34
Ernawati mendesah panjang, menatap pada perempuan yang tidur menyamping dengan bahu naik turun. Dia tahu kalau wanita itu tidak sepenuhnya tertidur. Melati tengah menahan isak dalam tangisnya. Dan sebagai seorang ibu, dia tidak bisa berbuat apapun, bahkan untuk menenangkan, karena pasti wanita itu akan menolak. Seperti biasanya. Jadinya, Ernawati memilih pergi ke taman dan menyegarkan pikirannya sambil menunggu Wina pulang kuliah. Gadis itu yang akan menggantikannya menunggui Melati.******Pabian melangkah dengan raut penasaran memasuki ruangan VVIP tersebut, dimana Melati tengah berbaring. Dia tak melihat siapapun di sana.Pabian mendekat dan mulai duduk disamping Melati. Menyentuh tangannya hingga membuat wanita itu terbangun karena berpikir Edwin lah yang melakukannya. Saat membuka matanya pelan, Melati langsung terkejut."Bian, apa yang kau lakukan disini!" serunya tertahan. Dia tak ingin melihat lelaki itu saat ini.35Seperti sebuah lampu yang tiba-tiba menyala di kepalanya, Jovan teringat sesuatu. Matanya bergerak-gerak seperti telah memikirkan hal yang tidak diduga sebelumnya.Dengan segera, Jovan masuk ke dalam ruangan itu dimana Melati tengah berbaring seorang diri, sementara Ernawati tidak kelihatan. Dia segera meraih file yang ada di atas meja kemudian segera pergi meninggalkan tempat itu. Sepanjang jalan kepergiannya menuju kantor, dia berpikir banyak hal, hingga sampai di kantornya yang membuat Edwin menatap heran padanya."Apa yang kau pikirkan, Jo, tidak biasanya kalau mengacuhkan pertanyaanku." Suara tegas Edwin membuat Jovan tersadar dan menatap padanya."Apa kau tidak berpikir untuk menyewa seseorang demi menjaga Melati di rumah sakit?" Jovan memberi saran,dia merasa hal itu diperlukan. Dia takut hal yang lebih besar akan terjadi pada wanita yang dinikahi paksa oleh sahabatnya tersebut."Apakah itu perlu?" Edwin balik bertany
36"Oh ya, adikmu sedang memasak di dapur. Sepertinya dia terlihat tidak semangat sejak kemarin. Coba kamu tanyakan padanya apa yang terjadi. Terus dia memasak makanan untuk siapa."Edwin tertegun sejenak. Teringat pada Pabian yang dirawat. Dan dia menduga Kirana sengaja melakukannya untuk lelaki itu. Mengingat Pabian, gigi Edwin bergemeretak karena kesal pada lelaki itu. Disatu sisi, dia geram karena Pabian masih berhubungan adiknya, sementara di sisi lainnya, Pabian rupanya masih menginginkan Melati setelah apa yang dilakukannya pada wanita itu. Seharusnya dirinya juga ikut membencinya, karena ulahnya yang tak datang dihari pernikahan, dirinya yang harus menanggungnya.******Cukup lama Edwin istirahat, hingga badannya terasa segar. Setelah mandi dan berganti pakaian dia berniat pergi ke rumah sakit untuk menemani Melati. "Apa kamu yakin ingin memberikannya untuk lelaki itu?" Edwin bertanya dengan pandangan lurus ke depan, menge
"Tenanglah Kirana, kita menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Tenangkan dulu dirimu dan katakan pada kakak apa saja yang lelaki itu katakan padamu." Dada Kirana naik turun dengan mata yang memerah. Edwin terus berusaha meyakinkan dirinya, sementara Melati mengusap wajahnya, yang rasanya sudah memerah."Pabian akan tetap menjadi milikmu aku tidak akan merebutnya darimu," "Lagipula siapa yang akan mengijinkan hal itu? Aku tidak akan diam saja jika dia lebih memilihmu daripada aku." Kirana menatap ke arah Melati dimana wanita itu menatapnya dengan sedih, sementara Edwin berusaha menenangkan Kirana. Terdengar tidak adil, dimana Melati lah yang saat ini terguncang jiwanya akibat tuduhan gadis berkaos putih di depannya."Ada apa ini ribut-ribut?" Seorang pria dengan topi koboi khasnya berdiri di depan pintu bersama dengan seorang wanita dengan gayanya yang terlihat cukup mewah. Ia menatap tajam ke arah Edwin secara bergantian, pada Melati dan Kirana ya
38Gunadi mondar-mandir dengan gelisah wajahnya sudah memerah dengan rahang yang mengeras. Dia tidak menyangka dengan apa yang dituturkan oleh anaknya sendiri. Dunia ini sangat sempit."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Mas?" Istrinya-Dena menyentuh bahu suaminya, berharap lelaki itu segera mengambil tindakan cepat. Dia tidak ingin terjerat dengan masalah yang berkepanjangan. Apalagi Teguh pasti sudah mengetahui tentang keadaan Melati dan berbuat buruk padanya. Makanya wanita yang tengah hamil lima bulan itu terbaring di ranjang rumah sakit.Gunadi berbalik menatapnya tajam. Tangannya mengacung sempurna di wajah istrinya yang sudah lima tahun dinikahinya tersebut."Apa kau sadar selain kesalahan si baji**an itu, semua ini adalah salahmu sendiri. Jika saja kau tidak termakan bujuk rayu lelaki itu, aku tidak harus menyerahkan putriku sendiri untuk dimanfaatkan olehnya. Dan kau lihat sekarang, satu masalah yang kau sebabkan menimbulkan masalah
39Hari mulai beranjak sore, Gunadi dan istrinya memutuskan untuk menginap di hotel, saat tak sengaja mereka bertemu dengan Teguh yang baru saja keluar dari salah satu kamar rawat sambil membenarkan letak jas yang dikenakannya. Seorang wanita berusia muda tampak keluar dan mengikuti langkah lelaki itu, dengan jarak beberapa meter di belakangnya.Gunadi ingin mengambil arah lain, namun Teguh keburu menatapnya tajam dari kejauhan dan segera mendekat, membuat lelaki itu berdiri di tempatnya. Dena yang tidak menduga akan bertemu dengan lelaki itu lagi, pun sedikit terkejut karena pertemuan tidak terduga itu."Kita bertemu lagi." Teguh tersenyum, menarik sudut bibirnya ke arah Gunadi dan istrinya yang diam saja enggan menyapa."Ya, sungguh suatu kebetulan," sahut Gunadi enggan berbasa-basi. Lelaki yang ingin dihindarinya itu memasang wajah polos di depannya."Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, Gun. Selalu ada jalannya ketika seseorang memi
40Karena penasaran, Teguh kembali ke rumah sakit untuk menemui Melati. Kali ini dia harus berhasil menemui wanita itu dan mengancamnya tentang apa yang terjadi pada malam itu. Agar jangan sampai Melati membocorkan rahasia itu kepada Edwin, karena pasti lelaki itu akan marah padanya. Sedangkan apa yang diucapkannya kepada Gunadi, tidak lebih hanya untuk agar pria itu tunduk dan takut akan ancamannya.Lelaki itu baru saja berjalan di lorong, namun saat ingin berbelok ke kamar Melati, seorang lelaki berdiri dan menjaga pintunya."Siapa kau? kenapa berdiri di depan kamar istri dari keponakanku?" Teguh bertanya karena penasaran, saat lelaki di depannya langsung berdehem dan bersiap siaga. Seolah tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam kamar tanpa seizin dari bosnya."Saya ditugaskan untuk menjaga nyonya Melati dari siapapun yang hendak masuk ke dalam. Jika anda ingin menemuinya, silakan membuat janji dengan Pak Edwin sendiri." Dengan bahasa yan
41Melati pernah merasakan bagaimana cara lelaki itu menyiksa dan memperlakukan dirinya dengan sangat buruk. Yang selain membuatnya tersiksa, juga membuatnya seperti merasakan neraka dunia. Sakit. Dan ketakutan Melati tak pernah hilang sampai sekarang. Bahkan hanya dengan mendengar suara lelaki itu, apalagi bertemu langsung dengannya."Kamu tidak akan pergi ke manapun tanpa seijin suamimu," ujar Ernawati mengingatkan."Tapi kehadiranku di rumah-" "Jangan pikirkan apapun, dan biarkan semuanya mengalir begitu saja. Seperti yang dokter katakan, kamu hanya harus tenang menjalani hari-harimu dengan ceria. Urusan rumah, tak ada yang mempermasalahkan hal itu, bukan?" tukas Ernawati karena tak ingin Melati pergi. Dia ingin menyelami hati wanita itu perlahan-lahan dengan cinta kasih dan kehangatan keluarga. "Tapi aku tak ingin menjadi beban kalian." Melati menunduk lagi, dan semakin merasa bersalah."Apa kamu merasa kami terbebani?" Melati menggeleng cepat. Tak sekalipun kata-kata beban i
42Selepas pertemuan itu. Edwin menyalami beberapa orang penting sebelum akhirnya pergi. Saat keluar pintu, Gunadi dan istrinya menunduk, memberi jalan agar Edwin lewat terlebih dahulu."Apa rencanamu setelah ini? Kembali ke desa atau ada urusan lain?" Edwin berhenti tepat di depannya. Gunadi yang mati kutu tak mampu bersuara. Bahkan tangannya gemetar. Dia telah berani mengusik Edwin dan memaksa lelaki itu untuk menikahi putrinya yang tengah hamil besar. Disaat seperti ini, nyalinya seakan ciut dan dia tak berani bertingkah, karena dia takut akan konsekuensinya. Mudah saja bagi Edwin untuk menghancurkan seluruh usahanya, dengan cara menghentikan kerjasama seperti apa yang pernah dilakukan Teguh untuk mengejar Melati beberapa waktu yang lalu. "Sepertinya kami akan langsung pulang," jawab Dena, saat tingkahnya terlihat canggung bersama sang suami. Nyatanya tatapan Edwin padanya membuatnya dadanya berdegup kencang.Edwin berdehem."Apa kalian tidak mau mampir ke rumah untuk menengok is