Home / Pernikahan / Titip Benih / Balas dendam

Share

Balas dendam

Author: Yayuk Lidiawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Kami semua sangat terpukul dengan Kepergian Yusuf.

Mas Ikhsan meminta Yusuf di makamkan di sebelah orang tuanya.

Setelah acara pemakaman Yusuf selesei. Kami pulang kerumah.

Aku masih tidak percaya jika Yusuf pergi meninggalkan ku untuk selamanya.

Aku menangis didalam kamar ku, Mbok Minah masih setia menemani ku dari kemarin.

"Nyah... ikhlaskan Yusuf, kasihan dia disana kalau Nyonya seperti ini."

"Mbok! bagaimana aku bisa ikhlas? Yusuf yang membuatku bisa bertahan sampai dititik ini, tapi Tuhan mengambilnya dari ku."

"Nyah... sabar ya... lebih baik nyonya berisitirahat, karena dari kemarin Nyonya tidak istirahat, mbok keluar dulu menyiapkan makan untuk Nyonya,"

"Aku tidak lapar Mbok."

"Nyonya dari kemarin tidak makan, jika Nyonya begini terus nanti Nyonya bisa sakit."

"Gak, Mbok, aku tidak mau makan, bagaimana bisa aku menelan makanan dalam kondisi seperti ini."

"Nyah... Mbok tahu dan sangat mengerti perasaan Nyonya, tapi jika nyonya menyiksa diri seperti ini pasti Yusuf sedih disana."
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
bagus bayi kecil itu d panggil sang halik .biar tidak d perebut kan lagi oleh orang2 tamak harta itu .dn juga biar ikhsan sadar .bhw istri nya jahat dn juga maruk harta ..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Titip Benih    Operasi wajah

    Aku mutuskan untuk menjual semua aset ku.Setelah semuanya terjual, aku pergi ke Korea untuk merombak semua penampilan ku, dan sebagian uangnya aku gunakan untuk membuka usaha bersama Anita.Selama aku menjalani operasi plastik, Anita sendiri yang menjalankan usaha kami. Waktu berjalan begitu cepat, sudah enam bulan aku berada di Korea dan operasi ku semua berjalan lancar. Aku merubah bagian mata, rahang dan hidung.Aku sangat puas akan perubahan wajah ku, aku yakin tak akan ada yang bisa membuat mengenali ku sekarang.Jadi aku putuskan akan kembali pulang ke Indonesia, karena aku sudah tidak sabar untuk segera memulai aksi balas dendam ku kepada Mas Ikhsan dan Mbak Laras.Aku sudah mengabari Anita jika aku akan pulang.Setelah menempuh perjalanan sekitar tujuh jam dua puluh menit, akhirnya aku sampai di Indonesia.Setelah mengambil barang aku lalu menuju pintu keluar, Aku sudah melihat keberadaan Anita jadi aku langsung bergegas menuju kearahnya."Hai..." sapa ku, Anita melihat ku d

  • Titip Benih    Menjebak Ikhsan

    Mas Ikhsan mulai sering datang ke apartemen ku di jam makan siang.Aku tidak terlalu merespon mas Ikhsan agar dia tidak berpikir jika aku terlalu mu*a*an.Mas Ikhsan sepertinya sudah mulai menaruh perasaan terhadap ku, karena dia sekarang mulai peduli dan perhatian dengan ku."Ra... mas boleh nginap di sini?""Ha! nginap? tidak mas, kita ini belum menikah.""Mas berjanji tidak akan menyentuh mu.""Mas... aku masih trauma dengan kejadian waktu itu, sampai sekarang pun mas belum memberikan keputusan.""Mas sedang memikirkan cara agar mas bisa segera menikahi mu.""Kapan? bagaimana jika aku hamil mas?""Bagus dong kalau sampai kamu hamil.""Bagus bagi Mas, tapi musibah untuk ku.""Jangan bicara seperti itu Ra... Mas pasti akan menikahi mu.""Mas! jujur aku tidak percaya dengan apa yang kamu ucapkan, karena baru kenal saja kamu sudah menodai ku. Jadi bukti kan kepada ku jika kamu memang serius dengan ucapan mu.""Dengan cara apa, Mas harus membuktikan kepada mu?""Belikan aku rumah dan mob

  • Titip Benih    Laras sakit hati

    Mbak Laras pergi meninggalkan kami dengan derai air mata.Sedangkan mas Ikhsan langsung memeluk ku dan mengajakku kembali masuk kedalam rumah.Mas Ikhsan tidak peduli dengan Mbak Laras, Dia sibuk membujukku agar aku tidak pergi meninggalkannya."Ra... ayo kita masuk, mas berjanji tidak akan menyakiti hati mu lagi.""Bener, mas tidak akan menyakiti aku lagi?""Iya... mas janji."Lalu aku mau diajak masuk olehnya.Setelah di dalam rumah, Rina mengatakan jika kamar ku sudah siap.Tapi karena niatku memang ingin membuat rumah tangga mereka seperti neraka, maka aku meminta mas Ikhsan melakukan sesuatu untuk ku."Mas... aku tidak mau tidur di kamar ini." rengek kuMas Ikhsan terlihat nampak sedikit bingung mendengar ucapan ku."Terus kamu mau tidur dimana?""Aku mau tidur di kamar utama..." "Tapi... Ra... kamar itu adalah kamar ku dan Laras. Tidak mungkin kamu ikut tidur di kamar itu bertiga.""iiiihhhh... Mas! aku tidak mau tidur sama Mbak Laras! aku mau tidur cuma sama kamu. Jadi suruh Mb

  • Titip Benih    Ikhsan curiga

    Mas Ikhsan sangat terkejut mendengar ucapan ku, dia langsung menepikan mobilnya dan menatap tajam kearah ku."Ra... siapa kamu sebenarnya?" tanyanya menyelidikAku langsung bersikap biasa seolah tidak terjadi apa-apa."Maksud mas apa?""Kamu tahu dari mana jika aku memberikan perusahaan kepada Laras, seingat ku, aku belum cerita kepada mu mengenai hal itu." ucapnya"I-itu... asisten Mbak Laras yang bercerita." jawab ku berbohong. Biar saja aku menjadikan Rina kambing hitam."O... Mas pikir..." ucapnya dengan wajah lega"Memang ada apa mas? apakah ada sesuatu yang mas sembunyikan dari ku? sehingga mas takut." jawab ku"Ti-tidak ada apa-apa. Mas hanya takut kamu salah faham saja." jawabnya.Setelah itu mas Ikhsan menyalakan lagi mesin mobilnya.Kami berputar-putar mencari warung bakso, Sebenarnya aku tidak terlalu suka makan bakso tapi agar terlihat benar-benar menyidam jadi mau tidak mau aku harus mencari sesuatu yang sekiranya sedikit berbeda.Setelah sampai di warung bakso, aku hanya

  • Titip Benih    Ancaman Laras

    "Laras!!!" teriak mas Ikhsan ketika pintu terbuka.Mbak Laras sangat terkejut mendengar teriakkan mas Ikhsan, wajahnya langsung pucat dan keringat membasahi keningnya.Sedangkan orang di sebelahnya hanya diam dan tertunduk sambil meremas kedua tengannya."Hebat! seperti ini kelakuan mu di kantor!""Mas... tolong dengar penjelasan ku dulu.""Apa lagi yang harus di jelaskan!'"Ini semua tidak seperti yang kamu lihat. Aku dan Fredi tidak ada hubungan apa-apa.""Lucu! tidak ada hubungan apa-apa tapi ciu**n sampai seperti itu." celetuk ku"Diam kamu! wanita mur**n!" bentak mbak Laras."Yang mur**n itu kamu bukan aku!" jawabku."Fredi! tega kamu hiatani persahabatan kita!" ucap mas Ikhsan kepada laki-laki itu."Aku dan Laras sudah lama memiliki hubungan San. Tolong lepaskan dia untuk ku, to kamu sudah punya istri baru dan sekarang dia sedang hamil anak mu jadi biarkan aku dan Laras bersama." pinta laki-laki itu"Apa!!! tidak! aku tidak mau menikah dengan mu." jawab Mbak Laras lantang"Ras...

  • Titip Benih    Rahasia yang terbongkar

    Keesokan paginya mata ku di kejutkan dengan sebuah pemandangan yang sangat luar biasa.Bagaimana bisa mas Ikhsan dan mbak Laras seromantis itu, mas Ikhsan seakan lupa akan kesalahaan yang mbak Laras perbuat."Wah... romantis sekali." ujar ku sambil menghempaskan tubuhku di kursi meja makan."Kenapa? kamu cemburu." jawab Mbak Laras"Idih! siapa juga yang cemburu." ujarku"Mas... apa gak j*j*k itu sama mulut mbak Laras yang bekas Fredi." imbuhku sambil menatap kearah mas IkhsanMas Ikhsan terlihat menghentikan aksinya sejenak."Yang lalu biar saja berlalu Ra... tidak usah diungkit lagi." jawab mas Ikhsan"Waw... secepat itu mas?" ucapku, sedangkan mbak Laras langsung bergelayut manja di lengan mas Ikhsan"Sudahlah Ra... ayo sarapan, gak usah bahas yang tidak penting." ucap mas Ikhsan."Sebenarnya itu memang tidak penting ya mas... oke nanti aku juga mau coba ah... siapa tahu dapat cowok yang lebih segalanya dari mu." sindir ku.Mas Ikhsan langsung menatap tajam kearah ku."Kamu jangan pe

  • Titip Benih    Menyadarkan Ikhsan

    Aku mengurungkan niatku untuk menangkap basah mbak Laras dan Fredi.Aku akan membuktikan ucapan Rina jika dua hari lagi mereka akan pergi ke dukun itu.Dua hari kemudian.Ketika sarapan mbak Laras terlihat sedang sibuk dengan ponselnya."Mas... hari ini aku keluar kota sama Rina." ucapnya"Mau ngapain?" tanyanya"Biasalah mas... ada urusan dikit." jawabnya"Ya sudah... jangan lama-lama." ucap mas Ikhsan"Gak mas... besok juga udah balik kok." jawabnyaSetelah itu mbak Laras mengajak Rina untuk segera berangkat.Sedangkan aku masih sarapan dengan mas Ikhsan.Aku tidak mungkin jika langsung pamit pergi juga, karena nanti mas Ikhsan bisa curiga.Aku semalam sudah menghubungi orang kepercayaan ku untuk mengikuti mereka. Jadi jika aku pergi sedikit lebih lama aku masih saja bisa tahu keberadaan mereka.Aku harus mencari cara agar mas Ikhsan bisa ikut dengan ku, karena aku ingin mas Ikhsan menangkap basah mbak Laras yang sedang digauli oleh dukun itu.Semoga dengan menangkap basah mereka bis

  • Titip Benih    Lunturnya guna-guna

    Mas Ikhsan di bawa masuk kedalam kamar oleh mbak Laras.Ustadz Ilham tak berhenti melantunkan ayat-ayat ruqyah.Terdengar suara gaduh di kamar itu, entah apa yang terjadi di dalam sana.ustadz Ilham melarang aku mendekat ke kamar itu. Akan tetapi ustadz Ilham semakin nyaring melantunkan ayat-ayat ruqyah itu sehingga tak berselang lama mbak Laras keluar dengan rambut yang acak-acakan."Diam!!!" Teriaknya dengan nada sangat tinggi"Aku bilang Diam!!!"bentaknya lagi. Namun Ustad Ilham terus meneruskan bacaan ayatnya."Kamu tuli ya! Aku bilang DIAM!!!"teriaknya lagi semakin nyaring Ustadz Ilham tak mengindahkan teriakan mbak Laras, Beliau tetap melanjutkan membaca ayat itu.Mbak Laras semakin menjadi, dia berjalan mendekat kearah ustadz Ilham.Ditariknya baju ustadz Ilham hingga robek bagian kerahnya, setelah itu mbak Laras mendorong tubuh ustadz Ilham hingga ustadz Ilham jatuh kebelakang.Tak ada raut wajah emosi yang terlihat di wajahnya, hanya saja ustadz Ilham semakin kencang membaca

Latest chapter

  • Titip Benih    Ending

    Setelah acara tujuh harian, aku langsung terbang ke kalimantan. Setelah sampai disana, aku lalu menceritakan semuanya kepada mbok Inah. "Mbok... Aku mungkin hanya satu atau dua minggu disini, karena aku sudah memutuskan untuk balik ke jakarta.""Mbok ikut Non. Mbok tidak mau di tinggal sendirian disini.""Kalau mbok ikut, lalu siapa yang akan mengurus rumah ini?""Tapi, mbok tidak mau disini sendirian Non. Pokoknya mbok ikut kemana Non pergi. Mbok tidak mau jauh dari Non. Hanya Non yang mbok miliki. Tolong ajak mbok ya." ucapnya dengan raut wajah sedih dan memohon kepadaku. Aku berpikir sejenak. Aku jadi kepikiran Ahmad dan Maman. Bukankah aku memiliki dua rumah, jadi satu bisa di tempati oleh Maman dan anaknya dan yang ini bisa di tempati Ahmad dan anaknya. Jadi anggap saja ini adalah rumah dinas untuk mereka. "Baiklah, Mbok ikut aku pulang ke Jakarta."Mbok Inah sangat senang mendengar hal itu, dia langsung menghambur kepelukanku sambil menangis. Setelah itu ak

  • Titip Benih    Kepergian Adam

    Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Adam. Karena Perawat tidak mengijinkan kami untuk masuk. Aku benar-benar cemas dan takut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Kami lalu menunggu dengan perasaan yang sangat cemas dan takut. Dan benar saja. Ketakutan kami terbukti. Ketika Dokter keluar ruangan, Dokter menyatakan jika Adam sudah meninggal dunia. Aku yang mendengar hal itu langsung berlari masuk dan memeluk tubuh Adam yang mulai terasa dingin itu. "Adam... Bangun Nak... Ini Kak Airin. Kakak datang untuk menjemput kalian." "Dam... Buka matamu Nak... Ayo buka matamu lihat Kakak sudah datang. Kakak janji tidak akan meninggalkan kalian lagi.""Adam... Ayo buka matamu. Kakak mohon Dam buka matamu sekali saja. Apa kamu tidak kasihan dengan adik-adikmu di panti. Mereka pasti menunggu kepulangan mu. Dam kakak mohon buka matamu." ucapku dengan tangisan yang sudah benar-benar tak dapat aku bendung lagi. Anita mendekat dan memelukku. Aku tahu Dia juga me

  • Titip Benih    Kepergian Ikhsan

    Aku tidak tahu apa yang terjadi disana. Aku segera berkemas dan langsung memesan tiket pesawat lewat online.Si Mbok sedikit terkejut ketika aku mengatakan jika aku besok harus pergi. Sepertinya si Mbok tahu kemana aku akan pergi jadi dia tidak banyak bertanya kepadaku.Setelah selesei berkemas. Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan Yusuf. Aku memang sudah lama tidak pernah ke makamnya. "Maafkan mama ya sayang sudah lama mama tidak menengok Yusuf" ucapku dalam hati. Tanpa terasa air mataku menetes.Rasa rindu yang teramat dalam menyelimuti hatiku. Aku menangis sejadi-jadinya dengan menenggelamkan wajahku ke bantal agar si Mbok tak dapat mendengar suara tangisanku.Aku menangis sampai tertidur."Mbak Laras?" Kenapa aku seperti melihat mbak Laras. Apakah benar itu mbak Laras.Aku mengikuti perempuan yang sangat mirip mbak Laras itu. Dia berjalan dengan santai sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Tunggu!!! Bukankah anak dalam gendongannya itu seperti anakku Yusuf? Iya. Itu ada

  • Titip Benih    Pesan dari Anita

    Aku sangat terkejut ketika melihat siapa yang melempari mobilku dengan batu. Maman yang melihat hal itu segera turun."He! Kenapa kamu melempar batu itu ke mobil?"Aku yang melihat Maman emosi langsung segera turun. Aku tidak mau jika Maman sampai lepas kendali."Man. Kamu masuk saja, saya kenal dengannya.""Ta-tapi,Bu.""Sudah kamu masuk saja ke dalam mobil, biar saya selesaikan masalah ini."Maman lalu masuk ke dalam mobil tanpa membantah ku sedikit pun.Setelah Maman masuk ke mobil, aku berjalan ke arah Rudi."Kenapa kamu melempari mobil Tante?" Tanyaku dengan nada lembut"Tante harus bertanggung jawab. Kembalikan kaki bapak seperti dulu agar ibu tidak memarahi bapak setiap hari." Ucapnya sambil menangis"Rudi... Maafkan Tante, Tante tidak bisa membuat kaki bapakmu utuh seperti dulu.""Pokoknya aku tidak mau tahu, Tante harus bertanggung jawab. Sekarang bapak tidak tahu dimana karena di usir ibu." Ucap Rudi masih dengan menangis"Apakah kamu tidak tahu bapakmu sekarang dimana? Apaka

  • Titip Benih    Bertemu Ahmad

    Aku menajamkan penglihatanku untuk memastikan apa yang aku lihat itu benar. "Mbok... Apa i-itu Ahmad?""iya, Non. Sepertinya itu nak Ahmad. Tapi untuk apa dia di taman ini sendirian?""Coba mbok kesana dan pastikan apakah dia benar-benar Ahmad.""Baik, Non."Lalu si mbok berjalan kearah orang yang kami duga adalah Ahmad. Symbol menunggu si mbok, aku menghubungi Manana. "Man... Bagaimana ketemu sama Ahmad dan keluarganya?""Maaf Bu, kata para tetangga pak Ahmad sudah pindah kontrakan.""Pindah?""Iya, Bu. Katanya mereka habis ribut besar dan keesokkan harinya anak dan istrinya pergi meninggalkan rumah, sedangkan pak Ahmad diusir pemilik kontrakan.""Ya sudah sekarang kamu jemput saya di taman dekat cafe tadi.""Baik, Bu. Ini saya sudah dekat."Setelah itu aku matikan sambungan telephone. Aku melihat si mbok berbicara dengan laki-laki itu, karena aku penasaran akhirnya aku putuskan untuk mendekat kearah mereka. Dan benar saja dugaanku, laki-laki itu benar-benar Ahmad.

  • Titip Benih    Perceraian Ahmad dan Sekar

    Aku kembali kembali pulang untuk mengurus semuanya sebelum anak panti aku bawa. Setelah sampai rumah aku langsung bercerita kepada si Mbok. Dan aku senang si Mbok sangat mendukungku. Aku lalu memanggil Maman. "Man... Bagaimana? Apakah tanah yang aku minta sudah dapat?""Alhamdulillah sudah Bu.""Baiklah, bagaimana surat menyuratnya?""Mereka minta di bayar setengah dulu bu dan setelah kita bayar mereka akan mengurus sertifikatnya dan balik nama sekalian jadi kita terima beres.""Apakah mereka bisa dipercaya?""Insha Allah bisa Bu.""Baiklah tolong kamu atur kapan saya bisa menemui mereka. Karena saya butuh cepat dan ingin segera saya bangun.""Tapi, Bu. Untuk membangun rumah seperti yang ibu inginkan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama."Aku terdiam, karena aku baru sadar jika aku tak berpikir sejauh itu. Aku hanya berpikir dapat tanah dan langsung di bangu. Aku tidak berpikir jika membangun sebuah rumah yang cukup besar itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. "Kamu benar j

  • Titip Benih    Wasiat Bu Wulan

    Aku pergi meninggalkan mas Ikhsan tanpa menoleh lagi. Aku takut dengan ancaman mas Ikhsan. Aku harus segera pergi dari kota ini dan membawa anak-anak panti. Mereka tidak terlalu banyak hanya berjumlah sekitar lima belas orang. Jadi aku yakin bisa menghidupi mereka.Anak-anak panti ada beberapa yang sudah beranjak dewasa jadi bisa saja mereka membantuku untuk mengurus mereka yang sebagian masih kecil. Aku akan membangunkan rumah yang layak disana. "Kamu masih lamakah?"tanya Anita dalam panggilan telepon "Tidak kok, sebentar lagi aku pulang"jawabku"Ya sudah aku tunggu, jangan lama-lama dan hati-hati dijalan,"ucapnya lagi dan setelah itu panggilan diakhiri. Aku langsung segera pulang kerumah Bu Wulan karena Anita sudah menelepon terus. Aku tahu jika Anita sangat mengkhawatirkan aku. "Akhirnya kamu datang juga, Rin,"ucapnya sambil memegang tanganku yang baru turun dari mobil. Aku hanya tersenyum melihatnya. Setelah sampai aku langsung membantu mereka menyiapkan segala sesuatu

  • Titip Benih    Meninggalnya bu Wulan

    Tubuhku bergetar setelah membaca pesan dari Anita. Aku langsung menghubungi Anita. "Nit..." ucapku dengan menangis. Aku sudah tidak dapat lagi menahan air mataku. "Rin... Kamu harus ikhlas. Mungkin ini yang terbaik untuk Bu Wulan." jawab Anita menenangkan aku. "Bagaimana aku bisa ikhlas Nit. Bu Wulan seperti itu karena aku.""Rin. Kamu tidak boleh menyalahkan dirimu. Ini semua terjadi karena Ikhsan jadi ini bukan salah kamu.""Nit... Aku sudah dibandara dan akan segera sampai dirumah sakit.""Ya sudah aku tunggu kamu disini. Kamu yang sabar ya Rin."Bu Wulan meninggal sebelum bertemu denganku. Aku sangat sedih dan sangat marah terhadap Mas Ikhsan. Jika bukan karena mas Ikhsan men*s*knya pasti semua ini tidak akan terjadi.Setelah sampai rumah sakit aku langsung disambut oleh Anita. Aku menangis dalam pelukannya. "Nit, semua ini salahku, andai aku tidak masuk dalam kehidupan mereka, semua ini tidak akan pernah terjadi,"ucapku sambil menangis. Anita lalu mengusap air mat

  • Titip Benih    Kabar buruk dari Anita

    Mbak Sekar yang melihat kedatanganku langsung berjalan kearahku dan langsung memelukku sambil menangis."Bu Airin. Lihatlah bagaimana keadaan suamiku sekarang." Ucapnya sambil menangis. Aku yang muak dengan sandiwaranya langsung melepas pelukan mbak Sekar. "Maaf, Saya sudah mendengar semuanya!""Apa yang Bu Airin dengar?""Semuanya!"Mbak Sekar dan Ahmad sangat terkejut mendengar ucapanku. "Ja--di... Bu Airin mendengar perdebatan kami?" tanya Ahmad dengan terbata. Sedangkan mbak Sekar hanya terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Iya! ""Baguslah jika Bu Airin sudah mendengar semuanya, jadi tidak ada yang harus kami tutupi lagi,"jawab Sekar tanpa ada rasa bersalah sedikit pun "Kenapa harus ditutupi? Apa yang ingin kalian bicarakan dengan saya?""Bu... Maafkan Saya... Saya bersedia ibu pecat jika apa yang kami bicarakan tadi telah menyinggung perasaan ibu." ucap Ahmad dengan wajah penuh sesal dan sangat berbanding terbalik dengan istrinya Sekar. Sekar seolah tertantan

DMCA.com Protection Status