32Edwin langsung masuk ke kamar mandi di dalam ruangan tempat Melati dirawat, setelah lelaki itu menerima paper bag yang isinya beberapa pakaian untuknya, yang dipesan langsung oleh Jonathan. Lelaki yang masih single itu bahkan menolak ketika Edwin ingin mengganti biaya yang sudah dikeluarkan.Sementara Jonathan sendiri segera berlalu ke dalam kamar adiknya, dimana Pabian tengah termenung, menatap langit malam dari jendela yang sengaja dibuka. Rupanya, kamar Pabian dan Melati hanya berjarak satu blok saja.Pabian menoleh, dimana kakaknya berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana, berjalan mendekat ke arahnya."Dari raut wajahmu, sepertinya kau sudah mendengar ceritanya." Pabian membuka suara. Jonathan mengangguk, membenarkan apa yang adiknya katakan."Aku bertemu dengan Edwin sebelum aku ke sini." Pabian mendengus kesal."Pasti lelaki itu menyalahkanku atas segala yang terjadi, bukan? Meskipun aku kecewa karena tak bisa bersama dengan Melati. Seharusnya Edwin menga
33Rasa sakit itu muncul kembali.Melati tidur dalam gelisah, tapi sebisa mungkin dia menahannya agar jangan sampai membuat Edwin terbangun, saat dengkuran halus lelaki itu terdengar ke telinganya, menandakan kelelahan yang mendera.Rasa sakit dan ngilu di sekujur tubuhnya kembali terasa. Kali ini disertai rasa mulas di bagian bawah perutnya. Melati menutup mulutnya dengan ujung selimut agar jangan sampai ada keluar suara-suara yang mungkin membuat Edwin terganggu.Hingga akhirnya perlahan dia mulai bisa bernafas lega saat rasa sakit itu hilang seiring waktu.Dini harinya, Edwin terbangun seperti biasanya. Lelaki itu melantunkan ayat suci dan membuat Melati terbangun di sepertiga malam.Dengan gerakan halus Melati bergerak, jangan sampai ketahuan dan membuat Edwin menoleh.Sudah cukup wanita itu menjadi bebannya. Apalagi selama beberapa hari menikah dengan Edwin, sudah dua kali masuk ke rumah sakit dan lelaki itu selalu seti
34Ernawati mendesah panjang, menatap pada perempuan yang tidur menyamping dengan bahu naik turun. Dia tahu kalau wanita itu tidak sepenuhnya tertidur. Melati tengah menahan isak dalam tangisnya. Dan sebagai seorang ibu, dia tidak bisa berbuat apapun, bahkan untuk menenangkan, karena pasti wanita itu akan menolak. Seperti biasanya. Jadinya, Ernawati memilih pergi ke taman dan menyegarkan pikirannya sambil menunggu Wina pulang kuliah. Gadis itu yang akan menggantikannya menunggui Melati.******Pabian melangkah dengan raut penasaran memasuki ruangan VVIP tersebut, dimana Melati tengah berbaring. Dia tak melihat siapapun di sana.Pabian mendekat dan mulai duduk disamping Melati. Menyentuh tangannya hingga membuat wanita itu terbangun karena berpikir Edwin lah yang melakukannya. Saat membuka matanya pelan, Melati langsung terkejut."Bian, apa yang kau lakukan disini!" serunya tertahan. Dia tak ingin melihat lelaki itu saat ini.
35Seperti sebuah lampu yang tiba-tiba menyala di kepalanya, Jovan teringat sesuatu. Matanya bergerak-gerak seperti telah memikirkan hal yang tidak diduga sebelumnya.Dengan segera, Jovan masuk ke dalam ruangan itu dimana Melati tengah berbaring seorang diri, sementara Ernawati tidak kelihatan. Dia segera meraih file yang ada di atas meja kemudian segera pergi meninggalkan tempat itu. Sepanjang jalan kepergiannya menuju kantor, dia berpikir banyak hal, hingga sampai di kantornya yang membuat Edwin menatap heran padanya."Apa yang kau pikirkan, Jo, tidak biasanya kalau mengacuhkan pertanyaanku." Suara tegas Edwin membuat Jovan tersadar dan menatap padanya."Apa kau tidak berpikir untuk menyewa seseorang demi menjaga Melati di rumah sakit?" Jovan memberi saran,dia merasa hal itu diperlukan. Dia takut hal yang lebih besar akan terjadi pada wanita yang dinikahi paksa oleh sahabatnya tersebut."Apakah itu perlu?" Edwin balik bertany
36"Oh ya, adikmu sedang memasak di dapur. Sepertinya dia terlihat tidak semangat sejak kemarin. Coba kamu tanyakan padanya apa yang terjadi. Terus dia memasak makanan untuk siapa."Edwin tertegun sejenak. Teringat pada Pabian yang dirawat. Dan dia menduga Kirana sengaja melakukannya untuk lelaki itu. Mengingat Pabian, gigi Edwin bergemeretak karena kesal pada lelaki itu. Disatu sisi, dia geram karena Pabian masih berhubungan adiknya, sementara di sisi lainnya, Pabian rupanya masih menginginkan Melati setelah apa yang dilakukannya pada wanita itu. Seharusnya dirinya juga ikut membencinya, karena ulahnya yang tak datang dihari pernikahan, dirinya yang harus menanggungnya.******Cukup lama Edwin istirahat, hingga badannya terasa segar. Setelah mandi dan berganti pakaian dia berniat pergi ke rumah sakit untuk menemani Melati. "Apa kamu yakin ingin memberikannya untuk lelaki itu?" Edwin bertanya dengan pandangan lurus ke depan, menge
"Tenanglah Kirana, kita menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Tenangkan dulu dirimu dan katakan pada kakak apa saja yang lelaki itu katakan padamu." Dada Kirana naik turun dengan mata yang memerah. Edwin terus berusaha meyakinkan dirinya, sementara Melati mengusap wajahnya, yang rasanya sudah memerah."Pabian akan tetap menjadi milikmu aku tidak akan merebutnya darimu," "Lagipula siapa yang akan mengijinkan hal itu? Aku tidak akan diam saja jika dia lebih memilihmu daripada aku." Kirana menatap ke arah Melati dimana wanita itu menatapnya dengan sedih, sementara Edwin berusaha menenangkan Kirana. Terdengar tidak adil, dimana Melati lah yang saat ini terguncang jiwanya akibat tuduhan gadis berkaos putih di depannya."Ada apa ini ribut-ribut?" Seorang pria dengan topi koboi khasnya berdiri di depan pintu bersama dengan seorang wanita dengan gayanya yang terlihat cukup mewah. Ia menatap tajam ke arah Edwin secara bergantian, pada Melati dan Kirana ya
38Gunadi mondar-mandir dengan gelisah wajahnya sudah memerah dengan rahang yang mengeras. Dia tidak menyangka dengan apa yang dituturkan oleh anaknya sendiri. Dunia ini sangat sempit."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Mas?" Istrinya-Dena menyentuh bahu suaminya, berharap lelaki itu segera mengambil tindakan cepat. Dia tidak ingin terjerat dengan masalah yang berkepanjangan. Apalagi Teguh pasti sudah mengetahui tentang keadaan Melati dan berbuat buruk padanya. Makanya wanita yang tengah hamil lima bulan itu terbaring di ranjang rumah sakit.Gunadi berbalik menatapnya tajam. Tangannya mengacung sempurna di wajah istrinya yang sudah lima tahun dinikahinya tersebut."Apa kau sadar selain kesalahan si baji**an itu, semua ini adalah salahmu sendiri. Jika saja kau tidak termakan bujuk rayu lelaki itu, aku tidak harus menyerahkan putriku sendiri untuk dimanfaatkan olehnya. Dan kau lihat sekarang, satu masalah yang kau sebabkan menimbulkan masalah
39Hari mulai beranjak sore, Gunadi dan istrinya memutuskan untuk menginap di hotel, saat tak sengaja mereka bertemu dengan Teguh yang baru saja keluar dari salah satu kamar rawat sambil membenarkan letak jas yang dikenakannya. Seorang wanita berusia muda tampak keluar dan mengikuti langkah lelaki itu, dengan jarak beberapa meter di belakangnya.Gunadi ingin mengambil arah lain, namun Teguh keburu menatapnya tajam dari kejauhan dan segera mendekat, membuat lelaki itu berdiri di tempatnya. Dena yang tidak menduga akan bertemu dengan lelaki itu lagi, pun sedikit terkejut karena pertemuan tidak terduga itu."Kita bertemu lagi." Teguh tersenyum, menarik sudut bibirnya ke arah Gunadi dan istrinya yang diam saja enggan menyapa."Ya, sungguh suatu kebetulan," sahut Gunadi enggan berbasa-basi. Lelaki yang ingin dihindarinya itu memasang wajah polos di depannya."Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, Gun. Selalu ada jalannya ketika seseorang memi