Sudah tiga hari aku dirawat di rumah sakit ini dan kondisiku juga sudah mulai membaik. Aku sudah bisa duduk dan berdiri. Aku memang sengaja belajar untuk banyak bergerak agar bisa cepat keluar dari rumah sakit ini. Karena kata Dokter, jika aku sudah bisa bergerak normal maka, aku akan diijinkan untuk melihat bayiku. Siang itu seorang suster datang untuk memeriksaku dan untuk memastikan bagaimana kondisiku. "Sus... Ruangan NICU di sebelah mana?""Ruang NICU dekat kok Bu.""Suster bisa tolong bantu saya kesana?""Bisa, Bu. Sebentar saya ambil kursi roda dulu."Setelah itu suster keluar untuk mengambil kursi roda untukku.Tak berselang lama, suster itu datang dengan sebuah kursi roda, dia membantu ku untuk pindah ke kursi roda.setelah itu dia mengantarku keruangan NICU tempat dimana bayiku dirawat.Ketika sampai di depan ruangan NICU. Jantungku berdegup kencang, dadaku terasa sedikit sesak. Ada rasa perih didalam sana, aku bingung antara senang dan sedih. Senang karena bisa melihat
Mbak Laras tidak suka aku memperlakukan anak ku sebagaimana mestinya. Dia sepertinya takut jika anak ini akan lebih dekat denganku dari pada dengannya."Mas! coba kamu lihat Airin, aku tidak suka dia memeluk anakku seperti itu.""Sayang... Biar saja lah to memang Airin yang akan mengurus anak kita.""Ih! Mas kok kamu jadi lunak begini!""Bukan begitu Sayang... Tapi jika anak kita tidak dekat dengan Airin, bagaimana Airin akan mengurusnya?""Iya aku tahu, tapi aku tidak suka jika Airin memperlakukan anakku seolah dia adalah ibunya."Aku hanya tersenyum mendengar perdebatan mereka berdua. Aku nikmati waktuku untuk memeluk bayi mungilku.Setelah sampai rumah, aku langsung turun sambil menggendong bayiku.Ketika aku hendak masuk kedalam kamar, Mbak Laras marah dan menyuruhku untuk menidurkan bayiku di kamarnya.Dengan terpaksa aku menuruti perintahnya. Aku yakin jika Mbak Laras tidak akan bisa mengurus bayiku. Jadi aku akan menunggu beberapa saat sampai bayi haus atau kencing, mbak Laras p
Rencana Laras dan Ikhsan "Mas. Bagaimana jika kita minta tes DNA menggunakan rambut saja?""Eeehhhmmm... Boleh juga Sayang usul mu. Jadi kita tinggal minta rambut Airin saja jadi pengacara bo**h itu tidak akan curiga.""Iya Mas. Jadi nanti ketika dirumah sakit aku pura-pura cabut rambutku padahal itu rambut Airin, aku yakin Dokter maupun pengacara itu gak akan curiga.""Betul itu sayang... Ok nanti Mas hubungi mereka untuk meminta tes DNA di percepat.""Hahahaha... Aku sudah tidak sabar mas... perusahaan itu akan menjadi milik ku.""Tapi ingat ya Sayang... Setelah perusahaan itu sudah menjadi milikmu, kamu masih harus mengurus Yusuf.""Pasti dong Mas... Aku tidak akan menelantarkan Yusuf, bagaimana pun juga dia adalah darah dagingmu.""Terima kasih ya sayang, sudah mau menganggap Yusuf sebagai anakmu. Mas jadi semakin cinta sama kamu."Aku peluk tubuh sexi Laras... Aku tidak mungkin bisa berpaling dari Laras, sudah parasnya yang cantik dan dia juga mau berlapang dada menerima anakku d
***Airin*** Tanpa sengaja aku mendengar rencana busuk Mas Ikhsan dan Mbak Laras. Jadi aku harus bisa membuat rencana untuk bisa segera membalas mereka berdua. Aku harus bisa memainkan sebuah sandiwara agar rencanaku berjalan lancar. Dan benar saja, tak berselang lama Mbak Laras mendatangiku dan memaksa ku untuk memberikan beberapa helai rambutku. Karena aku sudah mengetahui rencana mereka, jadi aku sengaja mengaktifkan video di ponselku tanpa sepengetahuan Mbak Laras, karena aku yakin video ini akan sangat berguna. Aku bersandiwara seolah menjadi perempuan lemah didepan mbak Laras agar Pengacara itu tahu betapa kejamnya mereka terhadapku. Setelah kepergian Mbak Laras dan mas Ikhsan, aku langsung menghubungi Bagas. "Bagas, cepat kamu cari informasi pengacara yang mengurusi tentang surat wasiat itu.""Baik, nyonya.""Dan ingat! Jika sampai misi ini gagal, kamu tidak akan mendapat sepeserpun uang!""Baik, Nyah. sSaya akan berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan informasi tentang p
Setelah kepergian pak Lukas, mbak Laras langsung berteriak memanggil namaku."Airin! Dimana kamu!" teriaknya dengan nada yang terdengar sangat marah Aku pura-pura tidak mengetahui apa yang sedang terjadi."Ada apa sich Mbak, kok teriak-teriak begitu." jawabku enteng."Apa maksudmu ha!" "Maksud apa? Aku gak ngerti yang Mbak ucapkan.""Kamu jangan berlagak tidak tahu!""lho! Aku memang tidak mengerti apa yang Mbak maksud, sedari tadi aku sibuk mengurus Yusuf." kilahku dengan wajah seolah-olah bingung."Kamu sengaja, memberikan video itu kepada pengacara itu. Apa kamu pikir dengan memberikan video itu kamu akan bisa memiliki Yusuf atau perusahaan. Jangan mimpi!""Video? Video apa sich Mbak?" tanya masih pura-pura tidak mengerti"Sudahlah Airin, perempuan mura**n seperti kamu itu pasti menggunakan cara kotor untuk mendapatkan sesuatu." ucapnya merendahkanku.Aku tersenyum mendengar kalimat itu terlontar dari mulut Mbak Laras."Kenapa kamu tersenyum? Kamu pikir aku tidak bisa mengetahui c
Sudah satu minggu aku di kurung dalam kamar, walaupun aku di kurung, aku tetap tahu bagaimana perkembangan Mbak Laras dan mas Ikhsan.Mereka masih ngotot tidak mau mempertemukan aku dengan pak Lukas. Mbak Laras tetap dengan pendiriannya jika Yusuf adalah anak kandungnya.Pagi itu seperti biasa, Rina datang membawakan sarapan untuk ku. Karena selama aku dikurung Mbok Minah dilarang berinteraksi dengan ku.Sepertinya Mas Ikhsan maupun Mbak Laras sudah mulai curiga dengan kedekatan ku dengan Mbok Minah."Nyah. Tuan Ikhsan mau membawa Yusuf untuk pergi berjalan-jalan." ucap Rina dengan nada ketus."Tidak. Katakan sama mas Ikhsan jika aku melarangnya untuk membawa Yusuf." jawabku"Aduh, Nyonya! Coba jangan membuat semuanya menjadi rumit." "Kamu itu hanya pembantu disini, jadi jangan mengaturku.""Aduh, Nyonya tidak sadar diri ya! Saya memang pembantu, tapi pembantu terhormat. Dari pada Nyonya..." cibirnyaSebenarnya aku gedeg banget sama Rina, tapi karena aku ingin mengambil hatinya jadi a
Aku berpikir jika, aku bersembunyi di panti asuhan pasti akan sangat aman bagiku dan Yusuf. Karena aku yakin mereka tidak akan bisa menemukanku disini dan mereka juga tidak akan berpikir jika aku bersembunyi ditempat seperti ini. Jadi aku akan sangat aman jika berada disini. "Sebenarnya masih butuh Dek, tapi disana tidak ada yang akan memberikan gaji Dek." jawab perempuan itu"Tidak digaji pun tidak apa-apa Bu, asalkan saya dan anak saya bisa tinggal disana." jawabku.mendengar jawabanku, perempuan paruh baya itu melihatku."Kenapa adek kok tidak mencari tempat tinggal saja?"tanyanya penasaran "Saya pikir akan lebih aman jika kami tinggal dipanti, Bu,"jawabku"Dek, sebenarnya ada masalah apa denganmu? sampai kamu ingin tinggal di panti?" tanyanya"Ibu benar, saya sedang mengalami masalah yang sangat rumit,"jawabku.Aku lalu duduk di sampingnya dan aku mulai bercerita tentang semua yang aku alami.Setelah mendengar semua ceritaku. Perempuan itu langsung memelukku."Dek... Besok Ibu
Waktu berjalan begitu cepat kini usia Yusuf sudah menginjak satu tahun, akan tetapi sampai saat ini Yusuf belum juga bisa duduk atau berjalan, Yusuf hanya bisa tengkurap sambik berguling, jujur aku khawatir dengan perkembangan Yusuf.Malam itu entah mengapa tiba-tiba Yusuf badannya panas, nafasnya terlihat sangat sesak, aku sangat panik. Aku lalu meminta tolong Bu Wulan untuk mencarikan taksi untuk ku, aku akan membawa Yusuf ke dokter.Tanpa menunda lagi, aku pergi ke rumah sakit terdekat untuk memeriksakan kesehatan Yusuf.Begitu sampai rumah sakit, aku langsung berteriak meminta suster untuk segera membawa Yusuf ke UGD karena Yusuf terlihat sangat susah betul untuk bernafas.Bu Wulan terus menggegam tangan ku untuk memberikan dukungan kepada ku."Bu... aku takut jika terjadi sesuatu kepada Yusuf." ucapku sambil menangis"Na... berdoa, minta kepada Allah agar anak mu baik-baik saja."Aku menunggu dengan cemas, Dokter yang memeriksa Yusuf belum juga keluar.Setelah cukup lama menunggu
Setelah acara tujuh harian, aku langsung terbang ke kalimantan. Setelah sampai disana, aku lalu menceritakan semuanya kepada mbok Inah. "Mbok... Aku mungkin hanya satu atau dua minggu disini, karena aku sudah memutuskan untuk balik ke jakarta.""Mbok ikut Non. Mbok tidak mau di tinggal sendirian disini.""Kalau mbok ikut, lalu siapa yang akan mengurus rumah ini?""Tapi, mbok tidak mau disini sendirian Non. Pokoknya mbok ikut kemana Non pergi. Mbok tidak mau jauh dari Non. Hanya Non yang mbok miliki. Tolong ajak mbok ya." ucapnya dengan raut wajah sedih dan memohon kepadaku. Aku berpikir sejenak. Aku jadi kepikiran Ahmad dan Maman. Bukankah aku memiliki dua rumah, jadi satu bisa di tempati oleh Maman dan anaknya dan yang ini bisa di tempati Ahmad dan anaknya. Jadi anggap saja ini adalah rumah dinas untuk mereka. "Baiklah, Mbok ikut aku pulang ke Jakarta."Mbok Inah sangat senang mendengar hal itu, dia langsung menghambur kepelukanku sambil menangis. Setelah itu ak
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Adam. Karena Perawat tidak mengijinkan kami untuk masuk. Aku benar-benar cemas dan takut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Kami lalu menunggu dengan perasaan yang sangat cemas dan takut. Dan benar saja. Ketakutan kami terbukti. Ketika Dokter keluar ruangan, Dokter menyatakan jika Adam sudah meninggal dunia. Aku yang mendengar hal itu langsung berlari masuk dan memeluk tubuh Adam yang mulai terasa dingin itu. "Adam... Bangun Nak... Ini Kak Airin. Kakak datang untuk menjemput kalian." "Dam... Buka matamu Nak... Ayo buka matamu lihat Kakak sudah datang. Kakak janji tidak akan meninggalkan kalian lagi.""Adam... Ayo buka matamu. Kakak mohon Dam buka matamu sekali saja. Apa kamu tidak kasihan dengan adik-adikmu di panti. Mereka pasti menunggu kepulangan mu. Dam kakak mohon buka matamu." ucapku dengan tangisan yang sudah benar-benar tak dapat aku bendung lagi. Anita mendekat dan memelukku. Aku tahu Dia juga me
Aku tidak tahu apa yang terjadi disana. Aku segera berkemas dan langsung memesan tiket pesawat lewat online.Si Mbok sedikit terkejut ketika aku mengatakan jika aku besok harus pergi. Sepertinya si Mbok tahu kemana aku akan pergi jadi dia tidak banyak bertanya kepadaku.Setelah selesei berkemas. Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan Yusuf. Aku memang sudah lama tidak pernah ke makamnya. "Maafkan mama ya sayang sudah lama mama tidak menengok Yusuf" ucapku dalam hati. Tanpa terasa air mataku menetes.Rasa rindu yang teramat dalam menyelimuti hatiku. Aku menangis sejadi-jadinya dengan menenggelamkan wajahku ke bantal agar si Mbok tak dapat mendengar suara tangisanku.Aku menangis sampai tertidur."Mbak Laras?" Kenapa aku seperti melihat mbak Laras. Apakah benar itu mbak Laras.Aku mengikuti perempuan yang sangat mirip mbak Laras itu. Dia berjalan dengan santai sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Tunggu!!! Bukankah anak dalam gendongannya itu seperti anakku Yusuf? Iya. Itu ada
Aku sangat terkejut ketika melihat siapa yang melempari mobilku dengan batu. Maman yang melihat hal itu segera turun."He! Kenapa kamu melempar batu itu ke mobil?"Aku yang melihat Maman emosi langsung segera turun. Aku tidak mau jika Maman sampai lepas kendali."Man. Kamu masuk saja, saya kenal dengannya.""Ta-tapi,Bu.""Sudah kamu masuk saja ke dalam mobil, biar saya selesaikan masalah ini."Maman lalu masuk ke dalam mobil tanpa membantah ku sedikit pun.Setelah Maman masuk ke mobil, aku berjalan ke arah Rudi."Kenapa kamu melempari mobil Tante?" Tanyaku dengan nada lembut"Tante harus bertanggung jawab. Kembalikan kaki bapak seperti dulu agar ibu tidak memarahi bapak setiap hari." Ucapnya sambil menangis"Rudi... Maafkan Tante, Tante tidak bisa membuat kaki bapakmu utuh seperti dulu.""Pokoknya aku tidak mau tahu, Tante harus bertanggung jawab. Sekarang bapak tidak tahu dimana karena di usir ibu." Ucap Rudi masih dengan menangis"Apakah kamu tidak tahu bapakmu sekarang dimana? Apaka
Aku menajamkan penglihatanku untuk memastikan apa yang aku lihat itu benar. "Mbok... Apa i-itu Ahmad?""iya, Non. Sepertinya itu nak Ahmad. Tapi untuk apa dia di taman ini sendirian?""Coba mbok kesana dan pastikan apakah dia benar-benar Ahmad.""Baik, Non."Lalu si mbok berjalan kearah orang yang kami duga adalah Ahmad. Symbol menunggu si mbok, aku menghubungi Manana. "Man... Bagaimana ketemu sama Ahmad dan keluarganya?""Maaf Bu, kata para tetangga pak Ahmad sudah pindah kontrakan.""Pindah?""Iya, Bu. Katanya mereka habis ribut besar dan keesokkan harinya anak dan istrinya pergi meninggalkan rumah, sedangkan pak Ahmad diusir pemilik kontrakan.""Ya sudah sekarang kamu jemput saya di taman dekat cafe tadi.""Baik, Bu. Ini saya sudah dekat."Setelah itu aku matikan sambungan telephone. Aku melihat si mbok berbicara dengan laki-laki itu, karena aku penasaran akhirnya aku putuskan untuk mendekat kearah mereka. Dan benar saja dugaanku, laki-laki itu benar-benar Ahmad.
Aku kembali kembali pulang untuk mengurus semuanya sebelum anak panti aku bawa. Setelah sampai rumah aku langsung bercerita kepada si Mbok. Dan aku senang si Mbok sangat mendukungku. Aku lalu memanggil Maman. "Man... Bagaimana? Apakah tanah yang aku minta sudah dapat?""Alhamdulillah sudah Bu.""Baiklah, bagaimana surat menyuratnya?""Mereka minta di bayar setengah dulu bu dan setelah kita bayar mereka akan mengurus sertifikatnya dan balik nama sekalian jadi kita terima beres.""Apakah mereka bisa dipercaya?""Insha Allah bisa Bu.""Baiklah tolong kamu atur kapan saya bisa menemui mereka. Karena saya butuh cepat dan ingin segera saya bangun.""Tapi, Bu. Untuk membangun rumah seperti yang ibu inginkan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama."Aku terdiam, karena aku baru sadar jika aku tak berpikir sejauh itu. Aku hanya berpikir dapat tanah dan langsung di bangu. Aku tidak berpikir jika membangun sebuah rumah yang cukup besar itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. "Kamu benar j
Aku pergi meninggalkan mas Ikhsan tanpa menoleh lagi. Aku takut dengan ancaman mas Ikhsan. Aku harus segera pergi dari kota ini dan membawa anak-anak panti. Mereka tidak terlalu banyak hanya berjumlah sekitar lima belas orang. Jadi aku yakin bisa menghidupi mereka.Anak-anak panti ada beberapa yang sudah beranjak dewasa jadi bisa saja mereka membantuku untuk mengurus mereka yang sebagian masih kecil. Aku akan membangunkan rumah yang layak disana. "Kamu masih lamakah?"tanya Anita dalam panggilan telepon "Tidak kok, sebentar lagi aku pulang"jawabku"Ya sudah aku tunggu, jangan lama-lama dan hati-hati dijalan,"ucapnya lagi dan setelah itu panggilan diakhiri. Aku langsung segera pulang kerumah Bu Wulan karena Anita sudah menelepon terus. Aku tahu jika Anita sangat mengkhawatirkan aku. "Akhirnya kamu datang juga, Rin,"ucapnya sambil memegang tanganku yang baru turun dari mobil. Aku hanya tersenyum melihatnya. Setelah sampai aku langsung membantu mereka menyiapkan segala sesuatu
Tubuhku bergetar setelah membaca pesan dari Anita. Aku langsung menghubungi Anita. "Nit..." ucapku dengan menangis. Aku sudah tidak dapat lagi menahan air mataku. "Rin... Kamu harus ikhlas. Mungkin ini yang terbaik untuk Bu Wulan." jawab Anita menenangkan aku. "Bagaimana aku bisa ikhlas Nit. Bu Wulan seperti itu karena aku.""Rin. Kamu tidak boleh menyalahkan dirimu. Ini semua terjadi karena Ikhsan jadi ini bukan salah kamu.""Nit... Aku sudah dibandara dan akan segera sampai dirumah sakit.""Ya sudah aku tunggu kamu disini. Kamu yang sabar ya Rin."Bu Wulan meninggal sebelum bertemu denganku. Aku sangat sedih dan sangat marah terhadap Mas Ikhsan. Jika bukan karena mas Ikhsan men*s*knya pasti semua ini tidak akan terjadi.Setelah sampai rumah sakit aku langsung disambut oleh Anita. Aku menangis dalam pelukannya. "Nit, semua ini salahku, andai aku tidak masuk dalam kehidupan mereka, semua ini tidak akan pernah terjadi,"ucapku sambil menangis. Anita lalu mengusap air mat
Mbak Sekar yang melihat kedatanganku langsung berjalan kearahku dan langsung memelukku sambil menangis."Bu Airin. Lihatlah bagaimana keadaan suamiku sekarang." Ucapnya sambil menangis. Aku yang muak dengan sandiwaranya langsung melepas pelukan mbak Sekar. "Maaf, Saya sudah mendengar semuanya!""Apa yang Bu Airin dengar?""Semuanya!"Mbak Sekar dan Ahmad sangat terkejut mendengar ucapanku. "Ja--di... Bu Airin mendengar perdebatan kami?" tanya Ahmad dengan terbata. Sedangkan mbak Sekar hanya terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Iya! ""Baguslah jika Bu Airin sudah mendengar semuanya, jadi tidak ada yang harus kami tutupi lagi,"jawab Sekar tanpa ada rasa bersalah sedikit pun "Kenapa harus ditutupi? Apa yang ingin kalian bicarakan dengan saya?""Bu... Maafkan Saya... Saya bersedia ibu pecat jika apa yang kami bicarakan tadi telah menyinggung perasaan ibu." ucap Ahmad dengan wajah penuh sesal dan sangat berbanding terbalik dengan istrinya Sekar. Sekar seolah tertantan