42Selepas pertemuan itu. Edwin menyalami beberapa orang penting sebelum akhirnya pergi. Saat keluar pintu, Gunadi dan istrinya menunduk, memberi jalan agar Edwin lewat terlebih dahulu."Apa rencanamu setelah ini? Kembali ke desa atau ada urusan lain?" Edwin berhenti tepat di depannya. Gunadi yang mati kutu tak mampu bersuara. Bahkan tangannya gemetar. Dia telah berani mengusik Edwin dan memaksa lelaki itu untuk menikahi putrinya yang tengah hamil besar. Disaat seperti ini, nyalinya seakan ciut dan dia tak berani bertingkah, karena dia takut akan konsekuensinya. Mudah saja bagi Edwin untuk menghancurkan seluruh usahanya, dengan cara menghentikan kerjasama seperti apa yang pernah dilakukan Teguh untuk mengejar Melati beberapa waktu yang lalu. "Sepertinya kami akan langsung pulang," jawab Dena, saat tingkahnya terlihat canggung bersama sang suami. Nyatanya tatapan Edwin padanya membuatnya dadanya berdegup kencang.Edwin berdehem."Apa kalian tidak mau mampir ke rumah untuk menengok is
43Suasana Kaku Dan Penuh KepalsuanJantung Melati tersentak dengan keras saat melihat sosok itu, yang tampak santai berdiri tak jauh dari ruang makan, bahkan Teguh langsung berjalan mendekat ke arah meja dan menarik kursi serta menyuruh istrinya duduk.Wajah-wajah tegang langsung terlihat, terutama dari Dena dan Gunadi yang membeku di tempatnya. Sementara Candra yang tengah menggenggam sendok, langsung menjatuhkannya begitu saja di atas piring, hingga menimbulkan bunyi nyaring. Tapi, baik Anita, Ernawati maupun Edwin tidak mengerti dengan apa yang terjadi, hingga wajah-wajah itu tampak sangat nyata dan terkejut menatap kedatangan Teguh dan istrinya.Gunadi dan Dena pun tidak menyangka akan reaksi dari Candra sendiri yang menetap ketidaksukaan kearah lelaki itu, yang mereka duga adalah putranya.Wajah Melati menjadi pucat dalam sekejap dan badannya terlihat gemetar. Memandang Teguh yang menakutkan seolah-olah dia tengah melihat hantu. Faktanya setelah malam mengerikan itu, dia tidak
44"Ayolah, Ayah, jangan terlalu dibesar-besarkan masalah kecil seperti itu. Mana mungkin aku ingin membunuh ayahku sendiri. Jika aku mau aku sudah melakukannya sejak dulu. Tapi masih kutahan karena aku masih mempunyai sisa rasa sabar dan menganggapmu sebagai ayahku meskipun ku pikir kau tidak berguna." Teguh terkekeh, tapi justru mendapat pelototan tajam Candra."Dasar anak durhaka. Pergi sekarang juga, karena aku tidak tahan melihatmu berada dalam ruanganku!" "Baiklah aku akan pergi! Tapi ingat, jika kamu bermain-main denganku atau mencoba memihak cucumu untuk segala urusan terutama di perusahaan, maka apa yang kau bicarakan barusan akan jadi kenyataan. Sesegera mungkin. Dan kau tentu tahu apa yang sudah kulakukan pada menantu kesayanganmu itu. Termasuk pada cucu kesayanganmu untuk selanjutnya mungkin. Aku akan melenyapkan mereka semua dengan cara yang sama." Teguh bicara dengan dingin, dengan mata membulat sempurna. Kebencian di dalam matanya begitu kentara hingga Candra Wijaya t
45Edwin kembali ke dalam kamarnya yang ternyata lampunya sudah dimatikan. Dia melihat Melati yang tertidur dengan keadaan gelisah, bahkan seperti tengah bermimpi buruk. Lalu duduk di sofa sambil memperhatikannya. Edwin merenung memikirkan pernikahannya dengan Melati yang ternyata jauh dari harapannya. Dia tidak pernah memikirkan pernikahan sebelumnya, hingga akhirnya takdir membawanya untuk bersama dengan wanita itu tanpa sengaja. Dan sekarang, dirinya seperti terjebak dalam pernikahan dan dilema, dimana dia tidak tega untuk melepaskan Melati yang awalnya sangat dibencinya itu. Ditambah lagi dia masih belum memutuskan akan meneruskan pernikahan itu atau tidak. Meskipun dibalik itu semua, dia menyesali nasib yang telah melanda Melati sendiri.'Tuhan, apakah benar dia jodohku? Tapi kenapa aku sangat berat untuk menerima atau pun melepaskannya dari dalam hidupku." Edwin mengusap wajahnya kemudian teringat saat mendengar percakapan tanpa sengaja waktu itu, antara Gunadi dan Dena. Yang
46"Bagaimana keadaan kakek Candra saat ini?" Melati menghampiri Edwin yang pagi hari itu baru masuk ke dalam kamarnya. Wajah lelaki itu tampak kusut dengan kantung mata sedikit menebal.Sementara Melati sendiri semalam pun tidak dapat memejamkan matanya setelah bermimpi buruk. "Keadaannya lumayan membaik dan sedang melakukan perawatan sekarang. Hanya saja ada hal lain yang sudah menimpa," tutur Edwin membuat Melati penasaran.Melati menatap Edwin dengan tidak mengerti, mencoba mencari tahu apa yang dimaksud oleh lelaki itu."Kirana kecelakaan. Seseorang menabraknya semalam saat dia baru saja keluar dari parkiran dan hendak pulang." Edwin bersuara lesu. Dia tak menduga hal itu menimpa adiknya. Bahkan kejadiannya di halaman rumah sakit yang notabenenya masih ramai dengan banyaknya pengunjung, berikut CCTV di tempat itu. Tindakan yang sangat berani, mengingat itu adalah tempat umum."Apa! Bagaimana bisa?!" Wanita mengingat
Bab 47"Oh, shit!" Melihat keadaan Melati yang tidak berdaya, Teguh segera mendekat dan mencoba untuk menggendongnya. Namun Melati yang ketakutan, langsung menyingkirkan tangan itu agar menjauh dari dirinya. Melati tidak sudi tangan kotor itu menodai dirinya, setelah meninggalkan jejak hitam dalam hidupnya yang penuh hinaan."Pergi, dan tinggalkan aku sendiri. Jika tidak, maka jangan salahkan aku jika aku dan anakku ini mati di tempat ini!" ancam Melati tanpa terduga. Teguh yang khawatir terjadi apa-apa kepada calon buah hatinya, langsung mengangkat tangannya dan menjauh."Tidak, jangan lakukan hal seperti itu, Melati. Aku tidak akan memaafkanmu jika sampai kamu dan anakku meninggal dunia." Teguh segera berlalu, kemudian memanggil pelayan di tempat itu agar segera mengurus Melati. "Apa yang terjadi dengan anda?" Seorang asisten segera mendekat dan membantunya ke dalam serta mendudukannya di sofa, dan berlalu ke dapur untuk membawakan m
48."Mau kemana kamu, Ed?" Jovan berdiri dan menyentuh bahu sahabatnya. Dia benar-benar penasaran saat melihat Edwin yang beranjak, dengan berbagai pertanyaan memenuhi benaknya."Aku benar-benar ingin bertemu dengan Cindy dan bertanya banyak hal padanya," jawab Edwin sambil meraih ponselnya. Dia tahu sejak terakhir kali bertemu dengan Cindy di lobby hotel, dia tak pernah melihat wanita itu kembali ke kantornya untuk bekerja. Edwin melangkah cepat saat sebelumnya melirik ke arah kursi sekretaris yang saat ini kosong. Dan dia hanya bisa mendesah, jika apa yang dipikirkannya ternyata benar. Ada hubungan tertentu antara Cindy dan pamannya–Teguh, dan ada alasan hingga wanita itu tidak masuk kerja hingga berhari-hari, dikarenakan luka-lukanya yang Edwin sendiri belum tahu jelas dikarenakan apa. Seandainya saja Jovan mengatakan jika Teguh menjenguk Cindy di rumah sakit, ketika dirinya berada di rumah sakit yang sama saat menemani
Bab 49[Waktumu tidak banyak, Melati. Aku tak sesabar itu hingga mau lama menunggu. Datanglah segera.]Melati kembali menatap pesan yang dikirimkan oleh Teguh beberapa saat yang lalu. Sudah lewat dari dua jam sejak Wina meninggalkannya di dalam kamar itu, tapi nyatanya tidak mampu membuat Melati berpikir jernih dan tenang. Wanita itu terus mondar-mandir memikirkan apa yang harus dilakukannya, sambil mengemas beberapa pakaiannya yang pernah diberikan oleh Ernawati untuknya.Melati menulis sebuah surat pada catatan kecil, yang disimpan di atas nakas tempat tidurnya, dan segera memakai jaket milik Edwin untuk menutupi perut besarnya. Dia juga memakai topi milik suaminya, agar wajahnya tidak terlalu terekspos sempurna. Wanita itu hanya berharap keputusannya akan membawa dampak baik untuk semuanya. Terutama untuk Edwin dan keluarganya, juga untuk batinnya sendiri, yang kerap kali tersiksa oleh bayang-bayang jahat Teguh.Melati memesan taksi,