Mas Ikhsan sangat terkejut mendengar ucapan ku, dia langsung menepikan mobilnya dan menatap tajam kearah ku."Ra... siapa kamu sebenarnya?" tanyanya menyelidikAku langsung bersikap biasa seolah tidak terjadi apa-apa."Maksud mas apa?""Kamu tahu dari mana jika aku memberikan perusahaan kepada Laras, seingat ku, aku belum cerita kepada mu mengenai hal itu." ucapnya"I-itu... asisten Mbak Laras yang bercerita." jawab ku berbohong. Biar saja aku menjadikan Rina kambing hitam."O... Mas pikir..." ucapnya dengan wajah lega"Memang ada apa mas? apakah ada sesuatu yang mas sembunyikan dari ku? sehingga mas takut." jawab ku"Ti-tidak ada apa-apa. Mas hanya takut kamu salah faham saja." jawabnya.Setelah itu mas Ikhsan menyalakan lagi mesin mobilnya.Kami berputar-putar mencari warung bakso, Sebenarnya aku tidak terlalu suka makan bakso tapi agar terlihat benar-benar menyidam jadi mau tidak mau aku harus mencari sesuatu yang sekiranya sedikit berbeda.Setelah sampai di warung bakso, aku hanya
"Laras!!!" teriak mas Ikhsan ketika pintu terbuka.Mbak Laras sangat terkejut mendengar teriakkan mas Ikhsan, wajahnya langsung pucat dan keringat membasahi keningnya.Sedangkan orang di sebelahnya hanya diam dan tertunduk sambil meremas kedua tengannya."Hebat! seperti ini kelakuan mu di kantor!""Mas... tolong dengar penjelasan ku dulu.""Apa lagi yang harus di jelaskan!'"Ini semua tidak seperti yang kamu lihat. Aku dan Fredi tidak ada hubungan apa-apa.""Lucu! tidak ada hubungan apa-apa tapi ciu**n sampai seperti itu." celetuk ku"Diam kamu! wanita mur**n!" bentak mbak Laras."Yang mur**n itu kamu bukan aku!" jawabku."Fredi! tega kamu hiatani persahabatan kita!" ucap mas Ikhsan kepada laki-laki itu."Aku dan Laras sudah lama memiliki hubungan San. Tolong lepaskan dia untuk ku, to kamu sudah punya istri baru dan sekarang dia sedang hamil anak mu jadi biarkan aku dan Laras bersama." pinta laki-laki itu"Apa!!! tidak! aku tidak mau menikah dengan mu." jawab Mbak Laras lantang"Ras...
Keesokan paginya mata ku di kejutkan dengan sebuah pemandangan yang sangat luar biasa.Bagaimana bisa mas Ikhsan dan mbak Laras seromantis itu, mas Ikhsan seakan lupa akan kesalahaan yang mbak Laras perbuat."Wah... romantis sekali." ujar ku sambil menghempaskan tubuhku di kursi meja makan."Kenapa? kamu cemburu." jawab Mbak Laras"Idih! siapa juga yang cemburu." ujarku"Mas... apa gak j*j*k itu sama mulut mbak Laras yang bekas Fredi." imbuhku sambil menatap kearah mas IkhsanMas Ikhsan terlihat menghentikan aksinya sejenak."Yang lalu biar saja berlalu Ra... tidak usah diungkit lagi." jawab mas Ikhsan"Waw... secepat itu mas?" ucapku, sedangkan mbak Laras langsung bergelayut manja di lengan mas Ikhsan"Sudahlah Ra... ayo sarapan, gak usah bahas yang tidak penting." ucap mas Ikhsan."Sebenarnya itu memang tidak penting ya mas... oke nanti aku juga mau coba ah... siapa tahu dapat cowok yang lebih segalanya dari mu." sindir ku.Mas Ikhsan langsung menatap tajam kearah ku."Kamu jangan pe
Aku mengurungkan niatku untuk menangkap basah mbak Laras dan Fredi.Aku akan membuktikan ucapan Rina jika dua hari lagi mereka akan pergi ke dukun itu.Dua hari kemudian.Ketika sarapan mbak Laras terlihat sedang sibuk dengan ponselnya."Mas... hari ini aku keluar kota sama Rina." ucapnya"Mau ngapain?" tanyanya"Biasalah mas... ada urusan dikit." jawabnya"Ya sudah... jangan lama-lama." ucap mas Ikhsan"Gak mas... besok juga udah balik kok." jawabnyaSetelah itu mbak Laras mengajak Rina untuk segera berangkat.Sedangkan aku masih sarapan dengan mas Ikhsan.Aku tidak mungkin jika langsung pamit pergi juga, karena nanti mas Ikhsan bisa curiga.Aku semalam sudah menghubungi orang kepercayaan ku untuk mengikuti mereka. Jadi jika aku pergi sedikit lebih lama aku masih saja bisa tahu keberadaan mereka.Aku harus mencari cara agar mas Ikhsan bisa ikut dengan ku, karena aku ingin mas Ikhsan menangkap basah mbak Laras yang sedang digauli oleh dukun itu.Semoga dengan menangkap basah mereka bis
Mas Ikhsan di bawa masuk kedalam kamar oleh mbak Laras.Ustadz Ilham tak berhenti melantunkan ayat-ayat ruqyah.Terdengar suara gaduh di kamar itu, entah apa yang terjadi di dalam sana.ustadz Ilham melarang aku mendekat ke kamar itu. Akan tetapi ustadz Ilham semakin nyaring melantunkan ayat-ayat ruqyah itu sehingga tak berselang lama mbak Laras keluar dengan rambut yang acak-acakan."Diam!!!" Teriaknya dengan nada sangat tinggi"Aku bilang Diam!!!"bentaknya lagi. Namun Ustad Ilham terus meneruskan bacaan ayatnya."Kamu tuli ya! Aku bilang DIAM!!!"teriaknya lagi semakin nyaring Ustadz Ilham tak mengindahkan teriakan mbak Laras, Beliau tetap melanjutkan membaca ayat itu.Mbak Laras semakin menjadi, dia berjalan mendekat kearah ustadz Ilham.Ditariknya baju ustadz Ilham hingga robek bagian kerahnya, setelah itu mbak Laras mendorong tubuh ustadz Ilham hingga ustadz Ilham jatuh kebelakang.Tak ada raut wajah emosi yang terlihat di wajahnya, hanya saja ustadz Ilham semakin kencang membaca
***Keesokan harinya***Ada perubahan dengan mas Ikhsan, mas Ikhsan mulai sering diam."Mas... Kamu gak kekantor?" Tanyaku"Gak Ra... Mas mau ke makam orang tua mas." Jawabnya.Aku terkejut mendengar hal itu karena seingat ku kata Mbok Minah, mas Ikhsan tidak pernah peduli dengan orang tuanya setelah menikah dengan mbak Laras bahkan disaat orang tuanya meninggal pun mas Ikhsan lebih memilih tidak datang."Mas bener mau ke makam orang tua mas?" Tanyaku lagi"Iya Ra... Mas sudah banyak salah sama orang tua mas. Mas ingin meminta ampunan kepada mereka." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca."Mau aku temani mas?" Tanyaku"Tidak usah Ra... Mas sendiri saja, kamu tolong urus Laras. Dia belum keluar kamar semenjak kemarin." Ucapnya."Mbak Laras baik-baik saja kok mas... Rina yang ngurusnya." Jawabku"Apakah kamu masih menyimpan dendam kepada Laras? Sehingga kamu tidak mau mengurusnya?" Tanyanya"Mas... Mbak Laras tidak mau melihat ku. Mbak Laras hanya mau di urus sama Rina." Jawabku. Memang mbak L
Aku tak pernah lagi memikirkan mas Ikhsan. Aku mulai menikmati kehidupan baru yang aku jalani sekarang. Aku bukanlah Airin yang seperti dulu. Saat ini orang mengenalku sebagai seorang pengusaha dan tidak ada satupun yang mengetahui latar belakangku. Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa sudah tiga tahun berlalu. Aku mulai menyibukkan diri dengan pabrik dan beberapa usahaku yang lainnya. Aku menjadi wanita super sibuk. Hingga pada suatu hari tanpa sengaja aku bertemu dengan seorang laki-laki yang menurutku sangat baik. Dia yang menolongku ketika aku akan dihakimi warga karena tanpa sengaja menabrak seseorang. "Tolong maafkan saya, saya benar-benar tidak sengaja,"ucapku memohon kepada para warga yang hendak memukuliku"Makanya jangan mentang-mentang kaya jadi dengan seenaknya mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi!"jawab salah satu warga "Saya tidak mengemudi dengan kecepatan tinggi, hanya saja bapak itu yang tiba-tiba menyeberang, saya panik dan tidak sempat lagi mengere
Setelah sampai pabrik. Ahmad langsung memarkirkan mobil ditempat biasa. Ahmad akan menunggu di pabrik dan tidak akan pergi kemana-mana. Biasanya Ahmad akan ngobrol dengan satpam. Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan di pabrik. Aku akan pergi ketoko bajuku. Karena sudah lama aku tidak pernah kesana. Karena ada orang kepercayaanku yang mengelolanya. Jadi aku tidak perlu setiap hari mengontrol kesana. Namun begitu aku sampai di parkiran. Aku sangat terkejut karena mobilku sudah tidak ada. Aku lalu bertanya ke pada satpam. Dan kata satpam Ahmad pergi dengan terburu-buru. Aku lalu menghubungi nomor Ahmad. "Hallo...""Maaf, Bu... Saya pergi tanpa ijin ibu, Saya sekarang di rumah sakit anak saya kondisinya drop."Aku sangat terkejut mendengar penuturan Ahmad, aku yang awalnya akan memarahinya jadi merasa iba. "Ya sudah kamu urus anakmu dulu. Nanti mobil kamu bawa saja.""Ba-baik, Bu."Setelah itu panggilan aku akhiri. Setelah selesai menghubungi Ahmad. Aku lalu memesa
Setelah acara tujuh harian, aku langsung terbang ke kalimantan. Setelah sampai disana, aku lalu menceritakan semuanya kepada mbok Inah. "Mbok... Aku mungkin hanya satu atau dua minggu disini, karena aku sudah memutuskan untuk balik ke jakarta.""Mbok ikut Non. Mbok tidak mau di tinggal sendirian disini.""Kalau mbok ikut, lalu siapa yang akan mengurus rumah ini?""Tapi, mbok tidak mau disini sendirian Non. Pokoknya mbok ikut kemana Non pergi. Mbok tidak mau jauh dari Non. Hanya Non yang mbok miliki. Tolong ajak mbok ya." ucapnya dengan raut wajah sedih dan memohon kepadaku. Aku berpikir sejenak. Aku jadi kepikiran Ahmad dan Maman. Bukankah aku memiliki dua rumah, jadi satu bisa di tempati oleh Maman dan anaknya dan yang ini bisa di tempati Ahmad dan anaknya. Jadi anggap saja ini adalah rumah dinas untuk mereka. "Baiklah, Mbok ikut aku pulang ke Jakarta."Mbok Inah sangat senang mendengar hal itu, dia langsung menghambur kepelukanku sambil menangis. Setelah itu ak
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Adam. Karena Perawat tidak mengijinkan kami untuk masuk. Aku benar-benar cemas dan takut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Kami lalu menunggu dengan perasaan yang sangat cemas dan takut. Dan benar saja. Ketakutan kami terbukti. Ketika Dokter keluar ruangan, Dokter menyatakan jika Adam sudah meninggal dunia. Aku yang mendengar hal itu langsung berlari masuk dan memeluk tubuh Adam yang mulai terasa dingin itu. "Adam... Bangun Nak... Ini Kak Airin. Kakak datang untuk menjemput kalian." "Dam... Buka matamu Nak... Ayo buka matamu lihat Kakak sudah datang. Kakak janji tidak akan meninggalkan kalian lagi.""Adam... Ayo buka matamu. Kakak mohon Dam buka matamu sekali saja. Apa kamu tidak kasihan dengan adik-adikmu di panti. Mereka pasti menunggu kepulangan mu. Dam kakak mohon buka matamu." ucapku dengan tangisan yang sudah benar-benar tak dapat aku bendung lagi. Anita mendekat dan memelukku. Aku tahu Dia juga me
Aku tidak tahu apa yang terjadi disana. Aku segera berkemas dan langsung memesan tiket pesawat lewat online.Si Mbok sedikit terkejut ketika aku mengatakan jika aku besok harus pergi. Sepertinya si Mbok tahu kemana aku akan pergi jadi dia tidak banyak bertanya kepadaku.Setelah selesei berkemas. Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan Yusuf. Aku memang sudah lama tidak pernah ke makamnya. "Maafkan mama ya sayang sudah lama mama tidak menengok Yusuf" ucapku dalam hati. Tanpa terasa air mataku menetes.Rasa rindu yang teramat dalam menyelimuti hatiku. Aku menangis sejadi-jadinya dengan menenggelamkan wajahku ke bantal agar si Mbok tak dapat mendengar suara tangisanku.Aku menangis sampai tertidur."Mbak Laras?" Kenapa aku seperti melihat mbak Laras. Apakah benar itu mbak Laras.Aku mengikuti perempuan yang sangat mirip mbak Laras itu. Dia berjalan dengan santai sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Tunggu!!! Bukankah anak dalam gendongannya itu seperti anakku Yusuf? Iya. Itu ada
Aku sangat terkejut ketika melihat siapa yang melempari mobilku dengan batu. Maman yang melihat hal itu segera turun."He! Kenapa kamu melempar batu itu ke mobil?"Aku yang melihat Maman emosi langsung segera turun. Aku tidak mau jika Maman sampai lepas kendali."Man. Kamu masuk saja, saya kenal dengannya.""Ta-tapi,Bu.""Sudah kamu masuk saja ke dalam mobil, biar saya selesaikan masalah ini."Maman lalu masuk ke dalam mobil tanpa membantah ku sedikit pun.Setelah Maman masuk ke mobil, aku berjalan ke arah Rudi."Kenapa kamu melempari mobil Tante?" Tanyaku dengan nada lembut"Tante harus bertanggung jawab. Kembalikan kaki bapak seperti dulu agar ibu tidak memarahi bapak setiap hari." Ucapnya sambil menangis"Rudi... Maafkan Tante, Tante tidak bisa membuat kaki bapakmu utuh seperti dulu.""Pokoknya aku tidak mau tahu, Tante harus bertanggung jawab. Sekarang bapak tidak tahu dimana karena di usir ibu." Ucap Rudi masih dengan menangis"Apakah kamu tidak tahu bapakmu sekarang dimana? Apaka
Aku menajamkan penglihatanku untuk memastikan apa yang aku lihat itu benar. "Mbok... Apa i-itu Ahmad?""iya, Non. Sepertinya itu nak Ahmad. Tapi untuk apa dia di taman ini sendirian?""Coba mbok kesana dan pastikan apakah dia benar-benar Ahmad.""Baik, Non."Lalu si mbok berjalan kearah orang yang kami duga adalah Ahmad. Symbol menunggu si mbok, aku menghubungi Manana. "Man... Bagaimana ketemu sama Ahmad dan keluarganya?""Maaf Bu, kata para tetangga pak Ahmad sudah pindah kontrakan.""Pindah?""Iya, Bu. Katanya mereka habis ribut besar dan keesokkan harinya anak dan istrinya pergi meninggalkan rumah, sedangkan pak Ahmad diusir pemilik kontrakan.""Ya sudah sekarang kamu jemput saya di taman dekat cafe tadi.""Baik, Bu. Ini saya sudah dekat."Setelah itu aku matikan sambungan telephone. Aku melihat si mbok berbicara dengan laki-laki itu, karena aku penasaran akhirnya aku putuskan untuk mendekat kearah mereka. Dan benar saja dugaanku, laki-laki itu benar-benar Ahmad.
Aku kembali kembali pulang untuk mengurus semuanya sebelum anak panti aku bawa. Setelah sampai rumah aku langsung bercerita kepada si Mbok. Dan aku senang si Mbok sangat mendukungku. Aku lalu memanggil Maman. "Man... Bagaimana? Apakah tanah yang aku minta sudah dapat?""Alhamdulillah sudah Bu.""Baiklah, bagaimana surat menyuratnya?""Mereka minta di bayar setengah dulu bu dan setelah kita bayar mereka akan mengurus sertifikatnya dan balik nama sekalian jadi kita terima beres.""Apakah mereka bisa dipercaya?""Insha Allah bisa Bu.""Baiklah tolong kamu atur kapan saya bisa menemui mereka. Karena saya butuh cepat dan ingin segera saya bangun.""Tapi, Bu. Untuk membangun rumah seperti yang ibu inginkan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama."Aku terdiam, karena aku baru sadar jika aku tak berpikir sejauh itu. Aku hanya berpikir dapat tanah dan langsung di bangu. Aku tidak berpikir jika membangun sebuah rumah yang cukup besar itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. "Kamu benar j
Aku pergi meninggalkan mas Ikhsan tanpa menoleh lagi. Aku takut dengan ancaman mas Ikhsan. Aku harus segera pergi dari kota ini dan membawa anak-anak panti. Mereka tidak terlalu banyak hanya berjumlah sekitar lima belas orang. Jadi aku yakin bisa menghidupi mereka.Anak-anak panti ada beberapa yang sudah beranjak dewasa jadi bisa saja mereka membantuku untuk mengurus mereka yang sebagian masih kecil. Aku akan membangunkan rumah yang layak disana. "Kamu masih lamakah?"tanya Anita dalam panggilan telepon "Tidak kok, sebentar lagi aku pulang"jawabku"Ya sudah aku tunggu, jangan lama-lama dan hati-hati dijalan,"ucapnya lagi dan setelah itu panggilan diakhiri. Aku langsung segera pulang kerumah Bu Wulan karena Anita sudah menelepon terus. Aku tahu jika Anita sangat mengkhawatirkan aku. "Akhirnya kamu datang juga, Rin,"ucapnya sambil memegang tanganku yang baru turun dari mobil. Aku hanya tersenyum melihatnya. Setelah sampai aku langsung membantu mereka menyiapkan segala sesuatu
Tubuhku bergetar setelah membaca pesan dari Anita. Aku langsung menghubungi Anita. "Nit..." ucapku dengan menangis. Aku sudah tidak dapat lagi menahan air mataku. "Rin... Kamu harus ikhlas. Mungkin ini yang terbaik untuk Bu Wulan." jawab Anita menenangkan aku. "Bagaimana aku bisa ikhlas Nit. Bu Wulan seperti itu karena aku.""Rin. Kamu tidak boleh menyalahkan dirimu. Ini semua terjadi karena Ikhsan jadi ini bukan salah kamu.""Nit... Aku sudah dibandara dan akan segera sampai dirumah sakit.""Ya sudah aku tunggu kamu disini. Kamu yang sabar ya Rin."Bu Wulan meninggal sebelum bertemu denganku. Aku sangat sedih dan sangat marah terhadap Mas Ikhsan. Jika bukan karena mas Ikhsan men*s*knya pasti semua ini tidak akan terjadi.Setelah sampai rumah sakit aku langsung disambut oleh Anita. Aku menangis dalam pelukannya. "Nit, semua ini salahku, andai aku tidak masuk dalam kehidupan mereka, semua ini tidak akan pernah terjadi,"ucapku sambil menangis. Anita lalu mengusap air mat
Mbak Sekar yang melihat kedatanganku langsung berjalan kearahku dan langsung memelukku sambil menangis."Bu Airin. Lihatlah bagaimana keadaan suamiku sekarang." Ucapnya sambil menangis. Aku yang muak dengan sandiwaranya langsung melepas pelukan mbak Sekar. "Maaf, Saya sudah mendengar semuanya!""Apa yang Bu Airin dengar?""Semuanya!"Mbak Sekar dan Ahmad sangat terkejut mendengar ucapanku. "Ja--di... Bu Airin mendengar perdebatan kami?" tanya Ahmad dengan terbata. Sedangkan mbak Sekar hanya terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Iya! ""Baguslah jika Bu Airin sudah mendengar semuanya, jadi tidak ada yang harus kami tutupi lagi,"jawab Sekar tanpa ada rasa bersalah sedikit pun "Kenapa harus ditutupi? Apa yang ingin kalian bicarakan dengan saya?""Bu... Maafkan Saya... Saya bersedia ibu pecat jika apa yang kami bicarakan tadi telah menyinggung perasaan ibu." ucap Ahmad dengan wajah penuh sesal dan sangat berbanding terbalik dengan istrinya Sekar. Sekar seolah tertantan