Kondisi Noah mulai menunjukkan perubahan. Pria kecil itu sudah mulai bisa tertawa dan sore ini diperbolehkan untuk pulang. Walaupun kondisinya mulai menunjukkan perubahan nafsu makannya masih belum kembali. Alhasil Rania membelikan roti di kantin rumah sakit untuk mengisi perut Noah yang belum terisi apapun sejak pagi. Di kantin Rania juga membeli sekotak nasi untuk dirinya karena sejak tadi malam ia belum makan sama sekali. Setelah membeli beberapa makanan Rania memutuskan untuk kembali ke kamar Noah tetapi sebelum sampai ke kamar Noah ia bertemu dengan Kendrick yang sedang berbicara kepada suster. Rania hanya tersenyum, tidak menyapa karena tidak mau mengganggu pekerjaan kendrick. Namun, pria tersebut malah menyudahi percakapannya dengan suster dan menghampirinya. "Habis dari mana?" tanya Kendrick. Rania mengangkat kantong plastik yang berisikan nasi serta roti. "Habis beli makanan, ya udah lanjut aja sana kerjanya aku nggak mau ganggu." Rania tersenyum lalu pergi tetapi sebelum
Farhan menatap tidak percaya pada wanita yang sudah memakai pakaian rapi. Bukan perkara pakaian yang sudah rapi melainkan masih terlalu pagi bagi wanita itu untuk bersiap-siap bahkan sampai serapi ini. Iya sampai menempelkan punggung tangannya ke kening wanita yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam tas."Habis kesurupan apa kamu? Tumben banget pagi-pagi udah rapi kayak gini. Biasanya masih molor di tempat tidur," ucap Farhan dengan mata melirik dari atas ke bawah.Dinar, wanita yang dimaksud Farhan langsung menjauhkan tubuhnya dari pria tersebut. "Aku ada urusan, emang nggak boleh pagi-pagi udah rapi?" Farhan mengedikkan bahunya dan memilih duduk di bibir kasur. "Boleh aja, tapi aneh untuk ukuran kamu yang selalu bangun siang tiba-tiba udah siap sepagi ini.""Seharusnya bersyukur dong istrinya udah mulai rajin," ucap Dinar menekankan kata istri."Aku malah takut, entah apa ulah kamu selanjutnya."Dinar memutar bola mata malas sambil membuang nafas kesal. Ia buru-buru mengambi
Dinar dengan begitu semangatnya melewati beberapa karyawan yang menandai dengan raut wajah bingung melihat wanita itu datang sebagai ini ke kantor. Biasanya Dinar akan datang sesukanya dan bahkan tidak tentu apakah akan datang atau tidak. Tidak heran bila karyawan menatapnya bingung. Yang ditatap tidak menunjukkan reaksi apapun kecuali tersenyum tiada henti."Apa yang terjadi sama Bu Dinar?" "Entahlah, sepertinya sesuatu yang baik terjadi padanya.""Aku berharap seperti itu kalau tidak wajahnya yang garang dan songong itu pasti membuatku kesal."Dua orang karyawan perempuan membicarakan Dinar yang tampak berbeda pagi ini.Tujuan Dinar adalah ruangan Rania untuk memastikan apakah wanita itu datang ke kantor hari ini atau tidak. Jika tidak Dinar sudah merencanakan sesuatu untuk menjatuhkan wanita itu di hadapan karyawan."Mulai hitung mundur kehancuran kamu, Rania," lirih Dinar berjalan menuju ke ruangan Rania sebelum sampai ke ruangan ia melihat seorang satpam memegang map berwarna bi
Rania tidak sedikit membiarkan Noah sendirian bahkan untuk sedetik. Wanita itu terobsesi kepada Noah dan takut bila laki-laki kecil itu akan pergi darinya. Perkataan Farhan terus berputar seperti kaset yang tiada henti. Rania begitu takut bila Farhan mengambil Noah darinya. Noah adalah bagian dari hidupnya yang tidak akan terpisah dari Rania."Noah lapar? Mama ambilkan makanan dulu ya." Rania berdiri hendak mengambilkan nasi tetapi ia berpikir berkali-kali untuk meninggalkan Noah untuk sebentar saja.Setelah ragu meninggalkan Noah akhirnya Rania buru-buru keluar dari kamar menuju dapur mengambilkan makanan Noah.Dengan pergerakan yang cukup cepat Rania akhirnya balik ke dalam kamar setelah berlari mengambil nasi. Ia pun menghela napas melihat Noah yang masih berada di atas tempat tidur."Mama sudah membawakan makanan untukmu, Sayang." Rania berjalan menuju Noah dengan sekeliling makanan.Saat dirinya tengah sibuk menyuapi Noah makan, ponselnya secara tiba-tiba berdering. Kebetulan Ran
Rania menatap ke arah seorang pria yang berdiri di hadapannya sambil mengeluarkan tatapan dingin dengan tangan terlipat di dada. Wanita itu pun menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Kembali dipegangnya pintu hendak menurutnya karena tidak mau bertemu dengan pria tersebut. Sesaat sebelum Rania menutup pintu, dengan cekatan tangan pria yang berdiri di hadapannya menahan pintu agar tidak tertutup."Aku ingin bertemu dengan Noah," tegas pria tersebut yang tak lain adalah Farhan. Dirinya menyempatkan untuk datang menjenguk Noah sepulang kerja. Memang ini sudah malam, tapi menurut Farhan ia masih memiliki hak untuk bertemu anaknya dan tidak ada waktu khusus untuk mengunjungi anaknya. Rania memalingkan wajahnya, ia bersikeras untuk menutup pintu tetapi lagi dan lagi Farhan menghentikannya sambil menatap ke arah Rania geram. "Kamu nggak punya hak untuk melarangku bertemu dengan Noah," ucapnya sambil melotot ke arah Rania."Kamu tahu kan ini sudah jam berapa? Seharusnya tau kap
Farhan melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata meluapkan segala emosi yang dirasakannya setelah pergi dari rumah Rania. Tidak tahu kenapa ia merasakan saat melihat Kendrick dan Rania kemarahannya langsung meluap-luap. "Ck! Dia nggak ngizinin aku datang malam-malam tetapi Kendrick bisa sesukanya masuk ke dalam rumahnya. Muak aku lihat sikap kamu Rania." Farhan semakin menginjak gas tidak mempedulikan klakson dari orang-orang sekitar. Pria itu sampai di rumah lebih cepat karena mengemudi dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia pun keluar dari mobil dan membanting pintu cukup keras lalu berjalan ke dalam rumah dengan hentakan kaki mengagetkan seorang wanita yang sedang bermain ponsel. "Farhan, jangan buat kegaduhan. Aku sedang sibuk," protes wanita itu tanpa menatap ke arah Farhan sedikit pun. "Apa pedulimu? Tolong ambilkan aku segelas air!"Dinar langsung menjauhkan ponsel dari matanya lalu menatap ke arah Farhan sambil menunjuk dirinya. "Kamu nyuruh aku ngambil air? Mas
Berhasil menghasut Farhan tidak membuat Dinar puas. Dirinya juga harus melakukan sesuatu agar tidak hanya Farhan yang berusaha mengeluarkan Rania dari perusahaan. Dinar membutuhkan bantuan dari orang-orang yang memiliki pengaruh penting dalam perusahaan. Kini giliran dewan direksi, sebenarnya Dinar tidak perlu berusaha terlalu keras karena Dinar sebelumnya sudah memprovokasi dewan direksi untuk tidak memberikan kepercayaan kepada Rania.Dinar sedang berpikir apalah yang harus dilakukan untuk menambah kebencian dewan direksi kepada Rania. Ia sudah mengatakan bahwa Rania terlalu sibuk jangan urusan pribadinya dibanding pekerjaan kantor, ia merasa itu tidaklah cukup untuk membuat rewan direksi membenci Rania."Apa yang harus aku lakukan? Aku harus membuat dewan direksi membenci Rania bagaimanapun caranya." Dinar mengetuk-ngetuk pena yang ada di tangannya ke meja mencoba mencari ide. "Tapi apa yang harus kulakukan?" Dinar mengerang frustrasi sambil mengacak rambutnya.Dinar yang saat ini
Akibat semalaman mondar-mandir ke kamar mandi membuat Rania pagi ini kehilangan tenaga. Dirinya berjalan memasuki kantor dengan wajah pucat dan jalan sempoyongan. Ia tidak bisa mengabaikan pekerjaannya begitu saja mengingat sebelumnya ia sedang mengambil libur untuk mengurus Noah. Akan ada gosip tidak enak lagi bila dirinya terus libur. Rania tidak menyadari akan kekacauan yang dibuat Dinar di kantor pagi ini. Ia hanya fokus dengan dirinya yang sudah lemas dan buru-buru masuk ke dalam ruangannya. Berjalan dari parkiran menuju ruangan yang sudah membuat tenaga yang terkuras habis. Beberapa orang yang dilewati oleh Rania yang berbisik membicarakan mengenai Rania dan juga Kendrick."Lihat, Bu Rania lemas pagi ini. Jangan-jangan terjadi sesuatu tadi malam." "Ck! Memang kita nggak bisa menilai orang dari covernya aja. Lihat Bu Rania, dia yang terlihat baik dan alim melakukan sesuatu yang membuat kita terkejut." "Dasar sok lugu.""Lebih aku yang apa adanya dan tidak munafik dibanding Bu