Surya tersenyum dingin, lalu bertanya, "Bagaimana kalau aku nggak pergi?"Pria bertato itu terdiam sesaat, tidak bisa berkata-kata. Karena aura Surya tidak seperti orang biasa, membuat dia merasa sedikit takut tanpa alasan.Saat ini, Surya mendengus dingin, lalu menatap Wisnu dan bertanya, "Apa yang terjadi?"Saat ini, Wisnu sepertinya sedang berjuang keluar dari keinginannya untuk mati. Dia menganggap Surya sebagai tempat curhatnya."Kak, tolong kamu bantu kami. Kami berdua hanya buruh, belum pernah mengambil pinjaman apa pun. Tapi lebih dari sebulan yang lalu, kami tiba-tiba menerima surat peringatan dari bank yang menyatakan kalau pinjaman kami sebesar 160 miliar sudah jatuh tempo. Mereka meminta kami untuk membayar kembali pinjaman tersebut. Tapi kami nggak pernah meminjam uang dengan jumlah ini sama sekali," cerita Wisnu sambil menangis.Surya mengerutkan kening, lalu bertanya, "Apa kalian nggak pergi ke bank untuk membuktikannya?""Kami sudah pergi ke bank, tapi mereka bilang kal
Hal ini sebenarnya adalah operasi sehari-hari mereka.Mereka akan terus mengancam, mengintimidasi dan mengganggu setiap harinya sampai orang-orang membayar kembali uangnya.Saat ini, Surya berkata pada Wisnu, "Ayo pergi. Kita harus tetap hidup dan menyelesaikan segala masalah. Hadapi saja dengan berani.""Bolehkah aku bertanya? Apa pekerjaanmu, Kak?" tanya istrinya Wisnu dengan hati-hati.Surya menjawab dengan tenang, "Kamu nggak perlu tahu. Kamu hanya perlu tahu kalau masalah kecilmu ini nggak ada apa-apanya di hadapanku."Melihat betapa percaya dirinya Surya, Wisnu dan istrinya tampak mulai sedikit yakin. Mereka mengangguk dengan penuh semangat.Surya memberi isyarat agar mereka mengikutinya ke tempat parkir Pulau Aora.Kemudian, mereka masuk ke mobil Surya, lalu melaju menuju kota.Tak lama kemudian, di bawah arahan Wisnu, Surya berhenti di depan pintu sebuah bank.Mereka turun dari mobil, lalu Surya memimpin untuk berjalan masuk ke dalam bank.Wisnu dan istrinya yang membawa anak m
Surya menatap Wenny, lalu mengerutkan kening sambil berkata, "Kami hanya ingin melihat tanda tangan pinjaman, membuat salinannya, lalu menggunakannya untuk pengujian tulisan tangan. Mananya yang membuat masalah?""Pak, ini adalah bank. Kamu nggak bisa melihat semua dokumen ini hanya karena kamu mau," kata Wenny sambil memandang Surya dengan tatapan merendahkan.Surya berkata perlahan, "Sebagai orang yang terlibat, apa kami juga nggak memiliki hak untuk ini?""Kamu bisa melalui prosedur hukum. Tapi izinkan aku memberitahumu, proses ini nggak akan memengaruhi proses penagihan," kata Wenny dengan dingin.Surya merasakan kemarahan yang tak bisa dijelaskan di hatinya.Proses hukum untuk masalah seperti ini pasti akan memakan waktu yang lama.Terlebih lagi, dengan kekuatan pribadi Wisnu, dia tidak mungkin bisa melawan pihak bank.Meskipun mereka mengikuti prosedur hukum, juga tidak akan ada hasilnya.Namun, selama waktu ini, proses penagihan tidak akan berhenti. Sekarang Keluarga Wisnu sudah
Surya mudah saja mengurus bank itu.Tepat setelah Surya pergi, Wenny datang ke kantor pimpinan.Pimpinan bank, Aswin Damari, adalah seorang pria gemuk berusia lima puluhan. Saat ini, dia sedang melihat sebuah dokumen.Melihat Wenny masuk, Aswin mengerutkan kening sambil bertanya, "Kenapa kamu nggak mengetuk pintu?""Pak."Wenny mendengus, menutup pintu, lalu langsung duduk di sebelah Aswin. Dia mengusapkan dadanya di lengan Aswin."Wisnu datang lagi. Kali ini dia datang bersama seorang pemuda. Pemuda itu mengancam kita, meminta kita menyiapkan dokumen yang mereka minta dalam waktu tiga hari. Dia bilang kalau kita nggak menyiapkannya, seseorang akan masuk penjara."Ketika Aswin mendengar ini, dia segera meletakkan dokumen di tangannya dengan ekspresi serius.Aswin tentu saja mengetahui jelas tentang masalah uang ini.Seseorang mencuri informasi identitas Wisnu dan istrinya untuk mengambil pinjaman.Selain itu, orang yang mencuri informasi tersebut memiliki hubungan dekat dengan Aswin. A
Surya memimpin keluarga Wisnu ke kamarnya, lalu mempersilakan mereka duduk.Wisnu dan istrinya terlihat sangat tegang. Mereka baru menyadari bahwa Surya tenyata memiliki tanah yang begitu luas. Surya pasti sangat kaya, tapi dia sama sekali tidak menunjukkannya."Nggak perlu gugup. Nanti aku akan meminta seseorang mengatur tempat tinggal untuk kalian. Kalian akan tinggal di sini selama beberapa hari ke depan sampai masalah ini terselesaikan," kata Surya sambil tersenyum.Wisnu berkata dengan ekspresi yang masih terlihat gugup, "Pak Surya, kami benar-benar nggak tahu bagaimana harus berterima kasih padamu. Kalau kamu benar-benar bisa menyelesaikan masalah ini, kamu akan menjadi penyelamat keluarga kami.""Ya, Pak Surya. Pak Surya harus membantu kami," kata istri Wisnu sambil menangis.Surya menjawab perlahan, "Karena aku sudah turun tangan, aku tentu saja akan mengurusnya sampai akhir. Jangan khawatir."Pasangan itu mengangguk. Mereka duduk di sana sambil memeluk anak mereka dengan masih
"Ada apa kalian kemari?" tanya Surya dengan acuh tak acuh."Aku datang kemari untuk mencari Wisnu. Kudengar dia datang ke tempat ini," kata Hisam dengan nada dingin."Ya, benar. Sekarang dia adalah tamuku. Kalau ada sesuatu, kamu bisa mengatakannya kepadaku.""Benarkah? Kalau begitu, apa kamu juga mau membantunya melunasi utangnya?" tanya Hisam dengan suara yang rendah.Surya tertawa kecil, lalu berkata, "Siapa pun yang meminjam, orang itu sendiri yang harus melunasinya."Hisam melemparkan setumpuk dokumen ke atas meja, lalu berkata dengan dingin, "Semua ini adalah bukti kalau Wisnu yang sudah meminjamnya.""Benarkah? Kenapa menurutku bukan dia yang pinjam?""Kalau kamu bilang bukan, memangnya bukan? Tapi, kuperingatkan padamu. Aku sudah sering bertemu orang sepertimu yang suka mangkir dari utang. Kalau kamu nggak mau bayar, jangan salahkan aku kalau aku bersikap kasar padamu," kata Hisam dengan sengit.Wajah Surya berangsur-angsur menjadi muram. Dia berkata, "Awalnya aku ingin memberi
Beberapa saat kemudian, Hisam pun berkata dengan gugup, "Semuanya, aku ini hanya penagih utang saja. Ini kontrak yang sudah ditandatangani dengan pihak bank. Kami ini hanya perusahaan biasa.""Perusahaan biasa?" Surya tersenyum sambil berkata dengan nada dingin, "Perusahaan biasa bisa memaksa orang sampai mati?""Aku nggak berpikir untuk memaksa orang sampai mati." Saat ini, dahi Hisam sudah penuh keringat dingin. Dia memaksakan diri untuk memberikan penjelasan.Namun, tiba-tiba saja, Surya berkata perlahan, "Aku nggak percaya kamu nggak tahu kalau ada yang nggak beres sama pinjaman ini.""Aku memang benar-benar nggak tahu." Aura kesombongan Hisam tiba-tiba saja menghilang. Dia jadi tampak terintimidasi.Surya berkata dengan acuh tak acuh, "Kalau begitu, kita tunggu direktur bank itu datang. Aku percaya dia akan mengatakan yang sebenarnya. Saat itu, kita akan bisa menyelesaikan masalah ini."Yenny tertawa kecil, lalu melambaikan tangannya.Sekelompok Pasukan Layanan Khusus itu langsung
Aswin langsung ketakutan hingga menjadi kaku.Aswin tidak menyangka jika tiba-tiba saja dia akan ketahuan.Aswin punya kedudukan yang tinggi dan punya banyak teman. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui masalah ini dan memberi tahu dirinya?Wenny sendiri juga ketakutan.Wenny mengikuti Aswin mulai dari bidang keuangan hingga perbankan. Mereka berdua telah bekerja sama melakukan banyak hal yang tidak bermoral dan tidak baik.Jika masalah ini benar-benar diselidiki, bukankah mereka akan menghabiskan sisa hidup mereka di penjara?Pada saat ini, di mana pun Wenny duduk, napasnya terasa sesak karena dia merasa gugup. Tubuhnya terasa lemas dan juga sudah bercucuran keringat dingin.Saat Hisam melihat Aswin juga dibawa ke tempat ini, wajahnya pun langsung menjadi pucat. Dia menatap Surya dengan terkejut.Hisam menyadari jika dirinya sama sekali tidak tahu betapa menakutkannya Surya itu.Mereka adalah orang-orang dari tim pengawas kedisiplinan dan juga benar-benar membawa Aswin