Beranda / Pernikahan / Titip Benih / Rahasia yang terbongkar

Share

Rahasia yang terbongkar

Penulis: Yayuk Lidiawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Keesokan paginya mata ku di kejutkan dengan sebuah pemandangan yang sangat luar biasa.

Bagaimana bisa mas Ikhsan dan mbak Laras seromantis itu, mas Ikhsan seakan lupa akan kesalahaan yang mbak Laras perbuat.

"Wah... romantis sekali." ujar ku sambil menghempaskan tubuhku di kursi meja makan.

"Kenapa? kamu cemburu." jawab Mbak Laras

"Idih! siapa juga yang cemburu." ujarku

"Mas... apa gak j*j*k itu sama mulut mbak Laras yang bekas Fredi." imbuhku sambil menatap kearah mas Ikhsan

Mas Ikhsan terlihat menghentikan aksinya sejenak.

"Yang lalu biar saja berlalu Ra... tidak usah diungkit lagi." jawab mas Ikhsan

"Waw... secepat itu mas?" ucapku, sedangkan mbak Laras langsung bergelayut manja di lengan mas Ikhsan

"Sudahlah Ra... ayo sarapan, gak usah bahas yang tidak penting." ucap mas Ikhsan.

"Sebenarnya itu memang tidak penting ya mas... oke nanti aku juga mau coba ah... siapa tahu dapat cowok yang lebih segalanya dari mu." sindir ku.

Mas Ikhsan langsung menatap tajam kearah ku.

"Kamu jangan pe
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Titip Benih    Menyadarkan Ikhsan

    Aku mengurungkan niatku untuk menangkap basah mbak Laras dan Fredi.Aku akan membuktikan ucapan Rina jika dua hari lagi mereka akan pergi ke dukun itu.Dua hari kemudian.Ketika sarapan mbak Laras terlihat sedang sibuk dengan ponselnya."Mas... hari ini aku keluar kota sama Rina." ucapnya"Mau ngapain?" tanyanya"Biasalah mas... ada urusan dikit." jawabnya"Ya sudah... jangan lama-lama." ucap mas Ikhsan"Gak mas... besok juga udah balik kok." jawabnyaSetelah itu mbak Laras mengajak Rina untuk segera berangkat.Sedangkan aku masih sarapan dengan mas Ikhsan.Aku tidak mungkin jika langsung pamit pergi juga, karena nanti mas Ikhsan bisa curiga.Aku semalam sudah menghubungi orang kepercayaan ku untuk mengikuti mereka. Jadi jika aku pergi sedikit lebih lama aku masih saja bisa tahu keberadaan mereka.Aku harus mencari cara agar mas Ikhsan bisa ikut dengan ku, karena aku ingin mas Ikhsan menangkap basah mbak Laras yang sedang digauli oleh dukun itu.Semoga dengan menangkap basah mereka bis

  • Titip Benih    Lunturnya guna-guna

    Mas Ikhsan di bawa masuk kedalam kamar oleh mbak Laras.Ustadz Ilham tak berhenti melantunkan ayat-ayat ruqyah.Terdengar suara gaduh di kamar itu, entah apa yang terjadi di dalam sana.ustadz Ilham melarang aku mendekat ke kamar itu. Akan tetapi ustadz Ilham semakin nyaring melantunkan ayat-ayat ruqyah itu sehingga tak berselang lama mbak Laras keluar dengan rambut yang acak-acakan."Diam!!!" Teriaknya dengan nada sangat tinggi"Aku bilang Diam!!!"bentaknya lagi. Namun Ustad Ilham terus meneruskan bacaan ayatnya."Kamu tuli ya! Aku bilang DIAM!!!"teriaknya lagi semakin nyaring Ustadz Ilham tak mengindahkan teriakan mbak Laras, Beliau tetap melanjutkan membaca ayat itu.Mbak Laras semakin menjadi, dia berjalan mendekat kearah ustadz Ilham.Ditariknya baju ustadz Ilham hingga robek bagian kerahnya, setelah itu mbak Laras mendorong tubuh ustadz Ilham hingga ustadz Ilham jatuh kebelakang.Tak ada raut wajah emosi yang terlihat di wajahnya, hanya saja ustadz Ilham semakin kencang membaca

  • Titip Benih    Ikhsan masuk penjara

    ***Keesokan harinya***Ada perubahan dengan mas Ikhsan, mas Ikhsan mulai sering diam."Mas... Kamu gak kekantor?" Tanyaku"Gak Ra... Mas mau ke makam orang tua mas." Jawabnya.Aku terkejut mendengar hal itu karena seingat ku kata Mbok Minah, mas Ikhsan tidak pernah peduli dengan orang tuanya setelah menikah dengan mbak Laras bahkan disaat orang tuanya meninggal pun mas Ikhsan lebih memilih tidak datang."Mas bener mau ke makam orang tua mas?" Tanyaku lagi"Iya Ra... Mas sudah banyak salah sama orang tua mas. Mas ingin meminta ampunan kepada mereka." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca."Mau aku temani mas?" Tanyaku"Tidak usah Ra... Mas sendiri saja, kamu tolong urus Laras. Dia belum keluar kamar semenjak kemarin." Ucapnya."Mbak Laras baik-baik saja kok mas... Rina yang ngurusnya." Jawabku"Apakah kamu masih menyimpan dendam kepada Laras? Sehingga kamu tidak mau mengurusnya?" Tanyanya"Mas... Mbak Laras tidak mau melihat ku. Mbak Laras hanya mau di urus sama Rina." Jawabku. Memang mbak L

  • Titip Benih    Kehidupan baru Airin

    Aku tak pernah lagi memikirkan mas Ikhsan. Aku mulai menikmati kehidupan baru yang aku jalani sekarang. Aku bukanlah Airin yang seperti dulu. Saat ini orang mengenalku sebagai seorang pengusaha dan tidak ada satupun yang mengetahui latar belakangku. Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa sudah tiga tahun berlalu. Aku mulai menyibukkan diri dengan pabrik dan beberapa usahaku yang lainnya. Aku menjadi wanita super sibuk. Hingga pada suatu hari tanpa sengaja aku bertemu dengan seorang laki-laki yang menurutku sangat baik. Dia yang menolongku ketika aku akan dihakimi warga karena tanpa sengaja menabrak seseorang. "Tolong maafkan saya, saya benar-benar tidak sengaja,"ucapku memohon kepada para warga yang hendak memukuliku"Makanya jangan mentang-mentang kaya jadi dengan seenaknya mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi!"jawab salah satu warga "Saya tidak mengemudi dengan kecepatan tinggi, hanya saja bapak itu yang tiba-tiba menyeberang, saya panik dan tidak sempat lagi mengere

  • Titip Benih    Kepedulian Airin

    Setelah sampai pabrik. Ahmad langsung memarkirkan mobil ditempat biasa. Ahmad akan menunggu di pabrik dan tidak akan pergi kemana-mana. Biasanya Ahmad akan ngobrol dengan satpam. Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan di pabrik. Aku akan pergi ketoko bajuku. Karena sudah lama aku tidak pernah kesana. Karena ada orang kepercayaanku yang mengelolanya. Jadi aku tidak perlu setiap hari mengontrol kesana. Namun begitu aku sampai di parkiran. Aku sangat terkejut karena mobilku sudah tidak ada. Aku lalu bertanya ke pada satpam. Dan kata satpam Ahmad pergi dengan terburu-buru. Aku lalu menghubungi nomor Ahmad. "Hallo...""Maaf, Bu... Saya pergi tanpa ijin ibu, Saya sekarang di rumah sakit anak saya kondisinya drop."Aku sangat terkejut mendengar penuturan Ahmad, aku yang awalnya akan memarahinya jadi merasa iba. "Ya sudah kamu urus anakmu dulu. Nanti mobil kamu bawa saja.""Ba-baik, Bu."Setelah itu panggilan aku akhiri. Setelah selesai menghubungi Ahmad. Aku lalu memesa

  • Titip Benih    Rasa yang salah

    Aku dan karyawan pabrik mendatangi rumah Ahmad setelah pabrik tutup.Ketika sampai disana ternyata anaknya sudah dimakamkan. Ahmad terlihat sudah mulai sedikit tegar, tidak seperti waktu di rumah sakit tadi siang.Sedangkan istrinya dan anak pertamanya masih terlihat sangat terpukul. Setelah selesai mengucapkan berbela sungkawa dan menitipkan sedikit rejeki. Aku dan beberapa karyawan pamit pulang, tapi ada sebagian karyawan yang masih ingin tinggal karena mereka ingin memberi dukungan kepada Ahmad. Setelah sampai rumah, aku lalu memberitahu mbok Inah jika anaknya Ahmad meninggal. "Mbok... Anaknya Ahmad meninggal tadi siang."Mbok Inah sangat terkejut hingga piring yang sedang di pegangnya terjatuh dan pecah. "Mbok...""E-e iya Non... Maaf mbok gak sengaja.""Aku itu gak marah karena piring pecah. Ya sudah mbok bersihkan ya awas hati-hati takutnya nanti kena pecahan kaca tangannya.""Non... Apakah mbok boleh setelah ini kerumah nak Ahmad?""Mbok... Besok saja ya... Ini suda

  • Titip Benih    Mirip Ikhsan

    Entah mengapa aku merasa jika Ahmad sedang menahan amarah. Apakah karena aku memberikan apa yang sedang Sekar minta? Tapi... Bukankah Ahmad yang menyuruh Sekar?Sudahlah. Aku tidak mau terlalu fokus memikirkan permasalahan mereka. Yang ada nanti aku yang malah terperosok kedalam rasa cinta yang mendalam.Aku harus bisa mengikis rasa yang salah ini. Aku tidak mau menjadi duri dalam pernikahan Ahmad maupun orang lain. Aku lebih baik melanjutkan pekerjaanku dan sepertinya aku harus memindahkan Ahmad menjadi supir gudang. Agar aku bisa menjaga jarak dan tidak setiap hari melihatnya. Mungkin dengan cara seperti itu aku bisa mengikis rasa cinta ini.Aku lalu mengambil ponselku, aku lalu menghubungi Mia dan meminta Mia untuk mencarikan aku supir pribadi perempuan. Aku lalu menekan nomor Mia."Mia... Tolong carikan Ibu seorang supir tapi kalau bisa yang perempuan ya.""Lho... Mas Ahmad kenapa Bu?""Ahmad akan saya pindahkan ke pergudangan. Jadi dia yang bagian mengantar barang untuk ar

  • Titip Benih    Kebohongan Sekar

    Maman bekerja sangat rajin. Aku mulai akrab dengannya.Seperti biasa setelah pulang dari pabrik, aku langsung membersihkan tubuhku dan setelah itu beristirahat sebentar sebelum makan malam.Ketika sedang beristirahat ponselku bebunyi.Aku langsung mengangkatnya karena tahu siapa yang menelepon."Hallo... Mbak Sekar.""Malam Bu... Maaf malam-malam begini mengganggu.""Iya gak apa-apa. Ada apa ya? Kok tumben mbak menelepon saya?""Begini, Bu... Saya butuh uang untuk beli beras, mau minta uang sama mas Ahmad, tapi sekarang lagi keluar kota. Jadi saya dengan sangat terpaksa ingin meminta tolong sama ibu.""Oh... Untuk beli beras?""Iya, bu... karena mas Ahmad tidak meninggalkan uang ketika berangkat kemarin sore.""Ya sudah mbak kirim saja nomor rekeningnya.""Maaf lho Bu... Jadi gak enak saya selalu ngerepotin ibu.""Tidak apa-apa, mbak... selagi saya bisa pasti saya bantu.""Sekali lagi terima kasih ya Bu Airin.""Sama-sama... Ya sudah mbak matikan teleponnya dan kirim nomor

Bab terbaru

  • Titip Benih    Ending

    Setelah acara tujuh harian, aku langsung terbang ke kalimantan. Setelah sampai disana, aku lalu menceritakan semuanya kepada mbok Inah. "Mbok... Aku mungkin hanya satu atau dua minggu disini, karena aku sudah memutuskan untuk balik ke jakarta.""Mbok ikut Non. Mbok tidak mau di tinggal sendirian disini.""Kalau mbok ikut, lalu siapa yang akan mengurus rumah ini?""Tapi, mbok tidak mau disini sendirian Non. Pokoknya mbok ikut kemana Non pergi. Mbok tidak mau jauh dari Non. Hanya Non yang mbok miliki. Tolong ajak mbok ya." ucapnya dengan raut wajah sedih dan memohon kepadaku. Aku berpikir sejenak. Aku jadi kepikiran Ahmad dan Maman. Bukankah aku memiliki dua rumah, jadi satu bisa di tempati oleh Maman dan anaknya dan yang ini bisa di tempati Ahmad dan anaknya. Jadi anggap saja ini adalah rumah dinas untuk mereka. "Baiklah, Mbok ikut aku pulang ke Jakarta."Mbok Inah sangat senang mendengar hal itu, dia langsung menghambur kepelukanku sambil menangis. Setelah itu ak

  • Titip Benih    Kepergian Adam

    Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Adam. Karena Perawat tidak mengijinkan kami untuk masuk. Aku benar-benar cemas dan takut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Kami lalu menunggu dengan perasaan yang sangat cemas dan takut. Dan benar saja. Ketakutan kami terbukti. Ketika Dokter keluar ruangan, Dokter menyatakan jika Adam sudah meninggal dunia. Aku yang mendengar hal itu langsung berlari masuk dan memeluk tubuh Adam yang mulai terasa dingin itu. "Adam... Bangun Nak... Ini Kak Airin. Kakak datang untuk menjemput kalian." "Dam... Buka matamu Nak... Ayo buka matamu lihat Kakak sudah datang. Kakak janji tidak akan meninggalkan kalian lagi.""Adam... Ayo buka matamu. Kakak mohon Dam buka matamu sekali saja. Apa kamu tidak kasihan dengan adik-adikmu di panti. Mereka pasti menunggu kepulangan mu. Dam kakak mohon buka matamu." ucapku dengan tangisan yang sudah benar-benar tak dapat aku bendung lagi. Anita mendekat dan memelukku. Aku tahu Dia juga me

  • Titip Benih    Kepergian Ikhsan

    Aku tidak tahu apa yang terjadi disana. Aku segera berkemas dan langsung memesan tiket pesawat lewat online.Si Mbok sedikit terkejut ketika aku mengatakan jika aku besok harus pergi. Sepertinya si Mbok tahu kemana aku akan pergi jadi dia tidak banyak bertanya kepadaku.Setelah selesei berkemas. Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan Yusuf. Aku memang sudah lama tidak pernah ke makamnya. "Maafkan mama ya sayang sudah lama mama tidak menengok Yusuf" ucapku dalam hati. Tanpa terasa air mataku menetes.Rasa rindu yang teramat dalam menyelimuti hatiku. Aku menangis sejadi-jadinya dengan menenggelamkan wajahku ke bantal agar si Mbok tak dapat mendengar suara tangisanku.Aku menangis sampai tertidur."Mbak Laras?" Kenapa aku seperti melihat mbak Laras. Apakah benar itu mbak Laras.Aku mengikuti perempuan yang sangat mirip mbak Laras itu. Dia berjalan dengan santai sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Tunggu!!! Bukankah anak dalam gendongannya itu seperti anakku Yusuf? Iya. Itu ada

  • Titip Benih    Pesan dari Anita

    Aku sangat terkejut ketika melihat siapa yang melempari mobilku dengan batu. Maman yang melihat hal itu segera turun."He! Kenapa kamu melempar batu itu ke mobil?"Aku yang melihat Maman emosi langsung segera turun. Aku tidak mau jika Maman sampai lepas kendali."Man. Kamu masuk saja, saya kenal dengannya.""Ta-tapi,Bu.""Sudah kamu masuk saja ke dalam mobil, biar saya selesaikan masalah ini."Maman lalu masuk ke dalam mobil tanpa membantah ku sedikit pun.Setelah Maman masuk ke mobil, aku berjalan ke arah Rudi."Kenapa kamu melempari mobil Tante?" Tanyaku dengan nada lembut"Tante harus bertanggung jawab. Kembalikan kaki bapak seperti dulu agar ibu tidak memarahi bapak setiap hari." Ucapnya sambil menangis"Rudi... Maafkan Tante, Tante tidak bisa membuat kaki bapakmu utuh seperti dulu.""Pokoknya aku tidak mau tahu, Tante harus bertanggung jawab. Sekarang bapak tidak tahu dimana karena di usir ibu." Ucap Rudi masih dengan menangis"Apakah kamu tidak tahu bapakmu sekarang dimana? Apaka

  • Titip Benih    Bertemu Ahmad

    Aku menajamkan penglihatanku untuk memastikan apa yang aku lihat itu benar. "Mbok... Apa i-itu Ahmad?""iya, Non. Sepertinya itu nak Ahmad. Tapi untuk apa dia di taman ini sendirian?""Coba mbok kesana dan pastikan apakah dia benar-benar Ahmad.""Baik, Non."Lalu si mbok berjalan kearah orang yang kami duga adalah Ahmad. Symbol menunggu si mbok, aku menghubungi Manana. "Man... Bagaimana ketemu sama Ahmad dan keluarganya?""Maaf Bu, kata para tetangga pak Ahmad sudah pindah kontrakan.""Pindah?""Iya, Bu. Katanya mereka habis ribut besar dan keesokkan harinya anak dan istrinya pergi meninggalkan rumah, sedangkan pak Ahmad diusir pemilik kontrakan.""Ya sudah sekarang kamu jemput saya di taman dekat cafe tadi.""Baik, Bu. Ini saya sudah dekat."Setelah itu aku matikan sambungan telephone. Aku melihat si mbok berbicara dengan laki-laki itu, karena aku penasaran akhirnya aku putuskan untuk mendekat kearah mereka. Dan benar saja dugaanku, laki-laki itu benar-benar Ahmad.

  • Titip Benih    Perceraian Ahmad dan Sekar

    Aku kembali kembali pulang untuk mengurus semuanya sebelum anak panti aku bawa. Setelah sampai rumah aku langsung bercerita kepada si Mbok. Dan aku senang si Mbok sangat mendukungku. Aku lalu memanggil Maman. "Man... Bagaimana? Apakah tanah yang aku minta sudah dapat?""Alhamdulillah sudah Bu.""Baiklah, bagaimana surat menyuratnya?""Mereka minta di bayar setengah dulu bu dan setelah kita bayar mereka akan mengurus sertifikatnya dan balik nama sekalian jadi kita terima beres.""Apakah mereka bisa dipercaya?""Insha Allah bisa Bu.""Baiklah tolong kamu atur kapan saya bisa menemui mereka. Karena saya butuh cepat dan ingin segera saya bangun.""Tapi, Bu. Untuk membangun rumah seperti yang ibu inginkan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama."Aku terdiam, karena aku baru sadar jika aku tak berpikir sejauh itu. Aku hanya berpikir dapat tanah dan langsung di bangu. Aku tidak berpikir jika membangun sebuah rumah yang cukup besar itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. "Kamu benar j

  • Titip Benih    Wasiat Bu Wulan

    Aku pergi meninggalkan mas Ikhsan tanpa menoleh lagi. Aku takut dengan ancaman mas Ikhsan. Aku harus segera pergi dari kota ini dan membawa anak-anak panti. Mereka tidak terlalu banyak hanya berjumlah sekitar lima belas orang. Jadi aku yakin bisa menghidupi mereka.Anak-anak panti ada beberapa yang sudah beranjak dewasa jadi bisa saja mereka membantuku untuk mengurus mereka yang sebagian masih kecil. Aku akan membangunkan rumah yang layak disana. "Kamu masih lamakah?"tanya Anita dalam panggilan telepon "Tidak kok, sebentar lagi aku pulang"jawabku"Ya sudah aku tunggu, jangan lama-lama dan hati-hati dijalan,"ucapnya lagi dan setelah itu panggilan diakhiri. Aku langsung segera pulang kerumah Bu Wulan karena Anita sudah menelepon terus. Aku tahu jika Anita sangat mengkhawatirkan aku. "Akhirnya kamu datang juga, Rin,"ucapnya sambil memegang tanganku yang baru turun dari mobil. Aku hanya tersenyum melihatnya. Setelah sampai aku langsung membantu mereka menyiapkan segala sesuatu

  • Titip Benih    Meninggalnya bu Wulan

    Tubuhku bergetar setelah membaca pesan dari Anita. Aku langsung menghubungi Anita. "Nit..." ucapku dengan menangis. Aku sudah tidak dapat lagi menahan air mataku. "Rin... Kamu harus ikhlas. Mungkin ini yang terbaik untuk Bu Wulan." jawab Anita menenangkan aku. "Bagaimana aku bisa ikhlas Nit. Bu Wulan seperti itu karena aku.""Rin. Kamu tidak boleh menyalahkan dirimu. Ini semua terjadi karena Ikhsan jadi ini bukan salah kamu.""Nit... Aku sudah dibandara dan akan segera sampai dirumah sakit.""Ya sudah aku tunggu kamu disini. Kamu yang sabar ya Rin."Bu Wulan meninggal sebelum bertemu denganku. Aku sangat sedih dan sangat marah terhadap Mas Ikhsan. Jika bukan karena mas Ikhsan men*s*knya pasti semua ini tidak akan terjadi.Setelah sampai rumah sakit aku langsung disambut oleh Anita. Aku menangis dalam pelukannya. "Nit, semua ini salahku, andai aku tidak masuk dalam kehidupan mereka, semua ini tidak akan pernah terjadi,"ucapku sambil menangis. Anita lalu mengusap air mat

  • Titip Benih    Kabar buruk dari Anita

    Mbak Sekar yang melihat kedatanganku langsung berjalan kearahku dan langsung memelukku sambil menangis."Bu Airin. Lihatlah bagaimana keadaan suamiku sekarang." Ucapnya sambil menangis. Aku yang muak dengan sandiwaranya langsung melepas pelukan mbak Sekar. "Maaf, Saya sudah mendengar semuanya!""Apa yang Bu Airin dengar?""Semuanya!"Mbak Sekar dan Ahmad sangat terkejut mendengar ucapanku. "Ja--di... Bu Airin mendengar perdebatan kami?" tanya Ahmad dengan terbata. Sedangkan mbak Sekar hanya terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Iya! ""Baguslah jika Bu Airin sudah mendengar semuanya, jadi tidak ada yang harus kami tutupi lagi,"jawab Sekar tanpa ada rasa bersalah sedikit pun "Kenapa harus ditutupi? Apa yang ingin kalian bicarakan dengan saya?""Bu... Maafkan Saya... Saya bersedia ibu pecat jika apa yang kami bicarakan tadi telah menyinggung perasaan ibu." ucap Ahmad dengan wajah penuh sesal dan sangat berbanding terbalik dengan istrinya Sekar. Sekar seolah tertantan

DMCA.com Protection Status