Mas Ikhsan melepas pelukannya. Mbak Laras begitu pias melihatku."Airin! Kamu mau bunuh anakku ha!""Maksud Mbak apa?""Kamu sengaja tidak makan agar anak ku mati!""Mbak! Aku tidak berselera makan juga karena ulahmu! Jadi jangan selalu menyalahkan aku. Jangan egois!""Memang salah apa aku ha!""Mbak! Aku hanya ingin makan disuapi Mas Ikhsan sekali saja, tapi kamu marah lalu merendahkanku dan menamparku, lalu mbak tanya salahnya apa? Mbak waras tidak sich!""Halah! Itu hanya alasan kamu saja. Kamu itu mau mengambil kesempatan dengan cara menggunakan kehamilanmu. Kamu pikir aku ini orang b*d*h! Perempuan murahan seperti kamu itu pasti akan menghalalkan segala cara agar bisa merebut hati mas Ikhsan. Dan lambat laun kamu akan membuat mas Ikhsan lupa denganku dan bahkan bisa juga kamu akan meminta mas Ikhsan menceraikan aku. Kamu pasti akan memanfaatkan kendunganmu itu untuk menjerat suamiku!""Mbak! Aku memang memiliki masa lalu yang buruk. Tapi, aku bukan orang yang seperti Mbak tuduhkan
Mas Ikhsan pergi meninggalkanku dikamar sendirian. Seperti itulah dirinya, setiap habis bertengkar pasti langsung pergi entah kemana.Aku juga tidak mau ambil pusing kemana Mas Ikhsan pergi. Palingan juga nanti juga pulang kalau hatinya sudah tenang.Benar saja tiga jam kemudian akhirnya Dia pulang. Mas Ikhsan datang dengan membawa beberapa paper bag."Dek... Lihat apa yang Mas bawa." ucapnya dengan wajah sumringah sambil menunjukkan barang yang dia bawa.Aku hanya tersenyum melihat hal itu. Ya walaupun sebenarnya hatiku masih tidak suka dengan apa yang dia katakan tadi."Terima kasih Mas.""Kok kamu seperti tidak suka dengan apa yang aku bawa ini Dek?""Suka kok Mas.""Wajahmu memperlihatkan jika senyum itu paslu.""Mas tolong! Buat aku nyaman.""Iya dech... Maaf, bukan maksud Mas membuatmu tidak nyaman, mas hanya ingin berusaha membuatmu bahagia.""Aku pasti bahagia jika apa yang mas lakukan ini ikhlas bukan karena sesuatu,""Mas ikhlas sayang, Mas benar-benar ikhlas melakukan semua
"Itu hanya anakku dan Laras bukan anakmu!""Bagaimana bisa ini bukan anakku sedangkan aku yang mengandungnya.""Kamu hanya berkewajiban mengandung dan melahirkan, selebihnya kamu tidak berhak apa-apa!""Bagaimana aku bisa tidak berhak?""Ya kerena dari awal kamu sudah mengetahui hal itu, jika aku menikahimu hanya ingin memiliki keturunan,""Benar, hanya ingin memiliki keturunan, tapi mas lupa, jika keturunanmu saat ini ada didalam perutku dan aku bisa pergi kapan saja darimu dan kamu maupun mbak Laras tidak akan pernah bisa melihatnya lagi.""Kamu jangan main-main ya Dek! Mas tidak suka kamu ancam seperti itu!"Aku tidak mengancammu, tapi aku bicara kenyataan, aku akan membawa pergi anak ini jika kamu selalu menyakiti hatiku,""Sakit hatimu itu tidak mendasar! Kamu terluka oleh perasaanmu sendiri jadi jangan libatkan anakku dalam hal ini!""Sudahlah Mas! Aku mau tidur saja. Muak aku dengan pertengkaran yang seperti ini terus!"Aku langsung beranjak pergi meninggalkan Mas Ikhsan. Aku la
Setelah menempuh perjalanan cukup lama akhirnya aku sampai di kampung halaman.Aku disini tidak memiliki sanak saudara. Jadi untuk pertama kali rumah yang aku tuju adalah rumah Pak Rt. Aku ingin menanyakan sebuah rumah yang bisa di kontrak.Setelah bertanya kepada warga, Akhirnya aku tahu dimana letak rumah Pak Rt."Assalamualaikum... Permisi.""Waalaikum sallam... Mari masuk." jawab seorang wanita paruh baya" Maaf Bu... Apa benar ini rumah pak Rt?""Benar... Mbak ada perlu apa dengan suami saya?""Begini Bu... Saya ingin menanyakan kepada Beliau apa ada rumah didekat sini yang bisa di kontrak?""Oalah... Mbak mau cari kontrakan? Disini tidak ada rumah yang di kontrakan Mbak. Karena rata-rata penduduk sini rumahnya hanya satu."Aku jadi bingung, Karena aku tidak tahu lagi harus kemana."Memang Mbak datang dari mana?""Saya, Airin, dulu orang tua Saya juga tinggal di desa ini Bu.""Benarkah? Kalau boleh tahu siapa namanya siapa tahu Ibu kenal?""Ibu Winda dan Pak Budi."Ibu Rt terliha
Aku benar-benar takut. Bagaimana jika mas Ikhsan menemukanku?Aku meminta supir untuk segera pergi dari toko itu."Pak Slamet. Ayo kita pergi dari toko ini.""Lho! kenapa yo Nduk?""Tolong pak, kita pergi dulu dari sini.""Kamu kenapa kok terlihat ketakutan seperti itu?""Tidak ada apa-apa Pak, ayo kita pergi saja,""Tidak apa-apa bagaimana? Wajahmu itu lho pucat sekali, apa yang kamu takutkan?""Tidak ada Pak, ayo kita pergi saja dari sini,""Ya sudah, ayo,"Lalu Pak Slamet menyalakan mesin mobil dan kami melaju pergi meninggalkan toko itu.Aku menghubungi pemilik toko,meminta mereka mengantarkan barang pesananku. "Mas, maaf tadi saya buru-buru ada kepentingan mendadak, tolong nanti barang pesananku antar kerumah ya,""Aduh, Bu bagaiamana ya, rumah ibu terlalu jauh,""Tenang saja Mas, saya akan membayar ongkos kirimnya kok,""Tapi, terlalu mahal lho Bu ongkosnya,""Tidak masalah Mas, tolong antar saja, nanti saya kirim alamatnya lewat pesan,""Baiklah kalau Ibu mau membayar ongkosnya
Pagi setelah menyelesaikan rutinitas, aku membuka toko.Seperti biasa, lketika pagi hari toko pasti sudah ada saja warga yang berbelanja.Karena hanya tokoku yang cukup komplit, jadi, kadang mereka rela menunggu didepan warung sampai jam aku membuka toko. Ketika sedang sibuk melayani pembeli. Ada seorang laki-laki yang wajahnya asing bagiku. Karena selama aku berada disini aku tidak pernah melihatnya.Wajah mereka seperti bukan wajah orang kampung. Mereka terlihat sangat bersih dan rapi, ya walaupun pakaian mereka sederhana, tapi, tidak bisa menutupi wajah kotanya. "Maaf, Bu, disini ada jual pulsa?""Ada, Pak... Mau pulsa apa?""Kalau ada yang seratus saja.""Oh... Ada Pak.""Wah... Baru Bapak lho yang beli pulsa nominal besar disini,""Masak sich Bu?""Benar, Pak,"Lalu dia masuk menyebutkan nomor yang akan diisi pulsa."Bapak baru disini ya?""Iya, Bu...""Dari mana asalnya Pak?""Dari Bandung, Bu...""Oh... Pantas, Saya tidak pernah melihat Bapak. Oh ya Pak, coba di cek a
Pagi itu seperti biasa, setelah selesai melakukan pekerjaan rumah, aku baru membuka toko.Begitu toko aku buka, para pelanggan ku langsung banyak yang berdatangan.Aku sibuk melayani semua warga yang datang ke toko, hingga aku tidak menyadari sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan toko.Para warga yang melihat kedatangan mobil mewah itu langsung mengalihkan perhatiannya kepada mobil itu.Jantungku berdegup kencang ketika aku melihat mobil itu berhenti tepat di depan tokoku. Aku memiliki firasat yang tidak baik.Benar saja dugaanku. Itu adalah mobil Mbak Laras. Aku langsung berlari masuk kedalam rumah untuk bersembunyi, namun naas ketika aku terburu-buru, kakiku tersandung sebuah kaki meja hingga membuatku jatuh.Aku langsung berteriak kesakitan sambil memegang perutku."To-to-long... pe-pe-rutku..." Ucapku terbata karena merasakan sakit yang sangat luar biasa.Mendengar teriakkan kesakitan, para warga langsung berlari kearahku."Ayo segera kita bawa ke rumah sakit. itu ada darah ke
Sudah tiga hari aku dirawat di rumah sakit ini dan kondisiku juga sudah mulai membaik. Aku sudah bisa duduk dan berdiri. Aku memang sengaja belajar untuk banyak bergerak agar bisa cepat keluar dari rumah sakit ini. Karena kata Dokter, jika aku sudah bisa bergerak normal maka, aku akan diijinkan untuk melihat bayiku. Siang itu seorang suster datang untuk memeriksaku dan untuk memastikan bagaimana kondisiku. "Sus... Ruangan NICU di sebelah mana?""Ruang NICU dekat kok Bu.""Suster bisa tolong bantu saya kesana?""Bisa, Bu. Sebentar saya ambil kursi roda dulu."Setelah itu suster keluar untuk mengambil kursi roda untukku.Tak berselang lama, suster itu datang dengan sebuah kursi roda, dia membantu ku untuk pindah ke kursi roda.setelah itu dia mengantarku keruangan NICU tempat dimana bayiku dirawat.Ketika sampai di depan ruangan NICU. Jantungku berdegup kencang, dadaku terasa sedikit sesak. Ada rasa perih didalam sana, aku bingung antara senang dan sedih. Senang karena bisa melihat
Setelah acara tujuh harian, aku langsung terbang ke kalimantan. Setelah sampai disana, aku lalu menceritakan semuanya kepada mbok Inah. "Mbok... Aku mungkin hanya satu atau dua minggu disini, karena aku sudah memutuskan untuk balik ke jakarta.""Mbok ikut Non. Mbok tidak mau di tinggal sendirian disini.""Kalau mbok ikut, lalu siapa yang akan mengurus rumah ini?""Tapi, mbok tidak mau disini sendirian Non. Pokoknya mbok ikut kemana Non pergi. Mbok tidak mau jauh dari Non. Hanya Non yang mbok miliki. Tolong ajak mbok ya." ucapnya dengan raut wajah sedih dan memohon kepadaku. Aku berpikir sejenak. Aku jadi kepikiran Ahmad dan Maman. Bukankah aku memiliki dua rumah, jadi satu bisa di tempati oleh Maman dan anaknya dan yang ini bisa di tempati Ahmad dan anaknya. Jadi anggap saja ini adalah rumah dinas untuk mereka. "Baiklah, Mbok ikut aku pulang ke Jakarta."Mbok Inah sangat senang mendengar hal itu, dia langsung menghambur kepelukanku sambil menangis. Setelah itu ak
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Adam. Karena Perawat tidak mengijinkan kami untuk masuk. Aku benar-benar cemas dan takut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Kami lalu menunggu dengan perasaan yang sangat cemas dan takut. Dan benar saja. Ketakutan kami terbukti. Ketika Dokter keluar ruangan, Dokter menyatakan jika Adam sudah meninggal dunia. Aku yang mendengar hal itu langsung berlari masuk dan memeluk tubuh Adam yang mulai terasa dingin itu. "Adam... Bangun Nak... Ini Kak Airin. Kakak datang untuk menjemput kalian." "Dam... Buka matamu Nak... Ayo buka matamu lihat Kakak sudah datang. Kakak janji tidak akan meninggalkan kalian lagi.""Adam... Ayo buka matamu. Kakak mohon Dam buka matamu sekali saja. Apa kamu tidak kasihan dengan adik-adikmu di panti. Mereka pasti menunggu kepulangan mu. Dam kakak mohon buka matamu." ucapku dengan tangisan yang sudah benar-benar tak dapat aku bendung lagi. Anita mendekat dan memelukku. Aku tahu Dia juga me
Aku tidak tahu apa yang terjadi disana. Aku segera berkemas dan langsung memesan tiket pesawat lewat online.Si Mbok sedikit terkejut ketika aku mengatakan jika aku besok harus pergi. Sepertinya si Mbok tahu kemana aku akan pergi jadi dia tidak banyak bertanya kepadaku.Setelah selesei berkemas. Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan Yusuf. Aku memang sudah lama tidak pernah ke makamnya. "Maafkan mama ya sayang sudah lama mama tidak menengok Yusuf" ucapku dalam hati. Tanpa terasa air mataku menetes.Rasa rindu yang teramat dalam menyelimuti hatiku. Aku menangis sejadi-jadinya dengan menenggelamkan wajahku ke bantal agar si Mbok tak dapat mendengar suara tangisanku.Aku menangis sampai tertidur."Mbak Laras?" Kenapa aku seperti melihat mbak Laras. Apakah benar itu mbak Laras.Aku mengikuti perempuan yang sangat mirip mbak Laras itu. Dia berjalan dengan santai sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Tunggu!!! Bukankah anak dalam gendongannya itu seperti anakku Yusuf? Iya. Itu ada
Aku sangat terkejut ketika melihat siapa yang melempari mobilku dengan batu. Maman yang melihat hal itu segera turun."He! Kenapa kamu melempar batu itu ke mobil?"Aku yang melihat Maman emosi langsung segera turun. Aku tidak mau jika Maman sampai lepas kendali."Man. Kamu masuk saja, saya kenal dengannya.""Ta-tapi,Bu.""Sudah kamu masuk saja ke dalam mobil, biar saya selesaikan masalah ini."Maman lalu masuk ke dalam mobil tanpa membantah ku sedikit pun.Setelah Maman masuk ke mobil, aku berjalan ke arah Rudi."Kenapa kamu melempari mobil Tante?" Tanyaku dengan nada lembut"Tante harus bertanggung jawab. Kembalikan kaki bapak seperti dulu agar ibu tidak memarahi bapak setiap hari." Ucapnya sambil menangis"Rudi... Maafkan Tante, Tante tidak bisa membuat kaki bapakmu utuh seperti dulu.""Pokoknya aku tidak mau tahu, Tante harus bertanggung jawab. Sekarang bapak tidak tahu dimana karena di usir ibu." Ucap Rudi masih dengan menangis"Apakah kamu tidak tahu bapakmu sekarang dimana? Apaka
Aku menajamkan penglihatanku untuk memastikan apa yang aku lihat itu benar. "Mbok... Apa i-itu Ahmad?""iya, Non. Sepertinya itu nak Ahmad. Tapi untuk apa dia di taman ini sendirian?""Coba mbok kesana dan pastikan apakah dia benar-benar Ahmad.""Baik, Non."Lalu si mbok berjalan kearah orang yang kami duga adalah Ahmad. Symbol menunggu si mbok, aku menghubungi Manana. "Man... Bagaimana ketemu sama Ahmad dan keluarganya?""Maaf Bu, kata para tetangga pak Ahmad sudah pindah kontrakan.""Pindah?""Iya, Bu. Katanya mereka habis ribut besar dan keesokkan harinya anak dan istrinya pergi meninggalkan rumah, sedangkan pak Ahmad diusir pemilik kontrakan.""Ya sudah sekarang kamu jemput saya di taman dekat cafe tadi.""Baik, Bu. Ini saya sudah dekat."Setelah itu aku matikan sambungan telephone. Aku melihat si mbok berbicara dengan laki-laki itu, karena aku penasaran akhirnya aku putuskan untuk mendekat kearah mereka. Dan benar saja dugaanku, laki-laki itu benar-benar Ahmad.
Aku kembali kembali pulang untuk mengurus semuanya sebelum anak panti aku bawa. Setelah sampai rumah aku langsung bercerita kepada si Mbok. Dan aku senang si Mbok sangat mendukungku. Aku lalu memanggil Maman. "Man... Bagaimana? Apakah tanah yang aku minta sudah dapat?""Alhamdulillah sudah Bu.""Baiklah, bagaimana surat menyuratnya?""Mereka minta di bayar setengah dulu bu dan setelah kita bayar mereka akan mengurus sertifikatnya dan balik nama sekalian jadi kita terima beres.""Apakah mereka bisa dipercaya?""Insha Allah bisa Bu.""Baiklah tolong kamu atur kapan saya bisa menemui mereka. Karena saya butuh cepat dan ingin segera saya bangun.""Tapi, Bu. Untuk membangun rumah seperti yang ibu inginkan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama."Aku terdiam, karena aku baru sadar jika aku tak berpikir sejauh itu. Aku hanya berpikir dapat tanah dan langsung di bangu. Aku tidak berpikir jika membangun sebuah rumah yang cukup besar itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. "Kamu benar j
Aku pergi meninggalkan mas Ikhsan tanpa menoleh lagi. Aku takut dengan ancaman mas Ikhsan. Aku harus segera pergi dari kota ini dan membawa anak-anak panti. Mereka tidak terlalu banyak hanya berjumlah sekitar lima belas orang. Jadi aku yakin bisa menghidupi mereka.Anak-anak panti ada beberapa yang sudah beranjak dewasa jadi bisa saja mereka membantuku untuk mengurus mereka yang sebagian masih kecil. Aku akan membangunkan rumah yang layak disana. "Kamu masih lamakah?"tanya Anita dalam panggilan telepon "Tidak kok, sebentar lagi aku pulang"jawabku"Ya sudah aku tunggu, jangan lama-lama dan hati-hati dijalan,"ucapnya lagi dan setelah itu panggilan diakhiri. Aku langsung segera pulang kerumah Bu Wulan karena Anita sudah menelepon terus. Aku tahu jika Anita sangat mengkhawatirkan aku. "Akhirnya kamu datang juga, Rin,"ucapnya sambil memegang tanganku yang baru turun dari mobil. Aku hanya tersenyum melihatnya. Setelah sampai aku langsung membantu mereka menyiapkan segala sesuatu
Tubuhku bergetar setelah membaca pesan dari Anita. Aku langsung menghubungi Anita. "Nit..." ucapku dengan menangis. Aku sudah tidak dapat lagi menahan air mataku. "Rin... Kamu harus ikhlas. Mungkin ini yang terbaik untuk Bu Wulan." jawab Anita menenangkan aku. "Bagaimana aku bisa ikhlas Nit. Bu Wulan seperti itu karena aku.""Rin. Kamu tidak boleh menyalahkan dirimu. Ini semua terjadi karena Ikhsan jadi ini bukan salah kamu.""Nit... Aku sudah dibandara dan akan segera sampai dirumah sakit.""Ya sudah aku tunggu kamu disini. Kamu yang sabar ya Rin."Bu Wulan meninggal sebelum bertemu denganku. Aku sangat sedih dan sangat marah terhadap Mas Ikhsan. Jika bukan karena mas Ikhsan men*s*knya pasti semua ini tidak akan terjadi.Setelah sampai rumah sakit aku langsung disambut oleh Anita. Aku menangis dalam pelukannya. "Nit, semua ini salahku, andai aku tidak masuk dalam kehidupan mereka, semua ini tidak akan pernah terjadi,"ucapku sambil menangis. Anita lalu mengusap air mat
Mbak Sekar yang melihat kedatanganku langsung berjalan kearahku dan langsung memelukku sambil menangis."Bu Airin. Lihatlah bagaimana keadaan suamiku sekarang." Ucapnya sambil menangis. Aku yang muak dengan sandiwaranya langsung melepas pelukan mbak Sekar. "Maaf, Saya sudah mendengar semuanya!""Apa yang Bu Airin dengar?""Semuanya!"Mbak Sekar dan Ahmad sangat terkejut mendengar ucapanku. "Ja--di... Bu Airin mendengar perdebatan kami?" tanya Ahmad dengan terbata. Sedangkan mbak Sekar hanya terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Iya! ""Baguslah jika Bu Airin sudah mendengar semuanya, jadi tidak ada yang harus kami tutupi lagi,"jawab Sekar tanpa ada rasa bersalah sedikit pun "Kenapa harus ditutupi? Apa yang ingin kalian bicarakan dengan saya?""Bu... Maafkan Saya... Saya bersedia ibu pecat jika apa yang kami bicarakan tadi telah menyinggung perasaan ibu." ucap Ahmad dengan wajah penuh sesal dan sangat berbanding terbalik dengan istrinya Sekar. Sekar seolah tertantan