Aku berpikir jika, aku bersembunyi di panti asuhan pasti akan sangat aman bagiku dan Yusuf. Karena aku yakin mereka tidak akan bisa menemukanku disini dan mereka juga tidak akan berpikir jika aku bersembunyi ditempat seperti ini. Jadi aku akan sangat aman jika berada disini. "Sebenarnya masih butuh Dek, tapi disana tidak ada yang akan memberikan gaji Dek." jawab perempuan itu"Tidak digaji pun tidak apa-apa Bu, asalkan saya dan anak saya bisa tinggal disana." jawabku.mendengar jawabanku, perempuan paruh baya itu melihatku."Kenapa adek kok tidak mencari tempat tinggal saja?"tanyanya penasaran "Saya pikir akan lebih aman jika kami tinggal dipanti, Bu,"jawabku"Dek, sebenarnya ada masalah apa denganmu? sampai kamu ingin tinggal di panti?" tanyanya"Ibu benar, saya sedang mengalami masalah yang sangat rumit,"jawabku.Aku lalu duduk di sampingnya dan aku mulai bercerita tentang semua yang aku alami.Setelah mendengar semua ceritaku. Perempuan itu langsung memelukku."Dek... Besok Ibu
Waktu berjalan begitu cepat kini usia Yusuf sudah menginjak satu tahun, akan tetapi sampai saat ini Yusuf belum juga bisa duduk atau berjalan, Yusuf hanya bisa tengkurap sambik berguling, jujur aku khawatir dengan perkembangan Yusuf.Malam itu entah mengapa tiba-tiba Yusuf badannya panas, nafasnya terlihat sangat sesak, aku sangat panik. Aku lalu meminta tolong Bu Wulan untuk mencarikan taksi untuk ku, aku akan membawa Yusuf ke dokter.Tanpa menunda lagi, aku pergi ke rumah sakit terdekat untuk memeriksakan kesehatan Yusuf.Begitu sampai rumah sakit, aku langsung berteriak meminta suster untuk segera membawa Yusuf ke UGD karena Yusuf terlihat sangat susah betul untuk bernafas.Bu Wulan terus menggegam tangan ku untuk memberikan dukungan kepada ku."Bu... aku takut jika terjadi sesuatu kepada Yusuf." ucapku sambil menangis"Na... berdoa, minta kepada Allah agar anak mu baik-baik saja."Aku menunggu dengan cemas, Dokter yang memeriksa Yusuf belum juga keluar.Setelah cukup lama menunggu
Ketika aku akan membuka pintu, tanpa sengaja telinga ku mendengar pembicaraan Mbak Laras."Mas. kita harus sebisa mungkin membuat Yusuf sembuh.""Pasti sayang... mas akan berusaha sebaik mungkin untuk pengobatan Yusuf.""Iya Mas, karena Yusuf yang bisa buat aku menjadi pemilik perusahaan Papa.""Sayang... tolong jangan bahas itu saat ini, apa kamu tidak sedih melihat kondisi Yusuf?""Eeehhhmmm... sedih sich... tapi bagaimana ya Mas, mungkin karena Yusuf tidak lahir dari rahim ku jadi ya biasa aja gitu rasanya.""Sayang... tolong buka hatimu untuk Yusuf. bagaimana pun juga dia darah daging ku, sayangi dia seperti anak kandung mu.""Mas. Dia itu anak perempuan si**n itu, darahnya mengalir darah ko**r perempuan itu.""Tapi Yusuf adalah darah daging ku, jika kamu tidak bisa menerima Yusuf maka aku tidak bisa menceraikan Airin.""Mas! bukankah kamu sendiri yang berjanji kepada ku, jika Yusuf ketemu maka kamu akan menceraikan Airin.""Iya memang mas pernah berjanji, tapi jika kamu tidak bisa
Kami semua sangat terpukul dengan Kepergian Yusuf.Mas Ikhsan meminta Yusuf di makamkan di sebelah orang tuanya.Setelah acara pemakaman Yusuf selesei. Kami pulang kerumah.Aku masih tidak percaya jika Yusuf pergi meninggalkan ku untuk selamanya.Aku menangis didalam kamar ku, Mbok Minah masih setia menemani ku dari kemarin."Nyah... ikhlaskan Yusuf, kasihan dia disana kalau Nyonya seperti ini.""Mbok! bagaimana aku bisa ikhlas? Yusuf yang membuatku bisa bertahan sampai dititik ini, tapi Tuhan mengambilnya dari ku.""Nyah... sabar ya... lebih baik nyonya berisitirahat, karena dari kemarin Nyonya tidak istirahat, mbok keluar dulu menyiapkan makan untuk Nyonya,""Aku tidak lapar Mbok.""Nyonya dari kemarin tidak makan, jika Nyonya begini terus nanti Nyonya bisa sakit.""Gak, Mbok, aku tidak mau makan, bagaimana bisa aku menelan makanan dalam kondisi seperti ini.""Nyah... Mbok tahu dan sangat mengerti perasaan Nyonya, tapi jika nyonya menyiksa diri seperti ini pasti Yusuf sedih disana."
Aku mutuskan untuk menjual semua aset ku.Setelah semuanya terjual, aku pergi ke Korea untuk merombak semua penampilan ku, dan sebagian uangnya aku gunakan untuk membuka usaha bersama Anita.Selama aku menjalani operasi plastik, Anita sendiri yang menjalankan usaha kami. Waktu berjalan begitu cepat, sudah enam bulan aku berada di Korea dan operasi ku semua berjalan lancar. Aku merubah bagian mata, rahang dan hidung.Aku sangat puas akan perubahan wajah ku, aku yakin tak akan ada yang bisa membuat mengenali ku sekarang.Jadi aku putuskan akan kembali pulang ke Indonesia, karena aku sudah tidak sabar untuk segera memulai aksi balas dendam ku kepada Mas Ikhsan dan Mbak Laras.Aku sudah mengabari Anita jika aku akan pulang.Setelah menempuh perjalanan sekitar tujuh jam dua puluh menit, akhirnya aku sampai di Indonesia.Setelah mengambil barang aku lalu menuju pintu keluar, Aku sudah melihat keberadaan Anita jadi aku langsung bergegas menuju kearahnya."Hai..." sapa ku, Anita melihat ku d
Mas Ikhsan mulai sering datang ke apartemen ku di jam makan siang.Aku tidak terlalu merespon mas Ikhsan agar dia tidak berpikir jika aku terlalu mu*a*an.Mas Ikhsan sepertinya sudah mulai menaruh perasaan terhadap ku, karena dia sekarang mulai peduli dan perhatian dengan ku."Ra... mas boleh nginap di sini?""Ha! nginap? tidak mas, kita ini belum menikah.""Mas berjanji tidak akan menyentuh mu.""Mas... aku masih trauma dengan kejadian waktu itu, sampai sekarang pun mas belum memberikan keputusan.""Mas sedang memikirkan cara agar mas bisa segera menikahi mu.""Kapan? bagaimana jika aku hamil mas?""Bagus dong kalau sampai kamu hamil.""Bagus bagi Mas, tapi musibah untuk ku.""Jangan bicara seperti itu Ra... Mas pasti akan menikahi mu.""Mas! jujur aku tidak percaya dengan apa yang kamu ucapkan, karena baru kenal saja kamu sudah menodai ku. Jadi bukti kan kepada ku jika kamu memang serius dengan ucapan mu.""Dengan cara apa, Mas harus membuktikan kepada mu?""Belikan aku rumah dan mob
Mbak Laras pergi meninggalkan kami dengan derai air mata.Sedangkan mas Ikhsan langsung memeluk ku dan mengajakku kembali masuk kedalam rumah.Mas Ikhsan tidak peduli dengan Mbak Laras, Dia sibuk membujukku agar aku tidak pergi meninggalkannya."Ra... ayo kita masuk, mas berjanji tidak akan menyakiti hati mu lagi.""Bener, mas tidak akan menyakiti aku lagi?""Iya... mas janji."Lalu aku mau diajak masuk olehnya.Setelah di dalam rumah, Rina mengatakan jika kamar ku sudah siap.Tapi karena niatku memang ingin membuat rumah tangga mereka seperti neraka, maka aku meminta mas Ikhsan melakukan sesuatu untuk ku."Mas... aku tidak mau tidur di kamar ini." rengek kuMas Ikhsan terlihat nampak sedikit bingung mendengar ucapan ku."Terus kamu mau tidur dimana?""Aku mau tidur di kamar utama..." "Tapi... Ra... kamar itu adalah kamar ku dan Laras. Tidak mungkin kamu ikut tidur di kamar itu bertiga.""iiiihhhh... Mas! aku tidak mau tidur sama Mbak Laras! aku mau tidur cuma sama kamu. Jadi suruh Mb
Mas Ikhsan sangat terkejut mendengar ucapan ku, dia langsung menepikan mobilnya dan menatap tajam kearah ku."Ra... siapa kamu sebenarnya?" tanyanya menyelidikAku langsung bersikap biasa seolah tidak terjadi apa-apa."Maksud mas apa?""Kamu tahu dari mana jika aku memberikan perusahaan kepada Laras, seingat ku, aku belum cerita kepada mu mengenai hal itu." ucapnya"I-itu... asisten Mbak Laras yang bercerita." jawab ku berbohong. Biar saja aku menjadikan Rina kambing hitam."O... Mas pikir..." ucapnya dengan wajah lega"Memang ada apa mas? apakah ada sesuatu yang mas sembunyikan dari ku? sehingga mas takut." jawab ku"Ti-tidak ada apa-apa. Mas hanya takut kamu salah faham saja." jawabnya.Setelah itu mas Ikhsan menyalakan lagi mesin mobilnya.Kami berputar-putar mencari warung bakso, Sebenarnya aku tidak terlalu suka makan bakso tapi agar terlihat benar-benar menyidam jadi mau tidak mau aku harus mencari sesuatu yang sekiranya sedikit berbeda.Setelah sampai di warung bakso, aku hanya
Setelah acara tujuh harian, aku langsung terbang ke kalimantan. Setelah sampai disana, aku lalu menceritakan semuanya kepada mbok Inah. "Mbok... Aku mungkin hanya satu atau dua minggu disini, karena aku sudah memutuskan untuk balik ke jakarta.""Mbok ikut Non. Mbok tidak mau di tinggal sendirian disini.""Kalau mbok ikut, lalu siapa yang akan mengurus rumah ini?""Tapi, mbok tidak mau disini sendirian Non. Pokoknya mbok ikut kemana Non pergi. Mbok tidak mau jauh dari Non. Hanya Non yang mbok miliki. Tolong ajak mbok ya." ucapnya dengan raut wajah sedih dan memohon kepadaku. Aku berpikir sejenak. Aku jadi kepikiran Ahmad dan Maman. Bukankah aku memiliki dua rumah, jadi satu bisa di tempati oleh Maman dan anaknya dan yang ini bisa di tempati Ahmad dan anaknya. Jadi anggap saja ini adalah rumah dinas untuk mereka. "Baiklah, Mbok ikut aku pulang ke Jakarta."Mbok Inah sangat senang mendengar hal itu, dia langsung menghambur kepelukanku sambil menangis. Setelah itu ak
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Adam. Karena Perawat tidak mengijinkan kami untuk masuk. Aku benar-benar cemas dan takut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Kami lalu menunggu dengan perasaan yang sangat cemas dan takut. Dan benar saja. Ketakutan kami terbukti. Ketika Dokter keluar ruangan, Dokter menyatakan jika Adam sudah meninggal dunia. Aku yang mendengar hal itu langsung berlari masuk dan memeluk tubuh Adam yang mulai terasa dingin itu. "Adam... Bangun Nak... Ini Kak Airin. Kakak datang untuk menjemput kalian." "Dam... Buka matamu Nak... Ayo buka matamu lihat Kakak sudah datang. Kakak janji tidak akan meninggalkan kalian lagi.""Adam... Ayo buka matamu. Kakak mohon Dam buka matamu sekali saja. Apa kamu tidak kasihan dengan adik-adikmu di panti. Mereka pasti menunggu kepulangan mu. Dam kakak mohon buka matamu." ucapku dengan tangisan yang sudah benar-benar tak dapat aku bendung lagi. Anita mendekat dan memelukku. Aku tahu Dia juga me
Aku tidak tahu apa yang terjadi disana. Aku segera berkemas dan langsung memesan tiket pesawat lewat online.Si Mbok sedikit terkejut ketika aku mengatakan jika aku besok harus pergi. Sepertinya si Mbok tahu kemana aku akan pergi jadi dia tidak banyak bertanya kepadaku.Setelah selesei berkemas. Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan Yusuf. Aku memang sudah lama tidak pernah ke makamnya. "Maafkan mama ya sayang sudah lama mama tidak menengok Yusuf" ucapku dalam hati. Tanpa terasa air mataku menetes.Rasa rindu yang teramat dalam menyelimuti hatiku. Aku menangis sejadi-jadinya dengan menenggelamkan wajahku ke bantal agar si Mbok tak dapat mendengar suara tangisanku.Aku menangis sampai tertidur."Mbak Laras?" Kenapa aku seperti melihat mbak Laras. Apakah benar itu mbak Laras.Aku mengikuti perempuan yang sangat mirip mbak Laras itu. Dia berjalan dengan santai sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Tunggu!!! Bukankah anak dalam gendongannya itu seperti anakku Yusuf? Iya. Itu ada
Aku sangat terkejut ketika melihat siapa yang melempari mobilku dengan batu. Maman yang melihat hal itu segera turun."He! Kenapa kamu melempar batu itu ke mobil?"Aku yang melihat Maman emosi langsung segera turun. Aku tidak mau jika Maman sampai lepas kendali."Man. Kamu masuk saja, saya kenal dengannya.""Ta-tapi,Bu.""Sudah kamu masuk saja ke dalam mobil, biar saya selesaikan masalah ini."Maman lalu masuk ke dalam mobil tanpa membantah ku sedikit pun.Setelah Maman masuk ke mobil, aku berjalan ke arah Rudi."Kenapa kamu melempari mobil Tante?" Tanyaku dengan nada lembut"Tante harus bertanggung jawab. Kembalikan kaki bapak seperti dulu agar ibu tidak memarahi bapak setiap hari." Ucapnya sambil menangis"Rudi... Maafkan Tante, Tante tidak bisa membuat kaki bapakmu utuh seperti dulu.""Pokoknya aku tidak mau tahu, Tante harus bertanggung jawab. Sekarang bapak tidak tahu dimana karena di usir ibu." Ucap Rudi masih dengan menangis"Apakah kamu tidak tahu bapakmu sekarang dimana? Apaka
Aku menajamkan penglihatanku untuk memastikan apa yang aku lihat itu benar. "Mbok... Apa i-itu Ahmad?""iya, Non. Sepertinya itu nak Ahmad. Tapi untuk apa dia di taman ini sendirian?""Coba mbok kesana dan pastikan apakah dia benar-benar Ahmad.""Baik, Non."Lalu si mbok berjalan kearah orang yang kami duga adalah Ahmad. Symbol menunggu si mbok, aku menghubungi Manana. "Man... Bagaimana ketemu sama Ahmad dan keluarganya?""Maaf Bu, kata para tetangga pak Ahmad sudah pindah kontrakan.""Pindah?""Iya, Bu. Katanya mereka habis ribut besar dan keesokkan harinya anak dan istrinya pergi meninggalkan rumah, sedangkan pak Ahmad diusir pemilik kontrakan.""Ya sudah sekarang kamu jemput saya di taman dekat cafe tadi.""Baik, Bu. Ini saya sudah dekat."Setelah itu aku matikan sambungan telephone. Aku melihat si mbok berbicara dengan laki-laki itu, karena aku penasaran akhirnya aku putuskan untuk mendekat kearah mereka. Dan benar saja dugaanku, laki-laki itu benar-benar Ahmad.
Aku kembali kembali pulang untuk mengurus semuanya sebelum anak panti aku bawa. Setelah sampai rumah aku langsung bercerita kepada si Mbok. Dan aku senang si Mbok sangat mendukungku. Aku lalu memanggil Maman. "Man... Bagaimana? Apakah tanah yang aku minta sudah dapat?""Alhamdulillah sudah Bu.""Baiklah, bagaimana surat menyuratnya?""Mereka minta di bayar setengah dulu bu dan setelah kita bayar mereka akan mengurus sertifikatnya dan balik nama sekalian jadi kita terima beres.""Apakah mereka bisa dipercaya?""Insha Allah bisa Bu.""Baiklah tolong kamu atur kapan saya bisa menemui mereka. Karena saya butuh cepat dan ingin segera saya bangun.""Tapi, Bu. Untuk membangun rumah seperti yang ibu inginkan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama."Aku terdiam, karena aku baru sadar jika aku tak berpikir sejauh itu. Aku hanya berpikir dapat tanah dan langsung di bangu. Aku tidak berpikir jika membangun sebuah rumah yang cukup besar itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. "Kamu benar j
Aku pergi meninggalkan mas Ikhsan tanpa menoleh lagi. Aku takut dengan ancaman mas Ikhsan. Aku harus segera pergi dari kota ini dan membawa anak-anak panti. Mereka tidak terlalu banyak hanya berjumlah sekitar lima belas orang. Jadi aku yakin bisa menghidupi mereka.Anak-anak panti ada beberapa yang sudah beranjak dewasa jadi bisa saja mereka membantuku untuk mengurus mereka yang sebagian masih kecil. Aku akan membangunkan rumah yang layak disana. "Kamu masih lamakah?"tanya Anita dalam panggilan telepon "Tidak kok, sebentar lagi aku pulang"jawabku"Ya sudah aku tunggu, jangan lama-lama dan hati-hati dijalan,"ucapnya lagi dan setelah itu panggilan diakhiri. Aku langsung segera pulang kerumah Bu Wulan karena Anita sudah menelepon terus. Aku tahu jika Anita sangat mengkhawatirkan aku. "Akhirnya kamu datang juga, Rin,"ucapnya sambil memegang tanganku yang baru turun dari mobil. Aku hanya tersenyum melihatnya. Setelah sampai aku langsung membantu mereka menyiapkan segala sesuatu
Tubuhku bergetar setelah membaca pesan dari Anita. Aku langsung menghubungi Anita. "Nit..." ucapku dengan menangis. Aku sudah tidak dapat lagi menahan air mataku. "Rin... Kamu harus ikhlas. Mungkin ini yang terbaik untuk Bu Wulan." jawab Anita menenangkan aku. "Bagaimana aku bisa ikhlas Nit. Bu Wulan seperti itu karena aku.""Rin. Kamu tidak boleh menyalahkan dirimu. Ini semua terjadi karena Ikhsan jadi ini bukan salah kamu.""Nit... Aku sudah dibandara dan akan segera sampai dirumah sakit.""Ya sudah aku tunggu kamu disini. Kamu yang sabar ya Rin."Bu Wulan meninggal sebelum bertemu denganku. Aku sangat sedih dan sangat marah terhadap Mas Ikhsan. Jika bukan karena mas Ikhsan men*s*knya pasti semua ini tidak akan terjadi.Setelah sampai rumah sakit aku langsung disambut oleh Anita. Aku menangis dalam pelukannya. "Nit, semua ini salahku, andai aku tidak masuk dalam kehidupan mereka, semua ini tidak akan pernah terjadi,"ucapku sambil menangis. Anita lalu mengusap air mat
Mbak Sekar yang melihat kedatanganku langsung berjalan kearahku dan langsung memelukku sambil menangis."Bu Airin. Lihatlah bagaimana keadaan suamiku sekarang." Ucapnya sambil menangis. Aku yang muak dengan sandiwaranya langsung melepas pelukan mbak Sekar. "Maaf, Saya sudah mendengar semuanya!""Apa yang Bu Airin dengar?""Semuanya!"Mbak Sekar dan Ahmad sangat terkejut mendengar ucapanku. "Ja--di... Bu Airin mendengar perdebatan kami?" tanya Ahmad dengan terbata. Sedangkan mbak Sekar hanya terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Iya! ""Baguslah jika Bu Airin sudah mendengar semuanya, jadi tidak ada yang harus kami tutupi lagi,"jawab Sekar tanpa ada rasa bersalah sedikit pun "Kenapa harus ditutupi? Apa yang ingin kalian bicarakan dengan saya?""Bu... Maafkan Saya... Saya bersedia ibu pecat jika apa yang kami bicarakan tadi telah menyinggung perasaan ibu." ucap Ahmad dengan wajah penuh sesal dan sangat berbanding terbalik dengan istrinya Sekar. Sekar seolah tertantan