maksudmu, Kiran? Aku tidak mengerti.”“Selama bertahun-tahun, aku salah paham kepada Mommy dan menyalahkannya atas hancurnya keluargaku, tapi rupanya Ayah yang salah. Selama ini, Ayah hidup dengan baik dan bahagia bersama keluarga barunya. Aku berniat untuk membalaskan dendamku dan juga Mommy. Olivia harus tahu, jika ia memiliki saudari, dia bukanlah anak satu-satunya, seperti yang Ayah katakan saat pesta,” jelasku sambil menahan air mataku agar tidak terjatuh di depan Ar
Aku terbangun pagi-pagi sekali. Terlihat Ethan yang masih tertidur lelap karena semalam pulang larut malam dan mabuk berat. Beruntungnya, aku tidak terlalu mabuk, membuat kepalaku tidak terlalu pusing. Aku membersihkan wajahku, lalu membuat teh hangat karena cuaca pagi ini yang terasa begitu dingin. Aku keluar ke balkon kamar hanya memakai kemeja putih kebesaran dan celana hotpants. Aku berdiri di dekat pembatas sambil melihat ke arah bawah menikmati suasana pagi di sana. Hingga pandanganku tidak sengaja melihat sesuatu yang menarik untuk dipandang.Dari atas sini, aku bisa melihat Olivia dan teman-temannya tengah berlari pagi. Aku juga melihat ayah menaiki mobil berwarna hitam, lalu pergi setelah melambaikan tangannya kepada Olivia. Aku tidak tahu kemana perginya ayah sepagi ini. Karena aku pun sudah lupa dengan aktivitas ayah setiap harinya.“Kiran,” panggil Ethan dari belakangku.Kemudian, aku bisa merasakan sentuhan lembut dari punggung, lalu ke
“Di saat aku sendiri kehilangan Mommy. Di mana Ayah?” tanyaku sambil berjalan menghampiri ayah. “Tentu saja Ayah hidup bahagia dan menjalani kehidupan dengan baik tanpa memperdulikan bagaimana hidup kami!”“Maaf, Ayah benar-benar tidak tahu kalau Adriani sudah tidak ada.” Terlihat kedua mata ayah memerah menahan tangis. Sepertinya, ayah terkejut setelah tahu mommy sudah tidak ada di dunia ini.“Aku tidak akan membiarkan hidup Ayah bahagia. Aku berjanji, aku akan membalas rasa sakit yang Mommy rasakan selama ini,” ucapku dengan nada suara yang berbisik pelan.Kulihat kedua bola mata ayah membulat setelah mendengar perkataanku. Detik berikutnya, ayah menatapku dengan nanar. Aku hanya tersenyum miring melihat reaksi ayah. Aku benar-benar tidak akan membuat hidup ayah tenang. Pokoknya, ayah harus bisa merasakan penderitaan yang selama ini aku dan mommy rasakan. Tidak ada belas kasihan kepada ayah. Lihat saja nanti, aku
“Aku tidak tahu apa rencanamu kepada keluargaku, tapi ... satu hal yang aku inginkan darimu jangan pernah datang lagi di hadapanku. Apalagi sampai keluargaku tahu kalau kau anakku! Aku akan memberikanmu berapa pun uang yang kau inginkan, tapi aku ingin kau pergi dari sini secepatnya!”“Apa?!” Aku kembali terpekik mendengar perkataan Ayah barusan.Setelah sekian lama tidak bertemu ayah hanya takut aku meminta uang darinya. Ayah juga takut, kalau aku ketahuan putri kandungnya. Padahal aku sangat merindukan ayah ketika aku bertemu dengan ayah secara tidak sengaja itu. Berarti semua yang dikatakan Ethan ada benarnya juga. Ayah tidak menginginkanku, ia benar-benar membuangku. Air mataku sudah jatuh sejak tadi karena merasa sakit hati dengan perkataan ayah padaku.“Berapa yang kau inginkan, Kiran? Aku akan memberimu berapa pun itu, tapi jangan pernah muncul di depanku atau pun keluargaku!” ucap ayah lagi
“Kiran,” panggil seseorang setelah Ethan pergi.Aku menoleh dan melihat siapa yang memanggilku. Terlihat seorang pria dengan memakai pakaian serba hitam. “Kau ... siapa?”“Kau Nona Kiran?” tanya pria itu tanpa berniat menjawab pertanyaanku. Dari mana pria ini tahu namaku. Padahal aku tidak mengenalnya.“Ya, namaku Kiran, tapi ... kau siapa?” tanyaku sambil mengerutkan keningku karena benar-benar tidak mengenal pria di depanku ini.“Tuan Julian ingin bertemu dengan Anda. Sebaiknya, Anda mengikuti saya,” ucap pria yang tidak aku kenali itu sambil memberiku kode untuk mengikutinya.Aku melihat ke arah sekelilingku, tidak ada yang sadar kami berdua bertemu. Ethan pun belum kembali, membuatku takut kalau nanti Ethan mencariku.“Ayok Nona! Waktu Anda tidak banyak,” ucap pria itu lagi karena aku tidak mengikutinya.Aku yang ingin bertemu dengan Ayah akhirnya terpaksa men