Kevin sedang menunggu rapat hari itu, namun pikirannya tak bisa tenang. Ia khawatir jika Alexia menceritakan kegugurannya kepada mama. Kevin tak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa, terutama mamanya, yang sangat menginginkan seorang cucu. Perceraian dengan Alexia bukanlah pilihan; bukan hanya karena nama baik keluarga, tetapi juga karena reputasi perusahaan yang akan hancur jika berita perceraian ini tersebar, apalagi pernikahan mereka baru seumur jagung. Kevin bertekad untuk tetap bertahan dengan Alexia, berapa lama pun itu.Di sisi lain, perasaannya terhadap Nora kini mulai berubah. Bukan berarti dia tidak mencintai Nora lagi, tapi akhir-akhir ini Kevin merasa enggan untuk merajut kembali hubungan asmara dengan Nora, mungkin karena banyaknya masalah yang dihadapinya saat ini.Tiba-tiba, ponsel Kevin berdering. Ternyata Nora yang menghubunginya."Halo, Kevin. Kamu ada di mana?" tanya Nora."Aku di kantor, sedang menunggu rapat. Ada apa, Nora?""Kevin, aku ingin bertemu denganmu.
"Alex, aku ingin menjebak Kevin kembali seperti dulu. Tapi kali ini, akulah sasarannya. Aku ingin kau membantu agar Kevin mau tak mau harus bertanggung jawab dengan bayi yang ku kandung," "Apa kau sudah gila? Kau nekat sekali melakukan hal itu! Jika hal itu tidak berhasil, kau tahu sendiri akibatnya. Aku bisa membantumu, tapi aku juga tak yakin apakah itu bisa berhasil,"Balas Alex dengan nada cemas. Alex tau Nora wanita yang suka nekad dan mengancam. Tapi Alex ta pernah berfikir jika Nora sanggup melangkah sejauh itu."Ayolah, Alex. Hanya kau yang bisa aku andalkan.""Mau sampai kapan? Nora, kamu mau ngejar-ngejar Kevin, sampai kapan?""Sampai aku mendapatkannya!""Lelaki seperti dia, apa yang diharapkan? Sudah jelas-jelas dia tak mencintaimu lagi,""Bukan begitu, Alex. Dia mencintaiku. Dia hanya dilema dengan kondisinya. Aku hanya perlu memberinya sedikit tekanan, ancaman, dan juga tuntutan akan kondisiku. Aku yakin, cepat atau lambat, Kevin akan kembali padaku,""Kamu terlalu perc
Keesokan harinya, Alexa membantu mempersiapkan pesta untuk kedua orang tua Kevin. Mertuanya memutuskan untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka di rumah Kevin. Sebagian besar persiapan, sekitar 90%, sudah selesai. Tinggal 10% lagi yang perlu dirapikan. Mereka mulai mengecek satu per satu makanan dan beberapa kue yang mereka pesan lewat katering langganan keluarga Kevin. Setelah semuanya dianggap selesai, persiapan pesta pun mencapai 100%. Mereka kemudian bersiap-siap. Hairstylist datang ke rumah untuk merias mereka, mempersiapkan semuanya untuk acara malam itu. Kevin tampak sangat memukau dengan setelan jasnya. Dia berdiri bersama ayah dan ibunya, menunggu Alexa. Namun, Kevin mulai berdecak kesal karena Alexa tak kunjung turun. "Lama sekali sih mereka merias Alexa, Ma. Memangnya mereka meriasnya seperti apa sih?" tanya Kevin dengan nada kesal. "Kamu lihat saja nanti, Kevin. Mereka pasti sedang membuat Alexa terlihat sangat cantik," jawab ibunya. Tak lama kemudian, Alexa turun
Saat Alexa berjalan menuju kamar, tiba-tiba tubuhnya ditekan ke dinding koridor. Ternyata, Kevin yang melakukannya dengan ekspresi penuh emosi. Dia mendorong Alexa dengan marah, tampak seperti seorang pria yang mendapati wanita yang dicintainya bermain api dan membuatnya cemburu. Alexa mencoba melawan, mendorong tubuh Kevin sambil berkata, "Kevin, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Sakit, Kevin!" Kevin memandang Alexa dengan tatapan dingin, tubuhnya yang keras menghukum dan menguasai tubuh Alexa yang lemah. Dia mencengkeram kedua tangan Alexa dan menahannya di atas kepala. Nafas Kevin menyapu telinga Alexa dengan lembut saat dia bertanya dengan nada penuh kecurigaan, "Apa kamu ingin bercerai dariku karena dia? Karena kamu sudah mendapatkan mangsa yang lebih baik, maka kamu ingin menceraikanku?" Alexa hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ketika dia hendak berbicara, Kevin tiba-tiba menciumnya dengan penuh gairah. Meskipun pernikahan mereka belum genap satu tahun, Kevin tahu bagai
"Kevin, apa kamu cemburu dengan Bryan?" tanya Alexa dengan hati-hati. "Apa? Cemburu?" ucap Kevin sambil mencibir. "Ini tidak ada hubungannya dengan perasaan cinta. Kamu jangan terlalu percaya diri. Aku hanya mengingatkanmu bahwa kamu masih menyandang status Nyonya Kevin. Jangan pernah bergaul dengan pria lain, itu akan merusak nama baikku." Senyum Alexa perlahan memudar. Alesha merasa menyesal dan juga kecewa. Mengapa dia harus bertanya barusan kepada Kevin? "Oh, ini hanya tentang masalah status saja," batinnya. "Kevin, aku tidak akan merusak nama baikmu dan keluargamu. Aku tahu posisiku," jawabnya dengan tenang. "Lalu, bagaimana dengan dirimu? Kamu juga melakukan hal itu, bukan? Nora, di depan umum, di depan banyak orang, ia memperlihatkan kemesraannya. Apa itu namanya?" ucap Alexa dengan senyum tipis. Tatapan Kevin menajam, menatap mata Alexa dengan sangat dalam. Sebenarnya, dia tidak terlalu peduli pada Nora. Dia membiarkan Nora melakukan semua itu di depan umum saat rapat ka
Alexa memandang Kevin dengan penuh ketegasan, tekad sudah bulat dalam pikirannya. “Aku akan kembali bekerja di kantor Papa. Aku merasa sudah sangat sehat dan hari ini aku putuskan untuk kembali bekerja,” ujarnya tanpa sedikit pun ragu.Kevin, yang sepertinya sudah menyiapkan sesuatu, merogoh kantong celananya dengan tenang. Ia mengeluarkan dompet dan menyerahkan dua buah kartu kredit kepada Alexa. “Ini kedua kartu yang kubuat khusus untukmu. Pakailah untuk keperluanmu dan juga untuk kebutuhan belanja, kalau perlu, sesuatu kamu bisa tinggal gesek.” katanya, menyelipkan nada sindiran di akhir kalimat.Alexa menatap kartu-kartu itu dengan dingin. “Aku tidak terlalu membutuhkan kartu-kartu ini, Kevin,” ujarnya singkat.Mendengar jawaban itu, Kevin langsung mengejek, “Apa yang kau bilang? Kamu tidak membutuhkannya? Jangan sombong, Alexa. Aku tahu betul kalau kamu tidak punya uang sepeser pun. Itu terbukti saat aku meninggalkanmu di tengah jalan waktu hujan turun. Kamu tidak bisa kembali ke
Alexa memutuskan untuk pergi ke kantor hari ini, meskipun baru saja melewati perdebatan panjang dengan Kevin. Akhirnya, ia menerima kartu kredit yang diberikan Kevin hanya untuk menghindari tekanan lebih lanjut darinya. Namun, Alexa berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menggunakan kartu itu, apa pun yang terjadi. Pagi itu, Kevin sudah memerintahkan seorang sopir untuk mengantar jemput Alexa ke kantor, seolah mengawasinya dari kejauhan.Sesampainya di kantor, Alexa langsung mencari keberadaan papanya. Ia menemukannya sedang berbincang-bincang dengan salah satu kolega bisnisnya di ruang rapat. Alexa memutuskan untuk menunggu di luar, menahan diri agar tidak mengganggu perbincangan itu. Tata kramanya masih tertanam kuat—dia tahu kapan harus menahan diri.Setelah kolega bisnis itu meninggalkan ruangan, Alexa segera menemui papanya. Ketika masuk, ia langsung disambut dengan senyum ramah yang sayangnya terasa formal dan kaku. “Sayang, gimana kabarmu? Papa dengar kamu sakit. Maaf, Papa
Alexa sedang duduk di ruang kerjanya, mencoba menenangkan diri setelah menangis. Matanya masih sembab, tetapi ia tidak ingin siapa pun tahu apa yang baru saja ia alami. Di tengah upayanya mengatur napas, terdengar ketukan di pintu. "Ayo masuk," katanya dengan suara yang masih terdengar bergetar.Alexa mengira yang datang adalah salah satu karyawan papanya yang hendak menyerahkan beberapa berkas untuk ditandatangani. Namun, betapa terkejutnya dia ketika melihat siapa yang berdiri di ambang pintu."Briyan?" Alexa memaksakan senyum."Hai, Alexa. Boleh aku masuk?" tanya Briyan dengan lembut."Tentu, Briyan. Silakan masuk. Ada apa?" Alexa berusaha menormalkan suaranya, menyembunyikan jejak kesedihannya."Apa aku mengganggumu?""Tidak, kamu tidak mengganggu. Ada yang ingin kamu bicarakan?"Briyan masuk dan menutup pintu di belakangnya, berjalan perlahan ke arah meja Alexa. "Sebenarnya, ini bukan tentang pekerjaan," katanya dengan nada serius."Oh," Alexa mencoba menyembunyikan rasa penasar